Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Money

Mengkritisi Ambisi Pembangunan Infrastruktur di Era Jokowi

27 Desember 2018   18:50 Diperbarui: 27 Desember 2018   19:08 526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kardaya juga mengkritik pembangunan infrastruktur kelistrikan yang dulu ribut hendak membangun hingga 35 ribu watt. Ternyata, sekarang tak tercapai semuanya. Begitu juga dengan pembangunan kilang. Sudah berpuluh-puluh tahun itu dibicarakan tapi tak ada realisasinya. Harusnya infrastruktur yang mendesak yang harus segera.

" Ini kelihatannya salah diagnosa. Atau lebih parah lagi belum diperiksa langsung dikasih obatnya. Baru satu hari udah dicabut," katanya.

Sementara Dewi Kartika, aktivis KPA dalam paparannya lebih menyoroti masalah agraria dalam pembangunan infrastruktur di era Jokowi. Kata Dewi, masalah agraria di Indonesia  masih sangat pelik. Bahkan kalau yang digunakan itu dari sisi  legalistik, maka mayoritas masyarakat terkait kepemilikan tanahnya kebanyak ilegal. Dan, sejak awal pembangunan infrastruktur ini membutuhkan tanah dalam skala besar. Harusnya sudah diatur bagaimana prosedurnya agar tidak melanggar.

" Sayangnya, dalam pengalaman kami mendampingi konflik-konflik agraria, banyak yang melanggar dan sifatnya represif," kata Dewi.

Ia contohkan pembangunan Bandara Kertajati di Majalengka,  Jawa Barat. Di tahun 2016, kekerasan terkait dengan proyek bandara meningkat. Penyebabnya karena sejak awal tidak ada diskusi dengan masyarakat, misal terkait dengan pengganti kompensasi. Penggantian kompensasi pun tidak transparan. Bahkan bersifat memaksa. Tidak hanya itu, TNI-Polri juga terlibat dalam  melakukan mobilisasi.

" Dari 11 tinggal satu desa tersisa. Desa Sukamulya menolak dijadikan bandara. Tapi dipaksakan untuk diukur.  Melakukan mobilisasi TNI, Polri. Ada 1.200 TNI dan Polri termasuk Satpol PP. Anehnya Gubernur Jabar, dan pemprov lebih banyak lakukan counter di media ketimbang dialog dengan masyarakat. Padahal ada bukti penolakan. Dari sejak awal sudah banyak kepentingan. Karena pemerintah juga ingin membuat di Karawang," kata Dewi.

Pada akhirnya, proyek bandara di Karawang tak jadi. Menurut Dewi, ini karena  seringkali pembangunan infrastruktur salah sasaran dan tidak efektif. Jadi sejak awal, perencanaan, analisis sudah salah kaprah. Kasus Desa Sukamulya adalah contohnya. Desa itu luas tanahnya 700 hektar yang terdiri dari pemukiman dan sawah produktif. Desa tersebut termasuk lumbung pertanian di Jawa Barat.

" KPA mencatat pembangunan infrastruktur sebagai penyebab konflik agraria terbesar nomor dua. Tahun 2017 menjadi penyumbang konflik tertinggi nomor tiga. Konon Pak Jokowi sedang memperjuangkan reformasi agraria. Salah satunya memperbaiki ketimpangan masalah agraria. Nah, sayangnya pembangunan infrastruktur berkontribusi terhadap konflik agraria. Pembangunan infrastruktur juga berkontribusi mengurangi basis-basis petani," kritik Dewi.

Faktanya, berdasarkan hasil sensus pertanian dari 2003 sampai 2013, tercatat 5,9 juta hektar sektor pertanian beralih fungsi ke non pertanian. Bahkan per tahun, sebanyak 100 hingga 110 ribu hektar lahan pertanian berubah fungsi. Pembangunan infrastruktur berkontribusi menurunkan kelas-kelas petani. " Bisa dibayangkan 10 tahun lagi sensus pertanian dilakukan, jumlah rumah tangga petani tergusur," ujarnya.

Data lainnya dilansir Kementerian Perindustrian yang merilis bahwa sampai tahun 2019, pembangunan infrastruktur membutuhkan sekitar 133 ribu hektar tanah. Apalagi sekarang Presiden Jokowi sudah mengeluarkan Perpres Nomor 56/2018 tentang Percepatan Proyek Strategis Nasional.

" Ini kami khawatirkan akan peraprah ketimpangan struktur agraria," katanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun