Pada akhir 1990-an, Indonesia sedang menghadapi krisis ekonomi yang parah, yang menyebabkan meningkatnya ketidakpuasan terhadap kebijakan ekonomi neoliberal yang diterapkan selama Orde Baru. Soekarnoisme, dengan fokus pada kemandirian ekonomi dan kesejahteraan rakyat, dapat menarik simpati pemilih yang menginginkan alternatif terhadap kebijakan ekonomi yang dianggap pro-kapitalis dan tidak berpihak pada rakyat kecil.
3. **Potensi Aliansi dan Koalisi**
Mengusung Soekarnoisme dapat membuka peluang bagi PDI untuk membangun aliansi dengan kelompok-kelompok politik lain yang juga memiliki pandangan nasionalis-Religius-Kerakyatan melawan Koalisi PDIP-PKB-PAN bahkan Golkar, Partai Pendukung Pemerintahan Habibie Waktu itu. Koalisi semacam ini dapat memperluas basis dukungan dan memperkuat posisi PDI dalam peta politik nasional.
#### Tantangan dan Kendala
1. **Persaingan Internal dan Eksternal**
Mengusung Soekarnoisme juga berarti PDI harus bersaing dengan partai-partai lain yang juga mengklaim warisan Soekarno, terutama Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri, putri Soekarno, mengingat Mega mendirikan PDI tandingannya sendiri pada 10 Oktober 1998, PDI-PERJUANGAN. Persaingan ini dapat memecah suara dan mengurangi efektivitas strategi Soekarnoisme.
2. **Persepsi Publik dan Media**
Mengembalikan Soekarnoisme ke dalam wacana politik juga menghadapi tantangan dalam hal persepsi publik dan media. Narasi yang terlalu romantis atau nostalgik mungkin tidak efektif dalam konteks politik yang lebih pragmatis dan kompleks pasca-Orde Baru.
3. **Konsistensi dan Implementasi**
Mengusung ideologi tidak hanya sebatas retorika, tetapi juga memerlukan konsistensi dalam kebijakan dan tindakan. PDI di bawah Budi Hardjono harus mampu membuktikan bahwa mereka dapat menerjemahkan nilai-nilai Soekarnoisme ke dalam program-program nyata yang relevan dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat saat itu.
#### Kesimpulan