Saat tulisan ini dibuat, ia baru saja dinyatakan lolos mengikuti tahap terakhir saringan program beasiswa S2 dari Universitas Pertahanan.
Terlepas dari nantinya benar-benar lolos atau tidak, saya tetap bersyukur karena ia bisa membuktikan mampu bertahan dalam saringan yang sangat ketat dalam beberapa tahap sebelumnya. Ia berhasil lolos ke tahap ini yang menyisakan 450 orang dari peserta awal sekitar 18.000 orang.
Sementara si bungsu yang perempuan, yang sekarang mahasiswa S1 Sastra Jepang, sedang sibuk melengkapi aplikasi beasiswa kuliah D2 di Jepang.
Ketika saya tanya, kalau lolos berarti berhenti dong di UNPAD. Dia jawab, nggak apa-apa kan disana bisa lanjut sampai S1. Lagi pula di sana bisa sambil kerja part time. Saya dan istri tidak bisa menghalangi keinginannya. Kalau itu lebih baik menurutnya.
Keteladanan
Di luar ketiga hal di atas, ada yang tidak boleh dilupakan dan tidak kalah pentingnya dalam mendidik anak, yaitu keteladanan orang tua. Keteladanan sejatinya merupakan key success factor dalam mencapai visi kita dalam mendidik anak, tapi justru ini yang paling tidak mudah untuk dijalankan.
Kita akan bisa menanamkan dasar-dasar keagamaan yang kuat kepada anak-anak, jika dan hanya jika, kita bisa memperlihatkan kesungguhan kita menjalankan ajaran agama.
Dalam hal membekali kemampuan beradaptasi, akan efektif ketika kita mampu memperlihatkan fleksibilitas dan atau keluwesan kita dalam praktek kehidupan sehari-hari.
Sementara itu terkait dengan membebaskan anak untuk menentukan jalan masa depannya, diperlukan konsistensi sikap dari orang tua.
Kesungguhan orang tua dalam menjalankan ajaran agama, fleksibilitas dalam praktek sehari-hari serta konsisten dalam bersikap, adalah hal-hal yang diteladani oleh anak-anak kita.
Pertanyaannya, cukup dan layakkah kita dalam hal-hal tersebut untuk diteladani. Secara pribadi saya harus mengakui bahwa kami sebagai orang tua belum sepenuhnya layak untuk diteladani.