Mohon tunggu...
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ketua Gerakan mahasiswa nasional Indonesia (GmnI) Caretaker Komisariat Universitas Terbuka
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Membaca Buku Dan Mendengarkan Musik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Hipotesis Pemilu 1987: Penggunaan Sistem Pemilu Campuran

10 Juli 2024   03:45 Diperbarui: 10 Juli 2024   05:23 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Pribadi/Harian Suara Merdeka Edisi 6 Januari 1987

### HIPOTESIS: PRAKIRAAN PEROLEHAN SUARA DAN KURSI PPP-GOLKAR-PDI DI PEMILU 1987 JIKA MEMAKAI SISTEM PEMILU CAMPURAN

Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia telah mengalami berbagai perubahan sistem dari waktu ke waktu. Salah satu sistem yang menarik untuk dieksplorasi adalah sistem pemilu campuran, yang menggabungkan elemen-elemen dari sistem proporsional dan mayoritarian. 

Artikel ini berupaya menghipotesiskan perolehan suara dan kursi tiga partai besar pada Pemilu 1987, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan Karya (Golkar), dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI), jika menggunakan sistem pemilu campuran.

#### Sistem Pemilu 1987

Pada Pemilu 1987, Indonesia menggunakan sistem proporsional tertutup dengan metode perhitungan kursi menggunakan kuota Hare. Sistem ini memberikan kesempatan yang lebih besar bagi partai-partai besar untuk mendominasi kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Golkar, sebagai partai pemerintah, mendominasi pemilu ini dengan perolehan 73,11% suara, sementara PPP dan PDI masing-masing mendapatkan 15,97% dan 10,87% suara.

#### Sistem Pemilu Campuran

Sistem pemilu campuran menggabungkan unsur-unsur dari sistem proporsional dan sistem mayoritarian. Dalam sistem ini, sebagian kursi DPR dialokasikan berdasarkan hasil pemilihan distrik (sistem mayoritarian) dan sebagian lagi berdasarkan proporsi suara nasional (sistem proporsional). Misalnya, jika DPR terdiri dari 500 kursi, 250 kursi bisa dialokasikan berdasarkan pemilihan distrik dan 250 kursi lainnya berdasarkan hasil proporsional.

### Hipotesis Perolehan Suara dan Kursi

#### Golkar

Sebagai partai yang mendominasi Pemilu 1987, Golkar memiliki jaringan dan sumber daya yang sangat kuat. Dalam sistem pemilu campuran, Golkar kemungkinan besar akan mendapatkan keuntungan yang signifikan dalam pemilihan distrik. Dengan pengaruh yang luas di berbagai daerah, Golkar diperkirakan bisa memenangkan mayoritas dari 250 kursi distrik.

Dalam pemilihan proporsional, dengan asumsi pola perolehan suara tetap seperti pada Pemilu 1987, Golkar bisa mendapatkan sekitar 73,11% dari 250 kursi proporsional, yaitu sekitar 183 kursi. Ditambah dengan perkiraan kemenangan mayoritas kursi distrik, Golkar bisa memperoleh total sekitar 350-400 kursi dari 500 kursi di DPR.

#### PPP

PPP, dengan basis massa yang kuat di kalangan umat Islam, memiliki kekuatan tersendiri dalam beberapa daerah. Dalam sistem distrik, PPP mungkin akan memenangkan kursi di daerah-daerah dengan mayoritas pendukung PPP, meskipun tidak sebanyak Golkar. Diperkirakan, PPP bisa memperoleh sekitar 30-50 kursi dari pemilihan distrik.

Untuk kursi proporsional, dengan perolehan suara sebesar 15,97%, PPP bisa mendapatkan sekitar 40 kursi dari 250 kursi proporsional. Secara total, PPP kemungkinan besar akan mendapatkan sekitar 70-90 kursi dari 500 kursi di DPR.

#### PDI

PDI, sebagai partai dengan basis dukungan yang lebih tersebar dan tidak sekuat Golkar atau PPP, mungkin akan kesulitan dalam memenangkan kursi distrik. Namun, PDI masih bisa mendapatkan beberapa kursi di daerah-daerah tertentu. Diperkirakan, PDI bisa mendapatkan sekitar 10-20 kursi dari pemilihan distrik.

Dalam pemilihan proporsional, dengan perolehan suara sebesar 10,87%, PDI diperkirakan akan mendapatkan sekitar 27 kursi dari 250 kursi proporsional. Total kursi yang mungkin diperoleh PDI dalam sistem pemilu campuran ini adalah sekitar 37-47 kursi dari 500 kursi di DPR.

### Analisis Perbandingan

Jika dibandingkan dengan hasil Pemilu 1987 menggunakan sistem proporsional tertutup, sistem pemilu campuran memberikan beberapa keuntungan dan tantangan bagi ketiga partai besar tersebut. Golkar tetap dominan, namun distribusi kursi bisa lebih merata antara PPP dan PDI. PPP, dengan basis massa yang kuat di daerah tertentu, bisa mendapatkan keuntungan di pemilihan distrik, sedangkan PDI mungkin akan mengalami tantangan lebih besar.

Sistem pemilu campuran juga dapat meningkatkan representasi wilayah dan mengurangi dominasi satu partai di DPR. Dengan adanya kursi distrik, wakil-wakil rakyat akan lebih berfokus pada kepentingan daerah pemilihannya, sementara kursi proporsional memastikan representasi partai-partai sesuai dengan proporsi suara nasional.

### Kesimpulan

Hipotesis perolehan suara dan kursi Golkar, PPP, dan PDI dalam Pemilu 1987 jika menggunakan sistem pemilu campuran menunjukkan bahwa Golkar akan tetap dominan dengan sekitar 350-400 kursi, PPP dengan sekitar 70-90 kursi, dan PDI dengan sekitar 37-47 kursi. 

Sistem pemilu campuran dapat membawa keseimbangan yang lebih baik dalam representasi politik di DPR dan meningkatkan keterwakilan daerah. Namun, implementasi sistem ini juga membutuhkan penyesuaian dan kesiapan dari partai-partai serta pemilih di Indonesia.

Perubahan sistem pemilu selalu membawa dampak yang signifikan terhadap dinamika politik suatu negara. Dengan mempertimbangkan hipotesis ini, kita dapat lebih memahami bagaimana sistem pemilu yang berbeda dapat mempengaruhi hasil politik dan representasi di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun