"Ya. Saya pernah mengantar putri saya mengajukan berkas gugatan cerai ke Pengadilan Agama. Dan seperti itu pula pertanyaan Pak Prapto kepada putri saya maupun pendaftar yang lain?"
Cerita Fadlan hanya ditanggapi Suprapto dengan mengangguk-angguk. Ingatannya masih gagal untuk memastikan saat terjadinya peristiwa yang diceritakan Fadlan.
"Mengapa Pak Dokter tidak sampaikan ke saya kalau putri Bapak mau mendaftarkan perkara ke Pengadilan Agama?" sesal Surti.
"Saya sebelumnya tidak tahu, Bu. Kalau Pak Prapto bertugas di Pengadilan Agama. Lagi pula bukan itu masalahnya buat saya."
"Lalu?" Surti penasaran.
"Begini. Saya dan Pak Prapto sama-sama pelayan masyarakat. Hanya beda bidang yang dilayani. Namanya pelayan masyarakat harus telaten mendengar dan mengarahkan dalam menghadapinya. Bukan malah kita manfaatkan kebingungan masyarakat agar ada ongkos tambahan yang bisa masuk ke kantong kita."
Suprapto dan Surti jadi diam.
"Bisa dibayangkan kalau Bu Surti belum mengenal saya sebelumnya. Saya tanya seperti itu pasti langsung terkejut, seperti Pak Prapto tadi."
Suprapto dan Surti masih terdiam juga.
"Apalagi kemudian Pak Prapto dan Bu Surti terus saya suruh menjalani tes DNA untuk memastikan anak siapa, bayi dalam kandungan Bu Surti," lanjut Fadlan.
"Saya jadi malu, Pak Dokter," ucap Suprapto pelan.