# Hipotesis: Simulasi Perolehan Suara PPP, Golkar, dan PDI di Pemilu 1997 Jika Zero Kecurangan dan Intimidasi
## Pendahuluan
Pemilu 1997 yang diselenggarakan tanggal 29 Mei di Indonesia merupakan salah satu peristiwa penting dalam sejarah politik negara ini. Pemilu ini diadakan pada masa akhir pemerintahan Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto, yang telah memerintah selama lebih dari tiga dekade. Pada masa itu, pemilu tidak hanya menjadi alat demokrasi tetapi juga merupakan cerminan dari berbagai dinamika politik dan sosial yang terjadi di Indonesia. Tiga partai politik utama yang berkompetisi dalam pemilu ini adalah Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan Karya (Golkar), dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang dipimpin oleh Soerjadi. Artikel ini akan mencoba untuk membuat simulasi perolehan suara ketiga partai tersebut dengan asumsi tidak adanya kecurangan dan intimidasi.
## Latar Belakang
### Konteks Sejarah dan Politik
Pada era Orde Baru, pemilu di Indonesia seringkali diwarnai dengan berbagai bentuk kecurangan dan intimidasi. Golkar, yang merupakan partai penguasa, seringkali menggunakan berbagai cara untuk memastikan dominasinya dalam setiap pemilu. Bentuk-bentuk kecurangan yang terjadi meliputi manipulasi daftar pemilih, penggelembungan suara, dan tekanan terhadap pemilih dan partai oposisi. Selain itu, intimidasi oleh aparat keamanan terhadap pendukung partai oposisi juga merupakan praktik umum pada masa itu.
### Partai-Partai Utama
1. **Partai Persatuan Pembangunan (PPP)**: Sebagai partai yang berbasis pada Islam, PPP memiliki dukungan yang kuat dari kalangan umat Muslim. PPP seringkali menjadi pilihan bagi pemilih yang menginginkan penerapan nilai-nilai Islam dalam pemerintahan.
2. **Golongan Karya (Golkar)**: Sebagai partai pemerintah, Golkar memiliki akses yang luas terhadap sumber daya negara dan jaringan birokrasi yang kuat. Golkar seringkali mendapatkan dukungan dari kalangan birokrasi, militer, dan kelompok-kelompok yang diuntungkan oleh kebijakan Orde Baru.
3. **Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Soerjadi**: Setelah perpecahan dalam tubuh PDI, Soerjadi menjadi pemimpin yang sah didukung oleh pemerintah. PDI Soerjadi sering dianggap sebagai "oposisi yang dikooptasi" karena dekat dengan rezim Orde Baru. Namun, partai ini masih mendapatkan dukungan dari pemilih yang menginginkan perubahan, meskipun terbatas.