Namun yang pasti kata Syahganda, dana  bansos setiap lima tahun pasti akan dipolitisasi.  Ia contohkan, Jokowi pada tahun 2015 sempat mencuit  seperti Mega tahun 2005, bahwa untuk apa rakyat diajari malas pakai bansos dan lain-lain. Lalu, tahun 2016, dana bansos dikurangi.  Uangnya masuk ke infrastruktur.
"Waktu itu Jokowi sudah tahu bahwa uang kita tak kuat, maka uang-uang dari bansos ditarik lalu dibelanjakan sebagai infrastruktur. Jadi kalau  era SBY dana bansos masih Rp 97 triliun yang mengucur, turun ke 40-an triliunan.  Sekarang jadi 77 triliun. Ini sebenarnya menjelang Pilpres, kebutuhan politisasi bansos sudah jadi sebuah kenyataan," urai Syahganda.
Syahganda lantas mengungkit soal cerita tentang mantan Mensos Idrus Marham.  Kata dia, ketika jadi Mensos,  Idrus Marham pernah mengatakan secara terbuka,  bahwa  dana PKH telah dinaikan, karena itu kalau bisa rakyat berterima kasih ke Jokowi dengan memilihnya lagi. Menteri Desa juga melakukan hal serupa.
"Dana  desa naik, pilihlah lagi Jokowi. Jadi politisasi itu terjadi. Sekarang kita harus berpikir sampai kapan bansos ini berakhir. Apakah Prabowo menang 2019 ini, dia akan lanjutkan  politisasi bansos ini. Saya inginnya ini dihentikan," kata Syahganda.
Bagi Syahganda politisasi dana bansos merupakan penghinaan kepada rakyat. Sebab  yang namanya bantuan langsung  rakyat diperlakukan seperti pengemis. Padahal di  negara barat, bantuan seperti dana bansos tak ada yang langsung. Semuanya trasnfer. Makanya tidak perlu banyak kartu.
"Satu saja KTP seperti kata Sandiaga Uno. Berapa orang jumlahnya penerima, langsung data, tiap bulan transfer. Kalau rakyat tidak datang sebagai pengemis, maka tak akan utang budi sama individu. Sekarang rakyat seolah-olah berutang budi pada Jokowi," katanya.
Padahal dana bansos itu kata Syahganda uangnya dari pembayar pajak. Sementara faktanya pembayar pajak secara proporsional kebanyakan adalah dari buruh. Sementara gaji buruh, Â gajinya dikisaran 3 jutaan.
"Untuk makan 1,5 juta, dia masih bayar pajak 10 persen, 15 persen. Buruh-buruh ini menyumbangkan uang melalui pajak kepada negara melalui pemerintah, karena ada solidaritas disalurkan kelebihan uang pajak menjadi bansos," ujarnya.
Jadi kata dia,  politisasi dana bansos ini harus diakhiri. Karena yang terjadi, dana bansos dari bulan  Februari , Mei sampai  Agustus disalurkan, kemudian ditarik semua. Kini, sebelum April kembali dicairkan. Ini sudah jelas politisasi.
"Jangan sampai rakyat jadi pengemis di negerinya sendiri. Â Itu hak rakyat. Â Politisasi bansos ini politik gentong babi. Menyuap rakyat untuk menjadi votersnya dia," katanya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indef, Enny Sri Hartati mengatakan, soal ada tidaknya politisasi dana bansos, biarkan masyarakat yang menilai. Ia hanya akan menyorot apa yang ideal dalam program di APBN maupun APBD. Karena selama ini yang namanya APBN dan APBD mekanismenya sudah standar. Karena ada aturan yang harus dipenuhi dalam penyaluran.