Perjalanan sejarah Indonesia sarat dengan berbagai momen penting yang membentuk identitas bangsa ini. Salah satunya adalah Yudya Pratidina Marhaenis 1966, sebuah Pokok Pokok Perjuangan Marhaenis yang bertujuan untuk menegakkan prinsip-prinsip Marhaenisme yang dicetuskan oleh Bung Karno. Marhaenisme, dengan esensinya yang memperjuangkan kaum kecil dan menciptakan keadilan sosial, memiliki relevansi yang tak lekang oleh waktu. Namun, bagaimana kita bisa menghidupkan kembali semangat ini dalam konteks kekinian?
### Konteks Historis dan Filosofis
Marhaenisme, berakar pada sari Sari Nasionalisme-Religiusitas-Kerakyatan  oleh Bung Karno, menekankan pentingnya memberdayakan dan membela rakyat kecil yang disebut Marhaen. Konsep ini muncul sebagai reaksi terhadap ketidakadilan sosial dan ekonomi yang dialami oleh mayoritas rakyat Indonesia pada masa penjajahan. Yudya Pratidina Marhaenis 1966 merupakan simbol perlawanan terhadap ketidakadilan ini, mengedepankan prinsip persatuan dan kerja keras dalam mencapai kemakmuran bersama.
Pada tahun 1966, Indonesia berada di tengah krisis politik dan ekonomi pasca-G30S/PKI. Dalam situasi tersebut, Konsepsi Perjuangan Yudya Pratidina Marhaenis yang dikeluarkan oleh PNI/Front Marhaenis berusaha mempertahankan semangat perjuangan Bung Karno untuk tetap melawan dominasi kapitalis dan imperialis yang dianggap merusak kemandirian bangsa. Namun, Konsepsi Perjuangan ini menghadapi tantangan besar dari pergolakan politik yang akhirnya mengarah pada Orde Baru.
### Relevansi dengan Konteks Kekinian
Saat ini, Indonesia menghadapi tantangan yang berbeda namun esensinya tetap sama: ketidakadilan sosial dan ekonomi. Globalisasi, digitalisasi, dan perkembangan teknologi telah membawa kemajuan, tetapi juga memperlebar kesenjangan antara si kaya dan si miskin. Dalam konteks ini, menghidupkan kembali semangat Yudya Pratidina Marhaenis menjadi sangat relevan.
1. **Pemberdayaan Ekonomi Rakyat**
Salah satu inti dari Marhaenisme adalah pemberdayaan ekonomi rakyat kecil. Dalam era digital, ini bisa diwujudkan melalui pengembangan ekonomi kreatif dan digitalisasi UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah). Pemerintah dan sektor swasta perlu bersinergi untuk menyediakan akses teknologi, pelatihan, dan modal bagi UMKM agar dapat bersaing di pasar global.
2. **Keadilan Sosial**
Kesenjangan sosial adalah masalah klasik yang masih relevan hingga kini. Menghidupkan semangat Yudya Pratidina Marhaenis berarti mengutamakan kebijakan yang pro-rakyat, seperti pendidikan gratis, pelayanan kesehatan yang merata, dan jaminan sosial bagi seluruh lapisan masyarakat. Kebijakan redistribusi kekayaan dan reformasi agraria juga harus menjadi prioritas untuk memastikan bahwa sumber daya alam Indonesia dapat dinikmati oleh seluruh rakyat, bukan hanya segelintir elit.