Mohon tunggu...
Achmad Marzoeki
Achmad Marzoeki Mohon Tunggu... -

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perempuan Pengarsip (Bagian II)

3 Februari 2019   10:00 Diperbarui: 3 Februari 2019   10:43 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Sudah selesai, Dik?" sapaan lelaki itu agak mengejutkan Fitri. Jadilah mereka berkenalan. Lelaki itu adalah Riyan, yang kini duduk salah tingkah di depannya.

"Kalau menurutmu bagaimana, Fit?" Setelah lama terdiam akhirnya Riyan bertanya.

"Kok saya, Mas? Yang harus mengambil keputusan Mas Riyan, bukan saya," suara Fitri sedikit meninggi. 

Awal perkenalan, di mata Fitri, Riyan tampak sebagai pribadi yang menarik. Namun Fitri merasakan, Riyan sering gamang setiap kali mau mengambil keputusan dalam suatu masalah.

"Maksudku, mungkin kamu punya saran untukku menghadapi situasi seperti ini."

"Bukannya aku tadi sudah mengatakan. Pilihannya ada pada Mas Riyan. Kalau tidak setuju, ya katakan saja kepada orang tua Mas Riyan. Jangan mengatakan tidak setuju kepadaku tapi nyatanya mengikuti pilihan orang tua Mas Riyan. Gampang kan?"

"Sebenarnya aku tidak setuju dengan pilihan orang tuaku, tapi aku tak berani menolak."

"Itu menurut Mas," sergah Fitri.

"Kok begitu sih, Fit?"

"Orang tua Mas Riyan bisa saja punya penilaian berbeda."

"Berbeda bagaimana? Kok kamu tahu?"

"Mas Riyan lupa, saya suka baca novel. Satu tindakan orang bisa diapresiasi beragam oleh orang-orang di sekitarnya."

"Maksudnya?"

"Mas Riyan merasa tidak setuju tapi tidak berani mengatakan. Penilaian orang tua Mas Riyan bisa sebaliknya. Sebenarnya Mas Riyan setuju tapi malu mengatakan terus terang."

"Kok kamu begitu sih, Fit?"

"Coba lihat masalah tak hanya dari sudut kepentingan sendiri, Mas."

Riyan kehabisan kata-kata. Kelihaiannya sebagai seorang marketing peralatan dan produk pertanian dimentahkan seorang pengarsip. Sebagai seorang pengarsip, Fitri bukan hanya penyimpan dokumen, tapi juga pembaca yang teliti dari dokumen yang disimpannya. Membuatnya terbiasa mengetahui suatu masalah dari berbagai versi.

"Ya sudah aku pamit saja."

Sadar situasi sudah kurang kondusif, Riyan merasa lebih baik pulang. Meski dengan penuh perasaan gundah sekaligus heran.

Sebenarnya Fitri mencintaiku tidak ya? Pertanyaan yang menyeruak dalam benak Riyan. Semula dia berharap, setelah diceritakan masalahnya, Fitri akan memberati Riyan. Memintanya dengan sangat agar tidak pulang dan menolak pilihan orang tuanya.

Ini sepertinya Fitri malah menyuruh Riyan menerima saja pilihan orang tuanya.

Orang tuanya memberi waktu selama satu bulan agar Riyan mengurus kepindahannya. Urusan pindah pekerjaan tak masalah bagi Riyan, karena perusahaan tempatnya bekerja milik Pak De. Memutuskan hubungan dengan Fitri yang sungguh terasa berat. Tapi berat juga bagi Riyan untuk menolak permintaan orang tuanya. 

Sayangnya waktu tak pernah mau berkompromi, untuk sejenak berhenti. Memberi kesempatan Riyan sekadar mengatur langkah dan menata emosi. Waktu tetap saja berjalan seiring dunia yang terus berputar. Tak ada jeda walau masalah berat di depan mata rasanya ingin dihindari.

Tak ada kabar lagi dari Riyan, usai kunjungannya terakhir kali ke rumah Fitri. Tak ada juga yang mengalah mendahului menyapa sekadar bertanya kabar. Walau sesekali Fitri mengecek akun whats app Riyan dalam posisi online.

Mungkin dia juga sesekali mengecek akunku. Fitri hanya menggumam dalam hati.

Mestinya kalau positif mau nikah, terus kirim undangannya. Apa tidak tega Riyan mengirimi undangan kepadaku? Sesekali terpikir juga dalam benak Fitri, kok Riyan sama sekali belum kunjung mengirimi undangan pernikahannya.

Memasuki bulan ketiga kepindahannya dari Kebumen, Riyan kembali diguncang kegalauan. Kali ini lebih tinggi tingkatannya dibanding sebelumnya. Pernikahan yang direncanakan orang tuanya akhirnya gagal. Calon mempelai perempuan mendadak membatalkan secara sepihak.

Hanya pesan singkat melalui whats app yang diterima Riyan dari Lastri, calon istri pilihan orang tuanya.

"Maaf Mas, saya tidak mau merebut calon suami orang."

Dari mana Lastri tahu tentang Fitri? Riyan hanya bisa terbengong-bengong. Sudah terlanjur pindah kerja. Sudah terlanjur memutuskan hubungan dan bahkan komunikasi dengan Fitri. Ternyata batal menikah. Mau menyalahkan orang tuanya?

Riyan baru bisa memahami kalimat Fitri untuk belajar melihat masalah jangan hanya dari sudut kepentingan sendiri.

(Bersambung)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun