Mohon tunggu...
Kang Win
Kang Win Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kebersamaan dan keragaman

Ingin berkontribusi dalam merawat kebersamaan dan keragaman IG : @ujang.ciparay

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Kekeliruan dalam Penggunaan Bahasa Indonesia, Jangan Dibiarkan Terus Terjadi

2 Juli 2020   01:00 Diperbarui: 2 Juli 2020   01:07 1435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan demikian penggunaan idiom karut marut pada contoh kalimat di atas adalah benar, dan menjadi salah bila yang digunakan carut marut.

Saya baru tersadarkan bahwa selama ini saya banyak keliru dalam menggunakan kata dan istilah dalam bahasa Indonesia. Dan menurut saya, saya tidak sendirian. Banyak sekali kita melakukan kekeliruan dalam berbahasa Indonesia.

Kata pasca, misalnya, yang berarti setelah (sesudah) sering kali diucapkan bahkan ditulis paska.

Saya menduga kesalahan untuk kata ini karena mengira kata pasca itu serapan dari bahasa inggris. Seperti kita ketahui suku kata ca dalam bahasa inggris dibaca ka. Ini hanya dugaan saja dari seorang yang bukan ahli bahasa.

Tapi bagi saya ini sangat memprihatinkan. Apalagi kekeliruan-kekeliruan itu banyak dipertontonkan oleh para pelaku media elektronik. Baik dilakukan oleh reporter, news anchor maupun host-host acara khusus dari stasiun TV.

Cobalah perhatikan, seorang reporter hampir semuanya selalu memulai reportasenya dengan kata memang, yang sama sekali tidak nyambung dengan kalimat-kalimat lanjutnya. Kita juga bisa menghitung berapa kali dia mengulang-ngulang kata memang itu dalam satu reportase.

Seorang news anchor tiba-tiba mengucapkan kata dan padahal tidak ada kata-kata atau kalimat yang hendak dihubungkan dengan kata dan itu. Seolah-olah kata memang bagi seorang reporter serta kata dan bagi seorang news anchor adalah kata-kata bertuah yang kemudian menjadi pakem bagi mereka.

Saya kemudian berpikir apakah mereka tidak mendapatkan sesi bahasa Indonesia dalam pelatihan-pelatihan mereka.

Kita bisa memaklumi, mereka yang menjadi reporter, news anchor, host, maupun produser acara sebagian besar tidak berlatar pendidikan bahasa Indonesia. Mereka datang dengan berbagai latar belakang pendidikan.

Tapi bukankah mereka belajar Bahasa Indonesia setidaknya selama 12 tahun (6 tahun di SD, 3 tahun di SMP dan 3 di SMA) plus 1 semester di perguruan tinggi. Lagi pula Bahasa Indonesia kan bukan sesuatu yang sulit untuk kita.

Bagi saya alasan satu-satunya yang dapat diterima dari terjadinya kesalahan-kesalahan ini adalah ketidak-pedulian kepada Bahasa Indonesia dari kita semua. Kita tidak peduli kepada Bahasa Indonesia yang menjadi bahasa ibu bagi dunia pendidikan kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun