Mohon tunggu...
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ketua Gerakan mahasiswa nasional Indonesia (GmnI) Caretaker Komisariat Universitas Terbuka
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Membaca Buku Dan Mendengarkan Musik

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Hipotesis Perolehan Suara dan Kursi PPP-Golkar-PDI di Pemilu 1997 jika Menggunakan Sistem Distrik

26 Juni 2024   04:13 Diperbarui: 26 Juni 2024   04:20 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.kompas.id/baca/foto/2023/12/15/arsip-foto-kompas-pemilu-era-orde-baru-fusi-partai-dan-dominasi-golkar

### Pendahuluan

Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 1997 di Indonesia merupakan salah satu peristiwa politik penting dalam sejarah Indonesia. Pada pemilu ini, tiga partai politik utama yang berkompetisi adalah Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Golongan Karya (Golkar), dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Pada pemilu tersebut, Indonesia masih menggunakan sistem pemilihan proporsional tertutup, di mana pemilih memilih partai, bukan individu. Artikel ini akan menghipotesiskan bagaimana hasil perolehan suara dan kursi ketiga partai tersebut jika Pemilu 1997 menggunakan sistem distrik, yakni sistem pemilihan di mana negara dibagi menjadi beberapa distrik dan masing-masing distrik memilih wakilnya secara langsung.

### Sistem Pemilihan: Proporsional vs Distrik

Sistem pemilihan proporsional tertutup memungkinkan partai untuk memperoleh kursi di parlemen berdasarkan persentase suara yang diperoleh secara nasional. Sebaliknya, dalam sistem distrik, negara dibagi menjadi beberapa wilayah kecil atau distrik, dan setiap distrik diwakili oleh satu anggota parlemen. Wakil tersebut dipilih berdasarkan suara terbanyak di distrik tersebut. Kedua sistem ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

#### Sistem Proporsional Tertutup

- **Kelebihan**: Mewakili beragam suara di masyarakat, mengurangi risiko dominasi satu partai, lebih adil dalam representasi minoritas.

- **Kekurangan**: Menghasilkan parlemen yang mungkin kurang stabil, partai kecil memiliki pengaruh yang besar.

#### Sistem Distrik

- **Kelebihan**: Memperkuat hubungan antara wakil dan konstituen, lebih mudah dimengerti oleh pemilih, bisa menghasilkan pemerintahan yang lebih stabil.

- **Kekurangan**: Potensi dominasi oleh satu partai, representasi minoritas bisa terpinggirkan, gerrymandering.

### Pemilu 1997: Latar Belakang dan Hasil

Pemilu 1997 diadakan di tengah-tengah periode Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto. Pada pemilu ini, Golkar mendominasi dengan memenangkan mayoritas kursi, sementara PPP dan PDI menjadi partai oposisi yang jauh lebih kecil. Berikut adalah hasil perolehan suara nasional:

- **Golkar**: 74,51%

- **PPP**: 22,43%

- **PDI**: 3,06%

Dalam sistem proporsional tertutup, distribusi kursi di parlemen berdasarkan perolehan suara tersebut. Namun, bagaimana jika pemilu tersebut menggunakan sistem distrik?

### Hipotesis Perolehan Kursi dalam Sistem Distrik

Untuk menghipotesiskan perolehan suara dan kursi PPP, Golkar, dan PDI dalam sistem distrik, kita perlu mempertimbangkan beberapa faktor:

1. **Distribusi geografis basis dukungan**: Golkar memiliki dukungan kuat di banyak daerah pedesaan dan perkotaan.

2. **Kekuatan kandidat individu**: Dalam sistem distrik, kandidat yang populer di daerahnya dapat lebih mudah terpilih.

3. **Peran pemerintah dan administrasi daerah**: Pada masa Orde Baru, dukungan terhadap Golkar seringkali didorong oleh aparat pemerintah di daerah.

### Analisis Hipotesis

#### 1. Basis Dukungan Geografis

Golkar memiliki basis dukungan yang merata di seluruh Indonesia, terutama di daerah pedesaan yang lebih sulit dijangkau oleh partai oposisi. Jika menggunakan sistem distrik, Golkar kemungkinan besar masih akan mendominasi di banyak distrik karena distribusi dukungan yang luas.

#### 2. Kekuatan Kandidat Individu

Dalam sistem distrik, kandidat yang dikenal baik dan memiliki reputasi baik di daerahnya berpeluang besar untuk menang. Di beberapa daerah dengan tokoh PPP yang kuat, partai ini mungkin akan memenangkan beberapa kursi yang lebih banyak dibandingkan sistem proporsional. Namun, secara keseluruhan, jumlah kursi yang diperoleh PPP mungkin tidak akan berbeda jauh karena dominasi Golkar.

#### 3. Peran Pemerintah dan Aparat Daerah

Pada masa Orde Baru, Golkar mendapat banyak keuntungan dari dukungan pemerintah dan aparat daerah. Dalam sistem distrik, ini bisa memberikan keuntungan tambahan bagi Golkar, karena kontrol dan pengaruh pemerintah lebih kuat di tingkat lokal.

### Simulasi Perolehan Kursi

Berdasarkan analisis di atas, berikut adalah simulasi hipotesis perolehan kursi jika Pemilu 1997 menggunakan sistem distrik:

- **Golkar**: Akan mendominasi di sebagian besar distrik karena dukungan yang merata dan kuatnya pengaruh pemerintah di tingkat lokal.

- **PPP**: Akan memenangkan beberapa distrik terutama di daerah perkotaan dan daerah dengan tokoh-tokoh yang kuat.

- **PDI**: Kemungkinan hanya akan memenangkan beberapa distrik di wilayah yang benar-benar menjadi basis kuat mereka.

Secara spesifik, kita dapat memperkirakan bahwa:

- **Golkar**: Mungkin akan memperoleh sekitar 75-80% kursi.

- **PPP**: Akan memperoleh sekitar 15-20% kursi.

- **PDI**: Mungkin hanya memperoleh sekitar 2-5% kursi.

### Kesimpulan

Jika Pemilu 1997 menggunakan sistem distrik, Golkar kemungkinan besar masih akan mendominasi parlemen dengan perolehan kursi yang signifikan. PPP mungkin akan mengalami sedikit peningkatan dalam perolehan kursi dibandingkan sistem proporsional karena beberapa tokoh kuat di daerah, sementara PDI mungkin hanya akan memperoleh sedikit kursi. Dominasi Golkar yang didukung oleh kontrol pemerintah pusat dan lokal akan tetap menjadi faktor utama dalam hasil pemilu tersebut. Sistem distrik cenderung memperkuat kekuasaan partai yang sudah dominan dan mengurangi representasi partai-partai yang lebih kecil, terutama dalam konteks politik Indonesia pada masa Orde Baru.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun