Ketika membaca puisi tersebut,di dalam hati, saya berkata bahwa Chairil Anwar dengan sangat dalam memahami karya Isa Almasih Sang Junjungan di kayu salib. Tetap dengan ekspresi yang kuat, tegas dan menawan, puisi tersebut seolah mengajak saya untuk kembali kepada teks kitab suci yang menulis nubuatan tentang Isa Almasih oleh Nabi Yesaya berabad-abad sebelum kelahiran Isa Almasih.
“Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita,
dia diremukkan oleh karena kejahatan kita;
ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya,
dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh.”
(Yesaya 52:6)
Membaca puisi Isa, saya terpukau, betapa dia dengan sangat kuat memahami apa yang kami percayai tentang Isa Almasih. Sang Firman yang datang menjadi manusia dan menderita, disalibkan, mati dan bangkit bagi keselamatan manusia.
Ternyata ketika membaca tulisan Dr. Andar Ismail, di dalam buku Seri Selamat nya, saya menemukan suatu kebetulan yang lain. Dikisahkan pada waktu itu sebenarnya Chairil Anwar ingin mengutil dari sebuah toko buku sebuah buku karya filsuf Jerman, Friedrich Nietzsche,Thus Spoke Zarathustra: A Book for All and None tetapi ternyata yang terambil adalah sebuah Kitab Suci Injil.
Saya menduga dia terpesona dengan buku barunya tersebut, sehingga lahirlah puisi ini.
Bagi Si Binatang Jalang, mungkin lebih tepat ketika dia membaca karangan Nietzsche tersebut. Dengan jargonnya yang terkenal God is Dead, Si Binatang Jalang ini akan semakin terfasilitasi pemberontakannya. Tetapi bagi Sang Maha Tahu, pilihan Chairil Anwar (yang salah ambil buku tersebut) adalah pilihan yang lebih tepat baginya.
Kisah ini juga seperti mengisahkan kekalahan Chairil Anwar di dalam tantangannya kepada Tuhan. Ketika di dalam puisi nya DI MESJID (29 Mei 1943), dia dengan segala ke-AKU-annya, berpuisi melawan Tuhan : Kuseru saja Dia/ sehingga datang juga/ Kamipun bermuka-muka/ seterusnya ia bernyala-nyala dalam dada/ Segala daya memadamkannya/ Bersimpah peluh diri yang tak bisa diperkuda/ Ini ruang/ gelanggang kami berperang/ Binasa membinasa/ satu menista lain gila. (dikutip dari kumpulanKerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus, 2000, hlm. 29)
Ceritanya belum selesai, puisi yang ditulis sehari setelah karyanya yang bertajuk tentang ISA, adalah sebuah puisi tentang penyerahan diri kepada Allah. Apakah sebuah kebetulan, ketika dia terpukau terhadap karya Isa Almasih di kayu salib, kemudia dia melihat siapa dirinya, sehingga lahir puisi ini?
DOA
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu
Biar susah sungguh
Mengingat Kau penuh seluruh
cayamu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku
Aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling
13 November 1943
(dikutip dari kumpulanDeru Campur Debu, 2000)
Dengan segala kehancuran hati Chairil Anwar datang di dalam doa kepada Tuhan. Sekali lagi mengingatkanku akan sabda Isa :