Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Eks Pelaku Bom Bali Menyesal, Lalu Minta Maaf

6 Juli 2017   00:27 Diperbarui: 6 Juli 2017   02:02 4582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Kapanlagi.com

Aksi terorisme tak juga kunjung reda. Bahkan ancamannya kian nyata, merangsek ke kawasan Asia Tenggara. Teror di kota Marawi, Filipina Selatan, jadi bukti bahwa kelompok teror yang berbaiat ke ISIS masih eksis.

Di Indonesia, teror juga tak kunjung redup. Dari peristiwa bom Bali, sampai yang terakhir bom di Kampung Melayu, membuktikan bahwa terorisme jadi ancaman laten bagi Indonesia. Bom di Kampung Melayu sendiri merupakan aksi bom bunuh diri. Dua terduga pelakunya ikut tewas bersama ledakan bom.

Mereka yang melakukan aksi bom bunuh diri, berangkat dari sebuah keyakinan yang dianggapnya benar. Aksi konyol itu dianggap pelaku sebagai aksi jihad membela agama.  Karenanya mereka tidak ragu melakukan itu. Tentu, proses menuju keyakinan itu, hasil dari sebuah doktrinasi yang ditanamkan si pencuci otak kepada pelaku bom bunuh diri. Doktrinasi yang dilakukan terus menerus bahwa aksi teror adalah jalan jihad. Yang melakukannya mati syahid. Ganjarannya surga dan para bidadari.

Tentang bom bunuh diri, ada sebuah kisah menarik yang dituturkan mantan pelaku teror bom, Ali Imron. Ia salah satu pelaku dari aksi teror bom yang pernah mengguncang Pulau Dewata  tahun  2002.

Bersama dengan Imam Samudra, Mukhlas, dan Amrozi dan beberapa pelaku lainnya, Ali Imron merancang aksi keji itu hingga kemudian meledakan bom di tiga tempat. Tiga tempat yang disasar adalah Sari Club, Paddy's Pub dan Konsulat Amerika Serikat di Denpasar, Bali.

Bom meledak dahsyat di Sari Club dan Paddy's Pub. Sementara bom yang menyasar gedung konsulat Amerika, gagal total karena ketatnya penjagaan. Hanya ledakan kecil saja yang tak menimbulkan korban.

Sementara di Sari Club dan Paddy's Pub, ratusan orang jadi korban, meregang nyawa, akibat bom bunuh diri.  Dua aksi teror ini, tercatat sebagai aksi bom paling besar sepanjang sejarah terorisme di Indonesia.

Polisi akhirnya bisa meringkus para pelakunya. Imam Samudra ditangkap di Pelabuhan Merak, Banten saat hendak melarikan diri. Sementara Amrozi dicokok polisi di rumahnya, di Tenggulun, Lamongan, Jawa Timur. Sedangkan Ali Imron, di tangkap di sebuah tempat terpencil di Kalimantan, tempatnya bersembunyi selama menghindari kejaran aparat.

Amrozi, Mukhlas dan Imam Samudra akhirnya dijatuhi hukuman mati. Ketiga tak pernah merasa menyesal. Ketiganya pun akhirnya dieksekusi regu tembak. Sementara Ali Imron, divonis hukuman penjara seumur hidup karena dianggap kooperatif.

Ada kisah menarik dibalik hukuman seumur hidup yang diberikan kepada Ali Imron. Ali sendiri tak lain adalah saudara kandung Mukhlas dan Amrozi, dua tokoh penting dibalik teror bom Bali. Tapi, Ali kemudian merasa menyesal telah melakukan aksi keji itu. Tak hanya menyesal,  Ali juga  mengaku bersalah. Bahkan ia sempat meminta maaf kepada para korban bom Bali. 

Kisah menyesalnya pelaku teror  bom Bali ini, direkam dalam buku, Ketika Nurani Bicara, terbitan Lazuardi Biru. Di buku itu  dikisahkan kronologis dari peristiwa keji bom Bali, sampai tertangkapnya para pelaku oleh aparat. Di buku itu pula, dikisahkan saat Ali Imron, mulai merenung dalam penjara, hingga ia kemudian merasa menyesal.

Dalam buku itu diceritakan bagaimana proses Ali Imron akhirnya sadar, bahwa yang dilakukannya itu salah. Saat mendekam di rumah tahanan Polda Bali, ia sering merenung. Ia selalu berpikir dan bertanya, apakah yang dilakukannya itu benar-benar sebuah jalan jihad atau justru itu sebuah kejahatan.

" Ku pikir aku harus mengkaji untuk mengkoreksi tindakan pengeboman itu,"  begitu kata Ali Imron di buku," Ketika Nurani Bicara."

Dari proses perenungan itulah, Ali Imron pun akhirnya menyimpulkan bahwa yang dilakukannya bukan jihad.

" Kesalahan kami adalah melanggar adab jihad yaitu tidak adanya penyampaian dakwah dan peringatan terlebih dahulu," tulis Ali Imron di buku tersebut.

Di muka persidangan, dengan lirih Ali Imron menyatakan menyesal, dan merasa sangat bersalah ikut serta dalam teror yang banyak menelan korban jiwa tersebut.

" Sebagai manusia biasa penyesalan itu tentu saja ada, namun perasaaan itu tidak saya sampaikan pada siapa-siapa. Sekarang baru saya sampaikan," demikian pengakuan penyesalan yang diucapkan Ali Imron di muka persidangan seperti yang di rekam buku," Ketika Nurani Bicara."

Bahkan, Ali sempat meminta maaf kepada korban dan keluarganya, ketika mereka dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan.  Ali makin merasa bersalah, ketika salah satu korban yang dihadirkan mengalami cacat seumur hidup.

" Saya minta maaf telah membuat saudara saksi harus mengalami luka-luka, bahkan cacat seumur hidup. Saya, saya minta maaf. Mohon maaf sebesar-besarnya," ujar Ali dengan lirih.

Karena sikapnya itu, Ali dimusuhi dua saudara kandungnya, Amrozi dan Mukhlas. Ali juga dimusuhi Imam Samudera. Di buku itu pula, diceritakan peran dari Dr Azahari, salah satu peracik bom yang akhir tewas di Malang, Jawa Timur. Teroris dari negeri jiran itulah yang meracik bom mobil dan bom rompi yang digunakan untuk meledakan Paddy's Pub dan Sari Club.

Ternyata, dalam buku itu terungkap, aksi bom Bali nyaris gagal. Saat itu, ketika sedang meracik bom, sempat terjadi insiden. Bom yang  sedang diracik, sempat meledak, hingga mengagetkan para tetangga sekitar rumah kontrakan yang disewa kelompok teror tersebut.

Tapi mereka bisa mengelabui warga sekitar kontrakan. Warga sekitar, sebenarnya sempat mendatangi rumah kontrakan itu, begitu mendengar bunyi ledakan. Namun, para pentolan bom Bali itu, bisa menyakinkan warga, bahwa ledakan itu bukanlah bom.

Pasca insiden itu, Ali sempat ragu untuk meneruskan aksi. Tapi, aksi teror itu akhirnya dilanjutkan, setelah Imam Samudera ngotot untuk meneruskan. Dan, terjadilah tragedi yang memilukan itu. Ratusan korban bergelimpangan karena ledakan bom.

Yang menarik, di buku itu juga diceritakan modus perekrutan anggota baru di dalam penjara. Ternyata meski sudah di dalam bui, Imam Samudra masih mencoba merekrut anggota jaringannya. Dan yang disasar adalah sipir penjaga penjara. Di kisahkan, seorang sipir bernama Benny Irawan, akhirnya terpengaruh, setelah intens berkomunikasi dengan Imam Samudra Cs.  Benny yang sudah terpengaruh ikut membantu Imam Samudra menyelundupkan laptop dalam penjara. Hingga aksinya kemudian terbongkar. Padahal, Ali Imron sudah memperingatkan Benny agar tidak terlalu dekat dengan Imam Samudra.

Ali sendiri, sekarang kerap di bawa Badan Nasional Penanggulangan Terorisme  (BNPT) untuk ikut membantu badan tersebut mensosialisasikan program deradikalisasi. Ali sering dihadirkan jadi pembicara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun