"Sebesar itukah bahanya?"
"Ya, karena itu aku harap kamu tak usah ikut menuju horizon itu"
"Tapi kamu dah mengajaku terlalu jauh. Aku nggak bisa mundur lagi"
"Baiklah. Aku tak bisa menghalangimu jika itu sudah menjadi pilihanmu"
Sejak saat itulah, aku diajak menjelajahi horizon baru yang diisi oleh para hukama dan sufi yang tak jarang susah aku pahami bahasanya. Ikhwanu Shoffa adalah lembaran pertama yang ia ajarkan padaku. Sebuah catatan yang harus kulangi 10 kali untuk sekedar bisa memahaminya.
"Berat juga ya memahaminya" Begitu kadang berniat mundur.
Kita itu tak terlalu lama saling mengenal. Tapi cara kamu mengajaku berbincang, sepertinya sangat paham apa yang aku inginkan. Selalu ada jawaban untuk pertanyaan yang biasa mengganggu alam pikiranku.
Bukan hanya puitis, kata-katamu juga bersayap. Kadang kupahami sebagai sebuah ajakan, tapi kamu tak pernah menyebutnya ajakan. Bahkan kamu cuek untuk membuktikan ajakan itu.
GPS ku kerap rusak sejak itu. Kadang aku kesulitan kembali di kehidupan normal yang dahulu memberiku ketenangan.
**
"Kenapa WA ku tak juga kau baca?"