"Mas Riyan, tadi sudah kusampaikan ada yang mau kuberikan untukmu."
"Owh ya. Apa itu?"
Fitri menyodorkan undangan pernikahannya.
"Siapa yang mau menikah Fitri?"
"Aku. Dua pekan lagi aku mau menikah. Tadinya mau kukirim lewat pos undangan ini. Karena Mas Riyan mau ke rumah kusampaikan langsung. Maaf kalau tampak kurang menghormati."
"Secepat itu kamu memutuskan calon suami setelah kepergianku belum lama ini?"
"Menurut Mas Riyan belum lama, tapi bagiku sudah cukup waktu untuk mengambil keputusan."
Kata-kata Fitri memang tidak diucapkan dengan keras, tapi terasa menyengat telinga Riyan.
"Satu hal yang ternyata Mas Riyan tak bisa memahamiku..." Fitri seperti sengaja menggantung kalimatnya, memancing rasa penasaran Riyan.
"Aku sudah berusaha sangat keras untuk bisa memahamimu," Riyan mencoba membela diri.
"Aku ini pengarsip, Mas. Setiap dokumen selalu kuarsipkan, karena aku tak mau kehilangan dokumen selembar pun."