Mohon tunggu...
Kang Rozaq
Kang Rozaq Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pendakwah, Aktivis Sosial dan Keagamaan, Laskar Pelayan Jama'ah (LPJ)

Aktivis Gerakan Aksi Sosial dan Keagamaan (GASA) dan Penggiat/Laskar Pelayan Jamaah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hamba Tuhan yang Mulia: Menjaga Akhlak di Tengah Masyarakat

25 Juli 2024   10:00 Diperbarui: 25 Juli 2024   10:02 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Di tengah dinamika kehidupan yang terus berkembang, menjaga akhlak dan etika dalam berinteraksi dengan sesama merupakan salah satu ajaran fundamental dalam Islam. Islam mengajarkan untuk menjaga akhlak dan adab, tidak hanya kepada sesama manusia, namun juga kepada mahkluk Allah yang lain dalam setiap langkah kehidupan kita. Menjadi hamba Allah SWT. yang mulia berarti memancarkan nilai-nilai luhur, menunjukkan kerendahan hati, dan menjaga sikap baik dalam interaksi sosial.

Hamba Tuhan yang mulia adalah sosok yang menjunjung tinggi kerendahan hati. Islam mengajarkan agar kita tidak sombong dan merasa lebih baik dari orang lain. Mereka tidak hanya beribadah secara ritual, tetapi juga menerapkan ajaran Islam dalam perilaku dan interaksi sosial. Hamba Tuhan yang mulia selalu berusaha untuk menjaga kehormatan diri dan orang lain, serta menunjukkan sikap rendah hati dan penuh kasih sayang.

Kerendahan hati adalah salah satu ciri utama hamba Tuhan yang mulia. Islam mengajarkan umatnya untuk tidak sombong dan merasa lebih baik dari orang lain.  Berjalan di bumi dengan rendah hati tidak dibuat-buat, tapi berjalan secara wajar, tidak menyombongkan diri, dalam sikap dan tindakan, karena dia tahu bahwa sikap itu tidak terpuji, akan mengakibatkan hal-hal yang negatif dalam pergaulan.

Allah SWT berfirman dalam Al-Quran:  "Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati, dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan, 'Salam.'" (QS. Al-Furqan: 63).

Ayat ini menekankan bahwa kerendahan hati adalah ciri khas orang-orang yang dicintai Allah. Mereka tidak sombong, tidak merasa lebih baik dari orang lain, dan selalu menjaga sikap mereka agar tetap rendah hati dan penuh hormat.

Ibnu Kathir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa sikap rendah hati ini adalah wujud dari keimanan yang mendalam dan kesadaran akan kebesaran Allah SWT. Ia menambahkan bahwa merespons hinaan dengan salam adalah bentuk kedewasaan spiritual dan ketenangan hati.

Menjadi hamba Tuhan yang mulia juga berarti mampu menghadapi hinaan, atau kasar dan kekasaran dengan sopan santun. Ketika menghadapi orang-orang yang tidak memahami etika sosial, kita tidak membalasnya dengan ucapan yang semisal atau dengan penuh kebencian, namun penuh sopan dan rendah hati mereka mengucapkan "salm," yang berarti mudah-mudahan kita berada dalam keselamatan, damai, dan sejahtera. Rasulullah Muhammad SAW adalah contoh ideal dalam hal ini, meskipun sering dihina, beliau tetap menunjukkan sikap yang penuh kelemah lembutan, santun, arif dan kebijaksanaan.

Ketika menghadapi hinaan dan keburukan, hamba Tuhan yang mulia menunjukkan sikap sabar dan penuh sopan santun. Allah SWT berfirman: "Dan balaslah dengan kebaikan terhadap keburukan. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan." (QS. Al-Mu'minun: 96)

Hadist Nabi Muhammad SAW juga mengajarkan hal yang sama. Dalam sebuah hadis, Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya Allah SWT tidak memandang kepada bentuk rupa dan harta kalian, tetapi Dia memandang kepada hati dan amal kalian." (HR. Muslim)

Rasulullah SAW adalah teladan sempurna dalam menjaga akhlak di tengah masyarakat. Meskipun sering mengalami penghinaan dan perlakuan buruk, beliau selalu merespons dengan sikap yang santun. Mengikuti teladan beliau adalah langkah terbaik untuk menjadi hamba Tuhan yang mulia, menjadikan akhlak yang baik sebagai bagian integral dari kehidupan kita.

Dalam sebuah hadis, Rasulullah bersabda: "Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia." (HR. Ahmad). Beliau menunjukkan sikap penuh kasih dan kebijaksanaan, bahkan ketika menghadapi situasi yang sangat menantang. Contoh keteladanan beliau dalam menghadapi penghinaan bisa kita lihat dari peristiwa, ketika beliau menghadapi penghinaan di Ta'if, dan tetap berdoa untuk kebaikan orang-orang tersebut.

Islam sangat menekankan pentingnya akhlak yang baik. Akhlak mulia bukan hanya mencerminkan iman seseorang, tetapi juga merupakan bagian penting dari ibadah kita kepada Allah. Menjaga akhlak berarti kita benar-benar menjalankan ajaran Islam dengan sepenuh hati, memperbaiki diri, dan memberikan contoh yang baik dalam setiap interaksi.

Akhlak mulia merupakan bagian integral dari iman seorang Muslim. Hadist berikut juga menekankan pentingnya akhlak: "Orang yang paling aku cintai di antara kalian adalah yang terbaik akhlaknya di antara kalian." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hamba Tuhan yang mulia memancarkan energi positif yang menciptakan lingkungan harmonis. Sikap rendah hati dan sopan santun mereka berkontribusi pada terciptanya hubungan sosial yang lebih baik. Kehadiran mereka di tengah masyarakat menjadi teladan bagi banyak orang, mendukung terciptanya suasana penuh kasih sayang dan damai. Allah SWT berfirman: " Berinfaklah di jalan Allah, janganlah jerumuskan dirimu ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al-Baqarah: 195)

Hamba Tuhan yang mulia, juga menghidupkan malam dengan shalat. Beribadah di sepertiga malam terakhir mencerminkan keikhlasan dan kedekatan kita dengan Allah. Ibadah malam ini bukan hanya meningkatkan ketakwaan, tetapi juga membawa ketenangan dan kebahagiaan dalam hati.  Di malam tersebut, hampa Tuhan yang mulai, merayu dengan do'a, memohon dengan penuh keyakinan dan sebagai suatu ibadah tambahan baginya serta penuh keyakinan, Tuhan mengangkatnya ke tempat yang terpuji. Beribadah pada saat itu betul-betul mencerminkan keikhlasan, hati lebih khusyuk, lebih konsentrasi kepada Sang Khalik.

Rasulullah SAW bersabda: "Salat malam adalah kebiasaan orang-orang yang shaleh sebelum kamu dan merupakan bentuk pendekatan diri kepada Tuhanmu." (HR. Muslim)

Sifat berikutnya adalah takut akan siksaan api neraka. Dan orang-orang yang berkata, "Ya Tuhan kami, jauhkanlah azab Jahanam yang sangat pedih itu dari kami, kami sangat takut, karena sesungguhnya azabnya itu membuat kebinasaan yang kekal." Inilah kerugian yang sangat besar bagi kami. Apalah arti kehidupan ini jika pada akhirnya kami tersiksa, karena dosa-dosa kami. Sungguh, Jahanam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman."

Mereka selalu mengingat hari akhirat dan hari perhitungan. Mereka yakin bahwa semua amal perbuatan manusia akan dipertanggungjawabkan di hari itu, yang baik diberi ganjaran berlipat ganda, dan yang jahat akan dibalas dengan balasan yang setimpal.

Di kala mereka bermunajat dengan Tuhan di malam hari tergambarlah dalam pikiran mereka bagaimana dahsyatnya suasana di waktu itu seakan-akan mereka benar-benar melihat bagaimana ganasnya api neraka yang selalu menanti para hamba Allah yang durhaka untuk menjadi mangsa dan santapannya. Di kala itu meneteslah air mata mereka dan mereka memohon dengan sungguh-sungguh kepada Tuhan agar dibebaskan dari siksaan api neraka yang pedih itu.

Orang-orang yang demikian kuat keyakinannya kepada hari akhirat tentu akan mempergunakan kesempatan hidup di dunia ini untuk berbuat amal kebajikan sebanyak-banyaknya dan tidak akan melakukan perbuatan jahat karena yakin perbuatannya itu akan dibalas dengan siksaan yang pedih. Betapa pun baiknya suatu peraturan yang dibuat manusia dan betapa ketatnya pengawasan dalam pelaksanaannya, tetapi manusia yang tidak sadar akan pengawasan Allah dapat saja meloloskan diri dari ikatan peraturan dan undang-undang itu.

Akan tetapi, manusia yang beriman, andaikata tidak ada peraturan dan undang-undang, tidak akan melakukan satu kejahatan pun, karena dia sadar walaupun dapat bebas dari hukuman di dunia, namun tidak akan dapat melepaskan diri dari azab di akhirat. Kesadaran dan keinsyafan inilah yang tertanam dengan kuat di dalam hati setiap muslim yang mendapat julukan "hamba Allah Yang Maha Penyayang."

Ayat ini menjelaskan bagaimana seorang mukmin benar-benar takut jatuh ke dalam siksaan neraka karena siksaannya amat pedih dan dahsyat. Neraka itu merupakan seburuk-buruk tempat yang disediakan bagi hamba Allah yang ingkar dan durhaka. Orang-orang kafir kekal di dalamnya selama-lamanya, menderita berbagai macam siksaan. Meskipun kulit mereka telah hangus terbakar dan panasnya api neraka telah menembus ke dalam daging dan tulang belulang, namun mereka tetap hidup untuk merasakan siksaan itu sebagai tersebut dalam firman-Nya: Sungguh, orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti dengan kulit yang lain, agar mereka merasakan azab. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana. (an-Nisa': 56).

Sifat berikutnya adalah tidak berlebih-lebihan dalam berinfak. Dan di antara sifat hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih adalah orang-orang yang apabila menginfakkan harta, mereka tidak berlebihan dengan menghambur-hamburkannya, karena perilaku seperti inilah yang dikehendaki setan dan tidak pula kikir yang menyebabkan dibenci oleh masyarakat. Mereka berinfak di antara keduanya secara wajar, inilah agama yang pertengahan, moderat, seimbang antara kepentingan individu dan masyarakat.

Menjadi hamba Tuhan yang mulia adalah perjalanan spiritual yang memerlukan komitmen untuk menjaga akhlak, mengikuti teladan Rasulullah, dan mendekatkan diri kepada Allah melalui ibadah. Dengan menanamkan nilai-nilai kerendahan hati, sopan santun, dan keikhlasan dalam setiap tindakan kita, kita tidak hanya memperbaiki diri sendiri tetapi juga memberikan kontribusi positif bagi masyarakat. Semoga kita semua dapat mengimplementasikan ajaran-ajaran ini dalam kehidupan sehari-hari, menjadi pribadi yang dicintai Allah, dan membawa kedamaian serta keberkahan dalam setiap aspek kehidupan. (ar)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun