Mohon tunggu...
Kang Rozaq
Kang Rozaq Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pendakwah, Aktivis Sosial dan Keagamaan, Laskar Pelayan Jama'ah (LPJ)

Aktivis Gerakan Aksi Sosial dan Keagamaan (GASA) dan Penggiat/Laskar Pelayan Jamaah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pelajaran Berharga di Balik Olokan Gus Miftah ke Penjual Es Teh: Menata Adab dalam Perspektif Islam

5 Desember 2024   19:45 Diperbarui: 5 Desember 2024   19:53 575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus viral yang melibatkan Gus Miftah, Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Agama, dengan seorang penjual es teh di Magelang, menyentuh hati banyak pihak. Dalam situasi yang terekam kamera, candaan Gus Miftah terhadap penjual es teh di tengah guyuran hujan menyulut berbagai reaksi, terutama karena kejadian ini berlangsung di hadapan publik. Meskipun Gus Miftah, telah meminta maaf secara terbuka. Namun, hikmah di balik kejadian ini jauh lebih besar dari sekadar insiden viral. Ini adalah panggilan untuk kita semua, baik pemimpin, pejabat publik maupun rakyat biasa, agar menata ucapan, memperhatikan tindakan, dan menjaga hati.  Kejadian ini memberi pelajaran penting bagi semua, bagaimana kita menjaga adab dalam setiap interaksi

Islam menempatkan adab sebagai elemen fundamental dalam kehidupan bermasyarakat. Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia."* (HR. Ahmad). 

Adab tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT, tetapi juga hubungan antar sesama makhluk-Nya. Dalam situasi seperti yang dialami Gus Miftah, penting untuk memahami bahwa setiap individu, baik tokoh agama maupun rakyat kecil seperti penjual es teh, memiliki hak untuk dihormati. 

Allah SWT berfirman, "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan itu) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olok itu) lebih baik daripada perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela dan saling memanggil dengan julukan yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) fasik setelah beriman. Siapa yang tidak bertobat, mereka itulah orang-orang zalim." (QS. Al-Hujurat: 11). 

Ayat ini mengingatkan kita bahwa olok-olok, meskipun dalam konteks bercanda, dapat melukai hati seseorang. Humor yang tidak terkontrol, apalagi di depan khalayak ramai, berpotensi mencederai kehormatan orang lain.  Selain itu, ayat ini bukan hanya teguran, tetapi juga pelajaran bahwa penghormatan kepada sesama adalah bagian dari iman. Bahkan dalam candaan sekalipun, seorang muslim dituntut untuk berhati-hati agar tidak melukai hati orang lain. 

Meskipun bercanda, kita harus berhati-hati agar tidak melukai perasaan orang lain, terutama orang yang mungkin dalam kondisi lemah atau tidak mampu membela dirinya. Mengolok-olok atau berkata kasar, meskipun dalam suasana bercanda, bisa merusak hubungan dan menimbulkan rasa sakit hati.

Sebagai manusia, tidak ada yang luput dari kesalahan. Gus Miftah telah menunjukkan kebesaran hati dengan mengakui kekhilafannya. Ini adalah contoh nyata bahwa setiap manusia, bahkan mereka yang berilmu sekalipun, tidak luput dari kesalahan. Namun, keindahan Islam terletak pada kesadaran untuk memperbaiki diri dan bertaubat. 

Dalam Islam, pengakuan kesalahan dan permintaan maaf adalah tanda hati yang bersih dan sikap rendah hati.  Terlepas, permintaan maaf tersebut tulus atau tidak, karena yang mengetahui hanya Gus Miftah dengan Allah SWT., namun yang kita saksikan secara lahir, beliau telah mengakui kesalahannya, menjadi instropeksi baginya.

Permintaan maaf Gus Miftah adalah pelajaran bahwa kekuatan seorang pemimpin atau tokoh agama tidak terletak pada kesempurnaan, tetapi pada keberanian untuk mengakui dan belajar dari kekhilafan. 

Rasulullah SAW bersabda:  "Setiap anak Adam berbuat kesalahan, dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah mereka yang bertaubat."* (HR. Tirmidzi). 

Hadis ini mengandung pesan bahwa manusia tidak pernah luput dari kesalahan dan dosa, namun Allah Maha Pengampun dan selalu siap menerima taubat hamba-Nya. Taubat yang tulus dapat menghapus dosa-dosa masa lalu dan memberikan kesempatan untuk memulai yang baru.

Selain itu, hadis ini juga mengingatkan bahwa manusia harus sadar diri dan tidak mengulangi kesalahan yang sama. Kesalahan dapat menjadi bahan evaluasi diri agar menjadi lebih baik ke depannya.

Ketika terjadi kesalahan/kekhilafan, sikap terbaik adalah mengakui kesalahan dan meminta maaf. Gus Miftah telah menunjukkan sikap ini dengan meminta maaf secara langsung dan virtual kepada Sunhaji. Hal ini selaras dengan firman Allah dalam Al-Qur'an yang artinya: "Demikian (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, mereka (segera) mengingat Allah lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya. Siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah? Mereka pun tidak meneruskan apa yang mereka kerjakan (perbuatan dosa itu) sedangkan mereka mengetahui(-nya). (QS. Ali Imran: 135)

Kejadian ini juga mengajarkan bahwa setiap muslim, terutama yang menjadi panutan, harus lebih berhati-hati dalam ucapan dan perbuatan. Sebagaimana dinasihatkan Imam Al-Ghazali: "Lidah adalah alat kecil, tetapi bahayanya besar. Jagalah lidahmu sebagaimana engkau menjaga harta yang paling berharga." 

Bagi penjual es teh, kejadian ini menjadi pelajaran untuk lebih memahami situasi dan menghormati keberlangsungan acara ibadah. Namun, karena hampir di banyak acara, tidak hanya sholawatan, juga acara-acara lain yang bernuansa islam, beragam penjual (kebanyakan minuman) menawarkan dagangannya di lokasi acara. Bagi penjual, dengan alasan-alasan tertentu, menjadi momen penting dan berharap dagangnya laris dan meraih keuntungan. Selain itu, sangat mungkin dilatar belakangi kebutuhan yang mendesak dan pertimbangan-pertimbangan lain dari penjual.

Terlepas dari berbagai alibi dan alasan apapun dari penjual yang menjajagan dagangannya, dia adalah manusia sebagai makhluk Allah SWT. yang telah berjuang mencari rizki yang halal, untuk menghidupi keluarganya.

Syekh Muhammad Mutawalli Al-Sya'rawi, seorang ulama besar dari Mesir, pernah berpesan:   "Ukuran kehormatan seorang muslim di hadapan Allah adalah akhlaknya kepada sesama. Barangsiapa yang menjatuhkan kehormatan saudaranya, dia telah mengurangi kemuliaannya sendiri." 

Insiden ini bukan sekadar cerita viral. Ia adalah cermin yang memantulkan kejujuran tentang siapa kita, bagaimana kita berbicara, dan bagaimana kita memperlakukan sesama. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering lupa bahwa setiap kata, tindakan, dan niat memiliki dampak yang lebih besar dari yang kita kira. 

Kasus ini harus menjadi pengingat bagi semua pihak tentang pentingnya ukhuwah islamiyah (persaudaraan Islam). Dalam ukhuwah, tidak ada tempat untuk saling merendahkan, bahkan dalam bercanda sekalipun. 

Kejadian ini memberikan refleksi mendalam bagi kita semua. Bagi Gus Miftah, pentingnya menjaga adab sebagai tokoh agama menjadi pelajaran yang tak ternilai. Candaan atau ucapan yang tidak terjaga dapat menyakiti orang lain dan menimbulkan kesalahpahaman, meskipun maksudnya tidak untuk merendahkan. Sementara bagi penjual es teh, kepekaan terhadap situasi merupakan bagian dari adab yang harus ditanamkan. 

Sebagai masyarakat, kita diingatkan untuk tidak hanya fokus pada kesalahan orang lain, tetapi juga mengambil hikmah dan berusaha menjadi lebih baik. Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa yang menutup aib seorang muslim, Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat." (HR. Muslim). 

Untuk itu, kasus viral ini bukan hanya sekedar insiden komedi yang tidak pantas tetapi juga merupakan cerminan dari tantangan yang dihadapi oleh para pendakwah di era digital saat ini. Dengan media sosial yang mampu menyebarkan informasi secara cepat, setiap ucapan dan tindakan menjadi sorotan publik.

Oleh karena itu, penting bagi setiap individu, terutama mereka yang berada di posisi pendakwah, publik figur, atau sebagai panutan masyarakat, untuk selalu menjaga adab dalam setiap interaksi mereka.

Hikmah dari kejadian ini seharusnya menggugah kita semua untuk lebih berhati-hati dalam bertindak dan berbicara demi menjaga kerukunan serta menghormati sesama umat manusia. Beberapa hikmah yang dapat diambil, antara lain:

  • Berhati-hati dalam berkata-kata, Lidah adalah amanah, dan ucapan kita dapat membawa manfaat atau mudarat.
  • Cepat meminta maaf bila bersalah, karena tidak ada manusia yang sempurna, dan mengakui kesalahan adalah bukti kebesaran hati.
  • Menghormati orang lain, apa pun status sosialnya, karena dalam Islam, setiap manusia memiliki kehormatan yang sama di hadapan Allah.
  • Menjaga niat dan adab dalam dakwah, dimana sebagai seorang pendakwah, ucapan dan tindakan menjadi teladan bagi orang lain.

Semoga kejadian ini menjadi sarana untuk mempererat ukhuwah, menumbuhkan kesadaran akan pentingnya adab, dan menguatkan nilai-nilai akhlak mulia dalam kehidupan kita sehari-hari. Wallahu a'lam bishawab. (ar)

#desanta #asmidesanta #desantajogja #desantakeren #desantahebat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun