Mohon tunggu...
Ribut Achwandi
Ribut Achwandi Mohon Tunggu... profesional -

Lahir di Pekalongan, 28 Agustus 1980. Seorang pria biasa saja. Hanya seorang 'TOEKANG KEBOEN'.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Landungsari, Sejarah yang Terlupakan

14 Januari 2015   08:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:11 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

telah kau hapus dari ingatan kami

suara derap sepatu kuda penarik glinding

bertahun-tahun lamanya

jalan-jalan aspal di halaman rumah

tiada lagi menyisakan tanah

tempat bermain patok lele

telah kau hapus dari ingatan kami

cericit burung emprit dan cici geni

sejak pekarangan-pekarangan

juga tanah-tanah lapang

didesak pembangunan tata kota

telah kau hapus dari ingatan kami

pemandangan bening air kali

ketika pipa-pipa pabrik

mulai memuntahkan limbah berlebih-lebih

menghitamkan beningnya kali

memuramkan pemandangan kami

terasa gatal mata kami

kini, akan kau hapus pula ingatan kami

sejarah masa lalu nenek moyang kami

belum cukupkah yang kami beri

ataukah memang tiada peduli

pun tiada mengerti

bahwa sejarah adalah jati diri

tonggak-tonggak nilai

yang semestinya harus terus digali

siapa sebenarnya kau ini

setiba-tiba mengobrak-abrik isi almari

membongkar dokumen-dokumen masa lalu

membakarnya di tengah monumen

lalu, berdiri mengangkang menantang

berbicara lantang

bahwa sejarah itu barang rongsokan

tak perlu dibela apalagi dipertahankan

sejarah akan tumbang pada masanya

kelak atau kini

maka, kau pun bunuh sejarah

di tepi kali hitam legam

buah peras keringat

tanda tangan di atas kertas

cap stempel atas nama pemerintah

jelang pesta perpisahan

siapa sebenarnya kau ini

bukankah penjajahan di muka bumi ini

telah dihapuskan sejak lama

tetapi, kulihat senyummu seperti jenderal Deandels

pengaspal anyer-panarukan yang pongah itu

manis dilihat getir dirasa

siapa sebenarnya kau ini

yang dipilih tetapi hati beralih

adakah kau tengah menyelingkuhi

hati nuranimu sendiri

hingga lupa bersandar

pada hati kami

rakyatmu

dada kami masih sangat lebar

menunggu dengan sabar

kepalamu bersandar

agar kami usap

dan kami bisikkan

kata yang tersimpan

di relung hati paling dalam

berkisah tentang cinta kami

dengan kejujuran

singgahlah sebentar

pada hati kami

agar kau tak kesasar

di ujung jalan penghabisan

bukankah kau akan merindukan

lambaian tangan perpisahanmu

berbalas senyuman mengembang

dari hati kami paling terdalam

singgahlah sebentar

pada hati kami

rakyatmu

Landungsari, 14 Januari 2015

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun