Asrun menegaskan, guru itu kerjanya tidak bisa hanya di sekolah. Tapi di rumah pun dia harus koreksi pekerjaan rumah dan segala macam. " Saya sebagai orang yang mengerti perundang-undangan, saya bedah PP ini. Banyak sekali cacatnya. Apa bisa pekerja kontrak ditempatkan di TNI atau Polri? Ini dicantumkan dalam PP. Bisa katanya direkrut, tapi pekerjaan apa? Tidak jelas. Serba tergesa-gesa," katanya.
Menurut Asrun, ini semua terjadi karena  tim hukum Presiden Jokowi  sangat lemah. Hukum di by pass, dibuat grasa grusu. Sekarang PP ini sedang digugat  ke MK. Pemerintah sendiri berdalih, pegawai kontrak ini akan disamakan dengan PNS. " Kalau disamakan ya harusnya diangkat saja jadi PNS. Mudah-mudahan PP ini dibatalkan MK," katanya.
Melihat kondisi yang ada, Asrun pun berharap capres dan cawapres nomor dua punya komitmen berbeda untuk menyelesaikan masalah ini. Karena berharap kepada pemerintah sekarang sepertinya sudah sulit. Â " Saya perjuangkan guru honorer tidak dalam rangka dagang politik. Saya tidak pernah dorong untuk ke 02, saya serahkan ke hati masing-masing. Kalau ada 10 juta guru dan tenaga pendidikan, sudah berpaling dari rezim, kita akan lihat hasilnya seperti apa," kata Asrun.
Setelah Asrun, giliran  Amir Syamsuddin yang tampil. Kata Amir, kalau berbicara mengenai topik diskusi, ia melihat ada indikasi kemunduran hukum. Tentu, ada ukuran kenapa ia katakan ada kemunduran hukum.
" Â Mari kita lihat daripada apakah pemerintahan Jokowi ini telah berhasil selama 4 tahun sekian bulan pemerintahannya, telah berhasil mempertautkan rasa keadilan dan keadilan yang diinginkan rakyat Indonesia?" kata Amir
Peserta diskusi yang hadir serempak menjawab, " Tidak".
Menurut Amir, ada persoalan penegakan hukum saat ini. Fakta sudah mencatat, mulai dari kasus Ahmad Dhani, Buni Yani, dan lainnya. " Â Ini saya kira tidak bisa kita biarkan," katanya.
Amir menambahkan, walau usia pemerintahan tinggal beberapa bulan lagi, tidak boleh hal-hal seperti ini di diamkan. Karena apa yang disaksikan sekarang, terdapat problem besar dalam penegakan hukum. Dan itu terkait dengan sosok dari  pimpinan tertinggi negara yakni Presiden.
" Presiden  tidak boleh sedikit-sedikit saya tidak mau diintervensi, saya tidak mau dicampuri. Menegakkan hukum itu bukan mencampuri. Otoritas sebagai presiden bisa melakukan langkah-langkah sebagai presiden tanpa dinilai sebagai mencampuri," ujarnya.
Amir pun mencontohkan kasus Novel Baswedan yang  sudah memasuki tahun ketiga. Berlarut-larutnya penuntasan kasus Novel Baswedan menjadi pertanyaan. Padahal prestasi penegak hukum indonesia dalam memberantas itu adalah yang terbaik di dunia.
" Kenapa kasus Novel saja, kok bisa mangkrak seperti itu? Kemudian presidennya mengatakan, 'biar saja itu proses berjalan. Saya tidak akan mencampuri. Saya tidak biasa mengintervensi'. Ini bukan cara yang patut dilakukan seorang pemimpin tertinggi di negara kita. Ada problematik besar di dalam diri presiden kita," kata Amir.