Mohon tunggu...
Moh. Nur Khabib K
Moh. Nur Khabib K Mohon Tunggu... Lainnya - Orang kecil yang selalu berproses

Santri pegiat literasi, sekaligus pengagum karya sastra, seni dan budaya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perjalanan Kegagalan

12 Januari 2022   17:25 Diperbarui: 12 Januari 2022   17:26 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mobil kijang membawa Bagas beserta rombongan menuju tempat wisata yang bisa dirasa jauh dari desa mereka. Terlihat mereka sangat menikmati perjalanan yang sudah lama mereka rencanakan. Kanan-kiri perjalanan banyak rimbunnya pepohonan dan tumbuhan. Bagas sangat menikmatinya.

Pukul 11.25 malam, artinya 50 menit berlalu sopir memulai laju mobilnya. Tampak Bagas masih menyorotkan tajam matanya ke langit-langit mobil rombongan. Sambil dipangku tangan kirinya, sesekali Bagas menyorotkan matanya ke jendela mobil sembari menikmati sepinya malam selama perjalanan.

Waktu telah berlalu, dua jam lebih sopir memulai laju mobilnya, tampak sepasang bola matanya masih begitu kuat. Sorot mata yang masih tajam, dan raut wajah yang segar, bisa menggambarkan keadaan Bagas dalam mobil perjalanan selama dua jam lebih itu. Sesekali ia memencet tombol power telepon genggamnya untuk memastikan sudah berapa jam ia perjalanan.

Waktu malam dirasa yang paling pas bagi Bagas untuk menyusun kata demi kata, harapannya bisa menjadi tulisan utuh yang ia harapkan setelah sehari aktivitas kuliah, membaca, dan diskusi yang ia lakukan. Sebab tak lama ini, ia mendapat motivasi dari teman sebaya di kampungnya, yang tampak pada malam itu tidak ikut dalam rombongan.

Malam itu Bagas tampak kesulitan menyusun kata dalam perjalanan. Hal itu tak seperti biasa ia rasakan malam hari saat seperti di rumah, maka tak jarang Bagas menghadapkan wajah segarnya itu ke kaca dan atap mobil untuk mendapatkan sesuatu. Sesekali ia menolehkan wajahnya ke belakang, tampak di situ ada Adi, yang juga sering menjadi temannya untuk bertukar pengalaman.

Tak kunjung mendapat sesuatu, sayup mata dan bola mata yang mulai memerah, bisa diterjemahkan bahwa rasa kantuk mulai Bagas rasakan, tak lama pun ia menikmati perjalanan dengan tidur.

***

Subuh menjelang, waktu menunjukkan pukul 3.10 ketika Bagas bangun dari tidurnya. Itu berarti ia masih ada waktu untuk mendapatkan sesuatu, setelah sedari malam selama perjalanan, ia tak mendapatkan sesuatu. Kembali, ia mencoba mendapatkan sesuatu dari hamparan pemandangan indah yang ia lihat dari balik kaca mobil.

Menurut Bagas, usaha yang dilakukannya sudah maksimal untuk mendapatkan sesuatu. Tapi nahas, ia tak kunjung mendapatkannya sesuai yang ia harapkan, juga yang ia dapatkan motivasi dari teman sebayanya yang tak ikut dalam rombongan itu.

Wajah murung kembali menghampirinya, tak tahu dengan cara apa lagi ia mendapatkan sesuatu untuk ia tulis dalam catatan harian. Rasa kesal mulai ia derita. Malam hari ketika mulai perjalanan ia sudah berusaha untuk menuliskan susunan kata-kata, namun ia tak bisa menuliskannya, hingga ia menikmati perjalanan dengan tidur. Lalu ia bangun ketika subuh menjelang, tapi tetap saja tak bisa menuliskan kata-kata yang ia harapkan.

***

Matahari mulai mengintip dari timur. Perlahan orang-orang mulai merasakan kehangatan. Rombongan itu tampak belum sampai ke tempat tujuan. Teman sebaya desa Bagas yang ada dalam rombongan itu mulai membuka sepasang matanya. Tak sadar mereka begitu lelapnya menikmati tidur selama perjalanan.

"Perjalanan sampai lokasi berapa menit lagi, Gas?" tanya Amin, yang sedari berangkat duduk di sebelah kanan Bagas.

"Kurang lebih satu jam setengah lagi kita sampai."

Kali ini rombongan itu menikmati sisa perjalanan dengan mendengarkan musik, camilan pagi, hingga ada yang melanjutkan tidur lagi. Berbeda dengan Bagas, yang tetap saja menikmati perjalanan dengan melihat kiri-kanan perjalanan, dan sesekali ia menembuskan pandangan ke langit mobil, berharap ia akan mendapatkan sesuatu untuk bisa ia tuliskan.

Perlahan ia sudah mendapat rangkaian kata, namun tangan kanannya seakan membeku untuk mengambil buku. Jemarinya dirasa berat untuk menuliskan rangka kata itu. Dalam angannya, ia merasa tak pantas untuk bila rangkaian itu dituliskan.

"Woi, Gas, jangan melamun, masih pagi!" bentak Amin

"Aduh, kamu Min, membuyarkan konsentrasiku saja" timbal Bagas sedih

***

Tak dirasa, rombongan yang isinya teman sebaya desa itu hampir sampai tempat tujuan. Bagas pun masih memasang wajah murung, sembari tetap memanjakan pikirannya untuk berimajinasi menerawang cakrawala. Kali ini dengan wajah dihadapkan ke bawah.

"Woi, jangan tidur, ini kita mau sampai pantai tujuan" nada kaget Adi yang duduk persis di kursi belakang Bagas, sembari mendorong punggung.

Tak lama, mobil yang membawa rombongan itu telah melewati pintu masuk wisata. Artinya, sebentar lagi rombongan itu turun dari mobil untuk menapakkan kaki di atas hamparan pasir, sembari menikmati pagi.

Semua rombongan turun dari mobil, berpencar memilih tempat sendiri untuk melepaskan ekspresi. Bagas, yang selama perjalanan malam itu kini memilih mendekat ke bibir pantai.

Tampaknya, agak sedikit berbeda ketika Bagas mendekat ke bibir pantai itu, ia mengeluarkan buku dari dalam tas mungil yang masih diselempangkan di dadanya, yang selama perjalanan tak ia keluarkan. Buku itu, yang dibukanya lembar demi lembar berisikan kumpulan puisi. Masih di bibir pantai itu, dibacanya satu puisi untuk melampiaskan kesedihan , begini bunyi puisi itu,

sepasang mata adalah diriku

yang lelah bila terus mengejar fatamorgana

seperti mentari yang lelah

yang perlahan mulai istirahat di bagian barat

alangkah bodohnya aku

yang selalu mengejar kegagalan

yang membuat diriku terjebak dalam kesedihan

~ ~ Selesai ~ ~

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun