Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dilema SBY

9 April 2012   20:08 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:49 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

" Itu juga yang dipikirkan SBY, pilihan itu menjadi dilematis buat SBY karena jika PKS tak dikeluarkan akan jadi preseden buruk bagi mitra koalisi lain karena PKS melanggar kontrak politik yang sudah diperbaharui, tetapi di sisi lain juga SBY berhitung resiko politik jika PKS benar-benar dikeluarkan," urainya.

Tapi disisi lain, salah satu resiko politiknya bila PKS dikeluarkan, adalah semakin kuatnya posisi Golkar di Setgab. Golkar akan sangat diuntungkan dengan keluarnya PKS. Padahal Golkar itu, jauh lebih pragmatis dan lihai, karena punya pengalaman dalam proses-proses loby dan negosiasi.

" Terlebih jika peta kekuataan memosisikan Golkar sebagai penentu utama semua memomentum krusial bagi SBY dan Demokrat ke depan," ucapnya.

Dan, kata Gun Gun tak ada jaminan pula Golkar akan loyal dan setia pada kontrak koalisi. Terlebih dengan banyaknya agenda menjelang Pemilu 2014. Dimana, akan parpol-parpol akan semakin mencari legitimasi, sekaligus melakukan delegitimasi parpol-parpol lain yang jadi pesaingnya. Gun Gun yakin, kegaduhan politik di tubuh koalisi akan terus terjadi.

Mengenai Setgab sendiri Gun Gun menilai, forum itu tak efektif sebagai forum penyamaan persepsi antar partai koalisi. Jejak rekam sejak Setgab di bentuk, setidaknya memperlihatkan forum itu tak efektif untuk menyatukan suara partai pendukung pemerintah. Tidak efektifnya Setgab, kata dia, di sebabkan partai-partai mitra koalisi terlalu dominan membawa agenda politiknya masing-masing. Dan cenderung mengambil keuntungan sendiri-sendiri yang acapkali bertentangan dengan komitmen di dalam kontrak politik.

" Terlebih, saat Setgab menjadi bagian dari buka tutup kasus masing-masing partai, sehingga Setgab tak lagi menjadi koridor penyamaan persepsi," katanya.

Sementara itu, Analis Politik dari Indonesian Institute, Cecep Effendi, yang juga saya wawancarai via blackberry messenger, berpendapat, koalisi dalam sistem pemerintahan presidential bukanlah koalisi sebagaimana dalam sistem parlementer. Kebijakan pemerintah dalam sistem presidential tidak dibangun dan menjadi program bersama dan di kampanyekan bersama pada masa pemilu.

" Dalam sistem parlementer koalisi dibangun dan disepakati dan mengikat bersama diantara partai pemerintah. Masing-masing partai takut kehilangan majoritas dan kalah suara di parlemen dan pemerintah bisa bubar dan pemilu ulang," kata dia.

Karena itu, kata Cecep, koalisi di parlementer solid dan kompak. Sementara koalisi partai dalam sistem presidential adalah kepentingan untuk mengisi anggota kabinet semata. Karena itu rentan konflik.

" Apalagi tidak ada program bersama karena partai anggota koalisi sebelumnya adalah rival dalam pemilu," katanya.

Di Indonesia, kata Cecep, partai politik umumnya opportunistik, terutama ketika mereka melihat reaksi publik, lalu merasa takut kehilangan popularitas. Maka manuver pun dilakukan dengan pertimbangan kepentingan di 2014.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun