Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Menyoal Politisasi Dana Bansos di Era Jokowi

27 Maret 2019   21:05 Diperbarui: 27 Maret 2019   21:11 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Dari besaran sendiri. Terjadi peningkatan dana bansos pada 2018 dan 2019, iya. Karena data-datanya pun dipublis. Apakah ini sesuatu yang wajar? Menurut kami iya. Kalau soal peningkatan dana, kalau kita bandingkan era Pak SBY jilid 1 dan 2, hampir selalu setiap terjadi hajatan pemilu, bansos selalu meningkat," urai Enny.

Tetapi mekanismenya dan mungkin dalam hal timming, kata dia, yang bisa dicermati. Kalaupun waktu itu bertepatan pemilu, karena memang ada kebijakan pemerintah yang perlu respons emergency. Misalnya kenaikan BBM. Pemerintah memberikan rescue dalam dana-dana cash transfer agar masyarakat terjaga daya belinya. Jadi ada dana yang digelontorkan karena sebab musabab. Selain bansos ada juga kenaikan gaji. Dalam pembahasan APBN 2019 ada soal kenaikan gaji.

"Tapi kenaikan yang direncanakan tahun 2019 terjadi kapan, termasuk pemberian gaji 13 dan 14.  Seingat kami dalam historisnya, gaji 13 belum pernah diberikan sebelum semester 1, kecuali kondisi darurat," ujarnya.

Artinya, kata Enny,  kalau tiba-tiba pemerintah ingin memberikan gaji ke 13 atau 14, itu dalam time frame sebelum April misalnya, ini mestinya, melalui mekanisme kenegaraan. Karena itu DPR bisa persoalkan hal tersebut."  DPR bisa tidak bolehkan itu. Bansos ada skema di APBN dan APBD. Bansos ada yang bantuan langsung tunai, termasuk dulu rastra diganti non tunai, di dalamnya ada PKH dan sebagainya. Bansos non APBN boleh diberikan kepada siapa saja masyarakat. Tapi kalau ada identitas kampanye pasangan calon siapapun, aturannya jelas," kata Enny.

Apapun kata dia, yang bersifat atau biaa dikategorikan money politic, tidak boleh. Baik itu dari masyarakat umum, apalagi dari APBN. Jadi kalau misalnya ada paket-paket, jika hubungannya sudah mempromosikan satu kandidat, apakah presiden atau caleg dan itu berpotensi ada hubungan timbal balik, sudah pasti melanggar. 

Sekarang persoalannya, apalagi kalau sumber pendanaannya melalui APBN, pasti ukurannya lebih mudah lagi. Karena seluruh program-porgram yang ada di APBN harus mendapatkan persetujuan dari Senayan. Artinya kalau ada penyaluran, pengalokasian dan belanja apapun yang tidak sesuai dengan persetujuan DPR dan pemerintah sudah pasti menyalahi aturan.

"Sehingga sekarang, kalau memang ini bisa dibuktikan bahwa ada satu aktivitas atau penyalahgunaan dari alokasi anggaran atau bentuk penyelewenangan tadi jalurnya sederhana," kata Enny

Enny menambahkan,  politisasi APBN tidak hanya sekadar melanggar aturan pwmilu, tapi ini sudah inskonstitusional. Karena konstitusi sudah mengatur belanja APBN dan sebagainya. Pembicara lainnya, mantan Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai, mengatakan, dana bansos  harus dipantau. 

Apalagi dana bansos itu hampir mencapai 54,3 triliun. Jadi dana bansos itu, alat penguasa untuk melakukan kebijakan populis. Ia contohkan di Venezuela. Waktu Hugo Chavez elektabilitasnya jatuh dan oposisi menguat, Hugo Chavez menggelontorkan anggaran untuk orang-orang kecil. Sehingga Hugo kembali naik. Lalu dilanjutkan Nicolas Maduro.

"Bantuan-bantuan ini, kebijakan populis presiden Jokowi ini sama dengan memanfaatkan pengaruh, karena ada jabatan yang melekat. Orang yang manfaatkan pengaruh itu disebut dagang pengaruh. Dagang pengaruh itu lebih dekat kepada penyuapan. Penyuapan itu lebih dekat kepada money politic," kata dia.

Ia pun menilai bantuan-bantuan yang digelontorkan saat musim pemilu oleh  pemerintah tidak lazim. Itu lebih dekat kepada memperdagangkan pengaruh atau menyalahgunakan kewenangan. " Penyuapan itu ada take and give. Saya berikan anda, anda berikan berupa vote," katanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun