Â
Di tengah dinamika kehidupan yang terus berkembang, menjaga akhlak dan etika dalam berinteraksi dengan sesama merupakan salah satu ajaran fundamental dalam Islam. Islam mengajarkan untuk menjaga akhlak dan adab, tidak hanya kepada sesama manusia, namun juga kepada mahkluk Allah yang lain dalam setiap langkah kehidupan kita. Menjadi hamba Allah SWT. yang mulia berarti memancarkan nilai-nilai luhur, menunjukkan kerendahan hati, dan menjaga sikap baik dalam interaksi sosial.
Hamba Tuhan yang mulia adalah sosok yang menjunjung tinggi kerendahan hati. Islam mengajarkan agar kita tidak sombong dan merasa lebih baik dari orang lain. Mereka tidak hanya beribadah secara ritual, tetapi juga menerapkan ajaran Islam dalam perilaku dan interaksi sosial. Hamba Tuhan yang mulia selalu berusaha untuk menjaga kehormatan diri dan orang lain, serta menunjukkan sikap rendah hati dan penuh kasih sayang.
Kerendahan hati adalah salah satu ciri utama hamba Tuhan yang mulia. Islam mengajarkan umatnya untuk tidak sombong dan merasa lebih baik dari orang lain. Â Berjalan di bumi dengan rendah hati tidak dibuat-buat, tapi berjalan secara wajar, tidak menyombongkan diri, dalam sikap dan tindakan, karena dia tahu bahwa sikap itu tidak terpuji, akan mengakibatkan hal-hal yang negatif dalam pergaulan.
Allah SWT berfirman dalam Al-Quran: Â "Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati, dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan, 'Salam.'" (QS. Al-Furqan: 63).
Ayat ini menekankan bahwa kerendahan hati adalah ciri khas orang-orang yang dicintai Allah. Mereka tidak sombong, tidak merasa lebih baik dari orang lain, dan selalu menjaga sikap mereka agar tetap rendah hati dan penuh hormat.
Ibnu Kathir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa sikap rendah hati ini adalah wujud dari keimanan yang mendalam dan kesadaran akan kebesaran Allah SWT. Ia menambahkan bahwa merespons hinaan dengan salam adalah bentuk kedewasaan spiritual dan ketenangan hati.
Menjadi hamba Tuhan yang mulia juga berarti mampu menghadapi hinaan, atau kasar dan kekasaran dengan sopan santun. Ketika menghadapi orang-orang yang tidak memahami etika sosial, kita tidak membalasnya dengan ucapan yang semisal atau dengan penuh kebencian, namun penuh sopan dan rendah hati mereka mengucapkan "salm," yang berarti mudah-mudahan kita berada dalam keselamatan, damai, dan sejahtera. Rasulullah Muhammad SAW adalah contoh ideal dalam hal ini, meskipun sering dihina, beliau tetap menunjukkan sikap yang penuh kelemah lembutan, santun, arif dan kebijaksanaan.
Ketika menghadapi hinaan dan keburukan, hamba Tuhan yang mulia menunjukkan sikap sabar dan penuh sopan santun. Allah SWT berfirman: "Dan balaslah dengan kebaikan terhadap keburukan. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan." (QS. Al-Mu'minun: 96)
Hadist Nabi Muhammad SAW juga mengajarkan hal yang sama. Dalam sebuah hadis, Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya Allah SWT tidak memandang kepada bentuk rupa dan harta kalian, tetapi Dia memandang kepada hati dan amal kalian." (HR. Muslim)