Mohon tunggu...
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ketua Gerakan mahasiswa nasional Indonesia (GmnI) Caretaker Komisariat Universitas Terbuka
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Membaca Buku Dan Mendengarkan Musik

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Rakyat Butuh Rumah, Bukan Deritanya Yang Ditambah

27 Juni 2024   06:59 Diperbarui: 27 Juni 2024   07:02 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.instagram.com/p/C8rEdsORLlr/?igsh=bGVyM2Y4b3d5c284

**Rakyat Butuh Rumah, Bukan Deritanya yang Ditambah: Catatan Kritis Islam dan Marhaenisme Terhadap UU No. 4 Tahun 2016 tentang Tapera**

Permasalahan perumahan di Indonesia adalah isu yang mendesak dan kompleks. Bagi sebagian besar rakyat, memiliki rumah yang layak adalah impian yang sulit dicapai, terutama di tengah kondisi ekonomi yang tidak menentu. Dalam upaya untuk mengatasi masalah ini, pemerintah Indonesia mengesahkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Namun, UU ini telah mengundang kritik dari berbagai kalangan, termasuk dari perspektif Islam dan Marhaenisme, yang melihat adanya potensi penambahan beban bagi rakyat alih-alih solusi nyata terhadap kebutuhan perumahan.

### Latar Belakang UU Tapera

UU No. 4 Tahun 2016 tentang Tapera bertujuan untuk menyediakan akses yang lebih luas kepada masyarakat dalam memiliki rumah. Tapera adalah sebuah skema tabungan yang mewajibkan pekerja dan pemberi kerja untuk menyisihkan sebagian penghasilan ke dalam dana tabungan yang nantinya dapat digunakan untuk pembiayaan perumahan. Pemerintah berargumen bahwa ini adalah langkah penting untuk mengatasi backlog perumahan dan memastikan bahwa setiap warga negara dapat memiliki rumah yang layak.

### Kritik Perspektif Islam

Dari perspektif Islam, terdapat beberapa poin kritis terhadap UU Tapera:

1. **Keberatan Syariah atas Sistem Bunga**: Salah satu kritik utama adalah bahwa sistem Tapera, yang mungkin melibatkan pembiayaan dengan bunga, bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah yang melarang riba (bunga). Islam menganjurkan sistem keuangan yang bebas dari riba dan lebih berfokus pada kemitraan yang adil dan pembagian risiko.

2. **Keadilan Sosial dan Distribusi Kekayaan**: Islam menekankan pentingnya keadilan sosial dan distribusi kekayaan yang adil. Skema Tapera, yang mewajibkan iuran dari pekerja berpenghasilan rendah, dapat dianggap tidak adil karena menambah beban ekonomi mereka. Dalam pandangan Islam, negara seharusnya mengambil peran yang lebih besar dalam menyediakan perumahan melalui zakat dan wakaf, bukan dengan membebani rakyat miskin.

### Kritik Perspektif Marhaenisme

Marhaenisme, sebagai ideologi yang diperkenalkan oleh Sukarno, juga memberikan kritik terhadap UU Tapera. Marhaenisme berfokus pada pembebasan rakyat kecil dari penindasan ekonomi dan sosial, serta memperjuangkan kemandirian ekonomi rakyat.

1. **Beban Tambahan bagi Kaum Marhaen**: Tapera dapat dilihat sebagai beban tambahan bagi kaum marhaen (rakyat kecil) yang sudah berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Kewajiban menyisihkan sebagian penghasilan untuk tabungan perumahan, tanpa jaminan manfaat yang langsung dirasakan, menambah tekanan ekonomi bagi mereka.

2. **Peran Negara dalam Penyediaan Perumahan**: Marhaenisme menekankan peran negara dalam memastikan kesejahteraan rakyat, termasuk dalam penyediaan perumahan. Negara seharusnya lebih proaktif dalam membangun perumahan rakyat dan menyediakan subsidi perumahan, bukannya melempar tanggung jawab tersebut kepada rakyat melalui skema tabungan wajib.

### Dampak UU Tapera Terhadap Rakyat

Implementasi UU Tapera telah menimbulkan beberapa dampak signifikan terhadap masyarakat:

1. **Beban Ekonomi**: Bagi pekerja berpenghasilan rendah, kewajiban menyisihkan sebagian penghasilan untuk Tapera dapat mengurangi daya beli mereka dan memperburuk kondisi ekonomi rumah tangga.

2. **Ketidakpastian Manfaat**: Banyak pekerja yang meragukan manfaat nyata dari Tapera, terutama karena skema ini membutuhkan waktu lama sebelum tabungan dapat digunakan untuk pembiayaan perumahan. Ketidakpastian ini menimbulkan kekhawatiran bahwa mereka mungkin tidak akan merasakan manfaat langsung dari skema tersebut.

3. **Kesenjangan Sosial**: UU Tapera berpotensi memperlebar kesenjangan sosial jika tidak diimplementasikan dengan kebijakan pendukung yang tepat. Tanpa dukungan yang memadai, pekerja berpenghasilan rendah mungkin akan terus kesulitan mengakses perumahan yang layak.

### Solusi dan Rekomendasi

Untuk mengatasi kritik dan masalah yang dihadapi, beberapa rekomendasi dapat dipertimbangkan:

1. **Penerapan Sistem Keuangan Syariah**: Mengadopsi prinsip-prinsip keuangan syariah dalam skema Tapera untuk memastikan tidak adanya unsur riba dan meningkatkan keadilan dalam distribusi manfaat.

2. **Peran Negara yang Lebih Besar**: Negara harus mengambil peran yang lebih aktif dalam penyediaan perumahan melalui pembangunan perumahan rakyat yang terjangkau dan pemberian subsidi perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

3. **Fleksibilitas dan Transparansi**: Memastikan bahwa skema Tapera fleksibel dan transparan, sehingga pekerja dapat melihat manfaat nyata dari tabungan mereka dalam jangka waktu yang wajar.

4. **Pendidikan dan Sosialisasi**: Meningkatkan pendidikan dan sosialisasi tentang skema Tapera kepada masyarakat untuk memastikan pemahaman yang jelas dan mencegah kesalahpahaman.

### Kesimpulan

UU No. 4 Tahun 2016 tentang Tapera merupakan upaya pemerintah untuk mengatasi masalah perumahan di Indonesia. Namun, kritik dari perspektif Islam dan Marhaenisme menunjukkan bahwa skema ini masih memiliki kelemahan yang perlu diperbaiki. Dengan mempertimbangkan rekomendasi yang ada, diharapkan Tapera dapat benar-benar menjadi solusi yang adil dan efektif dalam memenuhi kebutuhan perumahan rakyat, tanpa menambah beban dan derita mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun