Mohon tunggu...
Kang Rik-rik
Kang Rik-rik Mohon Tunggu... -

kangrikrik.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Rumah di Bawah Jalan

25 September 2015   04:45 Diperbarui: 25 September 2015   07:00 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Hanya Kodir yang belum sempat masuk. Ia mencoba memandang ke belakang, lalu berkeliling, memandangi sekitarnya. Takut kalau-kalau ada orang yang ketinggalan.

Merasa semuanya sudah terkendali, Kodir segera masuk paling terakhir ke dalam mobil. Lalu dengan derunya yang khas. Kedua mobil tersebut melesat menjauh ke arah kota Tasik. Meninggalkan rumahnya yang berada tepat di bawah jalan.

***

Kodir hanya seorang duda satu anak. Hanya saja ia memiliki keluarga yang tidak sedikit. Ada banyak anak-anak saudaranya yang ia pikir harus ia urus.

Begitu pun ketika ia sedang berada di Tasik, kota kelahirannya. Ia tak pernah sekalipun berkunjung ke kota itu bersama istrinya. Istrinya sendiri sudah lama berpisah dengan dirinya, kini istrinya telah jauh berada di tempat yang berbeda. Hanya keluarga besarnya yang selalu menyertai ia ketika ia berkunjung ke kota Tasikmalaya.

“Hey, Mad. Rupanya kau menepati janjimu untuk datang sekarang,” Mardu mengasongkan tangannya kepada Kodir. Ia menyalami saudaranya tersebut dengan sumringah, “bagaimana dengan kambingnya, sudah siap? Jujur saja, kami sekeluarga sudah menantikan kau beberapa hari belakangan ini.”

“Urusan kambing bisa diatur, urus saja oleh anak-anak. Mereka bisa membelinya di terminal Pancasila. Seperti biasa, mereka bisa menyemblihnya di depan mesjid,” jawab Kodir, “sudahlah, aku butuh air panas sekarang. Ada oleh-oleh kopi dari Garut.”

“Kau tengok saja lah sendiri di dalam,” timpal Mardu, “tadi pagi airnya masih panas. Cek saja termosnya. Dan untuk gelasnya kau bisa mencarinya di sudut dapur.”

Keluarga Kodir, sekali pergi ke Tasik jarang hanya bermalam satu atau dua hari. Pasti lebih dari itu. Itupun mereka datang berombong. Tiap-tiap dari mereka menginap di rmah saudara terdekat. Kebetulan, desa yang mereka singgahi memang memiliki keterkaitan darah dengan Kodir, istilahnya, satu desa satu rumpun.

Kodir menyodorkan kopi yang baru saja ia seduh. Satu untuk Mardu dan satu gelas kopi untuk dirinya sendiri, ia taruh di hadapannya. Tampak asapnya mengepul begitu pelan.

“Aku mau tanya, kapan rencananya kau akan segera menikahkan putramu. Aku pikir dia sudah cukup usia untuk segera menikah.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun