Mohon tunggu...
Imam Maliki
Imam Maliki Mohon Tunggu... Wiraswasta - Manusia yang ingin berbuat lebih, melebihi rasa malas

Entrepreneur

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menjelang Malam di Hutan Manokwari

23 November 2018   23:35 Diperbarui: 23 November 2018   23:56 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pantai Maruni sore itu mendung, sepertinya hujan akan turun  setelah 7 bulan tidak terjamah air hujan.

Pantai Maruni Kurang lebih 20 kilometer dari ibu kota Manokwari, Papua Barat. Pantai ini yang di tawarkan Pak Lukman kepada Mr.Fred, ketika ia mengajak berpetualang meneliti aneka flora dan fauna. Pantai landai yang di penuhi batu kuarsa hitam dengan air yang jernih, menjadikan siapapun yang mengunjunginya akan lupa untuk pulang, jalan bergeronjal yang membentang dari kota sampai ke bibir pantai seperti terbayar lunas .

Bukan tanpa alasan, semenjak lulus SMA, tepatnya 28 tahun lalu Lukman tidak pernah lagi menjelajahi obyek wisata di Papua. Pulang ke Manokwari pun tiga tahun belum pasti. Prita dan Kevin adalah oleh-oleh untuk ibunya setelah merantau ke Jakarta dan bekerja di Balai Karantina.

"Lukman, dimana makam ayahmu?" tanya Mr.Fred di sela perjalanan pulang.

Insting Mr. Fred memang tajam, ayah Lukman memang di makamkan di hutan konservasi menuju pantai Maruni. Hidup ayah Lukman memang di dedikasikan untuk alam, matipun tidak ingin jauh dari alam. Kegilaan mirip Mr.Fred.

Ayah lukman adalah teman karib Mr.Fred ketika menggelandang menjelajahi hutan Amazon, di sela belajar di Harvard University.

**

Bret.. bret.. brett bus yang kami tumpangi berhenti berdecit. Pepohonan berwarna jingga, pantulan dari sang surya yang sudah pamit ke peraduan di ufuk barat. Sebentar lagi gelap.

(enamenit.blogspot.com)
(enamenit.blogspot.com)
'Ya ampun, mati aku, kenapa bus ini harus mogok di tempat yang angker ini" keluh kanaya setengah teriak hampir menangis.

'han.. han..hantuuu" teriak Kanaya sambil terbata-bata. Dubrak... Kanaya menabrak Anggi yang sejak tadi asyik dengan kameranya. Anggi kesakitan kakinya terkilir. Mr.Fred dengan sigap membuka tas ranselnya, yang mirip toko Palugada (Apa lu butuh gue ada).  "oleskan ini, 5 menit pasti sembuh kembali" Kata Fred menyulurkan parem kocok pemberian masyarakat dayak Kalimantan.

Sepelemparan batu bergerak-gerak seonggok benda hitam dengan sorot mata tajam, seperti mengeluarkan sinar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun