# Simulasi Perolehan Suara PPP, Golkar, dan PDI di Pemilu 1997 dengan Sistem Proporsional Terbuka: Sebuah Hipotesis
Pemilu 1997 di Indonesia adalah salah satu pemilu terakhir di bawah rezim Orde Baru sebelum reformasi politik besar-besaran terjadi pada tahun 1998. Pada pemilu ini, sistem pemilihan yang digunakan adalah sistem proporsional tertutup, di mana pemilih hanya memilih partai, dan partai kemudian menentukan siapa yang akan duduk di kursi parlemen. Partai yang berkompetisi pada saat itu adalah Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan Karya (Golkar), dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Untuk tujuan artikel ini, kita akan melakukan simulasi perolehan suara dan kursi ketiga partai tersebut seandainya Pemilu 1997 dilakukan dengan sistem proporsional terbuka. Dalam sistem proporsional terbuka, pemilih memiliki kesempatan untuk memilih kandidat langsung, bukan hanya partai. Hal ini diyakini akan memberikan hasil yang lebih merefleksikan preferensi individu pemilih terhadap kandidat tertentu di dalam partai.
## Latar Belakang Pemilu 1997
Pemilu 1997 berlangsung dalam suasana politik yang sangat terkendali oleh pemerintah Orde Baru di bawah pimpinan Presiden Soeharto. Golkar sebagai partai yang didukung oleh pemerintah memiliki keunggulan besar dibandingkan PPP dan PDI. Hasil resmi dari Pemilu 1997 menunjukkan dominasi Golkar dengan perolehan suara sekitar 74,5%, diikuti oleh PPP dengan 22,4%, dan PDI dengan 3,1%.
Namun, sistem pemilu yang digunakan pada saat itu sangat mendukung kekuatan Golkar dengan berbagai mekanisme pengendalian dan manipulasi suara yang cukup signifikan. Oleh karena itu, sangat menarik untuk mengkaji bagaimana perolehan suara ini mungkin berubah jika sistem yang lebih transparan dan terbuka diterapkan.
## Sistem Proporsional Terbuka
Dalam sistem proporsional terbuka, pemilih tidak hanya memilih partai tetapi juga kandidat individu yang mereka dukung dari partai tersebut. Kursi kemudian dialokasikan kepada kandidat berdasarkan jumlah suara yang mereka terima, yang kemudian dijumlahkan untuk menentukan perolehan kursi partai. Sistem ini mendorong kandidat untuk lebih dikenal dan dekat dengan pemilih mereka, sehingga lebih memungkinkan adanya representasi yang lebih adil dan sesuai dengan preferensi pemilih.
### Asumsi dalam Simulasi
Untuk menyusun simulasi ini, kita perlu membuat beberapa asumsi dasar:
1. **Perolehan Suara Individual**: Diasumsikan bahwa distribusi suara untuk kandidat dalam setiap partai akan proporsional terhadap popularitas masing-masing kandidat.
2. **Distribusi Geografis**: Distribusi suara di seluruh daerah pemilihan (dapil) tetap konstan, mengingat data yang tersedia tidak menguraikan distribusi suara pada tingkat yang lebih granular.
3. **Tingkat Partisipasi Pemilih**: Diasumsikan tidak ada perubahan signifikan dalam tingkat partisipasi pemilih karena perubahan sistem pemilihan.
### Hipotesis
Dengan memperkenalkan sistem proporsional terbuka, kita berhipotesis bahwa:
1. **PPP dan PDI akan memperoleh suara yang lebih signifikan**: Dengan sistem terbuka, kandidat dari PPP dan PDI yang mungkin lebih dikenal dan disukai di tingkat lokal akan mendapatkan suara lebih banyak dibandingkan dengan sistem tertutup, di mana pemilih mungkin merasa suara mereka akan sia-sia jika memilih partai yang bukan Golkar. Â Â
2. **Perolehan suara Golkar akan menurun**: Sistem terbuka akan mengurangi keuntungan struktural yang dimiliki Golkar. Kandidat Golkar harus bersaing lebih langsung dengan kandidat dari partai lain yang mungkin lebih populer di daerah tertentu.
3. **Representasi yang lebih beragam**: Sistem proporsional terbuka akan menghasilkan representasi yang lebih beragam di parlemen, dengan lebih banyak kandidat dari PPP dan PDI yang terpilih berdasarkan popularitas individu.
### Proyeksi Perolehan Suara
Berdasarkan hasil resmi Pemilu 1997 dan asumsi di atas, berikut adalah proyeksi kasar perolehan suara dan kursi untuk masing-masing partai dengan sistem proporsional terbuka:
#### Golkar
- **Proyeksi suara**: 60%
- **Proyeksi kursi**: 65% dari total kursi (penurunan dari dominasi 74,5%)
#### PPP
- **Proyeksi suara**: 28%
- **Proyeksi kursi**: 25% dari total kursi (kenaikan dari 22,4%)
#### PDI
- **Proyeksi suara**: 12%
- **Proyeksi kursi**: 10% dari total kursi (kenaikan dari 3,1%)
## Analisis Dampak
### Dampak Politik
Sistem proporsional terbuka kemungkinan akan mendorong kandidat dari semua partai untuk lebih aktif berkampanye dan terlibat langsung dengan konstituen mereka. Ini akan meningkatkan akuntabilitas dan memperkuat demokrasi representatif.
### Dampak Sosial
Pemilih akan merasa suara mereka lebih berharga dan memiliki dampak langsung pada siapa yang terpilih. Ini bisa meningkatkan partisipasi pemilih dan keterlibatan masyarakat dalam proses politik.
### Dampak pada Stabilitas Pemerintahan
Dengan representasi yang lebih beragam, pemerintah mungkin perlu berkoalisi dengan lebih banyak partai untuk mencapai mayoritas, yang dapat meningkatkan dinamika politik di parlemen namun juga bisa memperlambat proses legislasi.
## Kesimpulan
Simulasi perolehan suara dengan sistem proporsional terbuka untuk Pemilu 1997 menunjukkan potensi perubahan signifikan dalam hasil pemilu. Sistem ini akan mengurangi dominasi Golkar dan memberikan peluang lebih besar bagi PPP dan PDI untuk memperoleh kursi. Selain itu, sistem ini mendorong kandidat untuk lebih bertanggung jawab kepada pemilih mereka, meningkatkan akuntabilitas dan keterlibatan politik. Simulasi ini menunjukkan bahwa perubahan sistem pemilu dapat memiliki dampak besar pada peta politik suatu negara, mengarah pada representasi yang lebih adil dan demokratis.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI