Untungnya, admin pun tampaknya cepat menyadari bahwa sosok yang saat itu (mungkin masih sampai sekarang) kerap "beromantika" dengan budayawan senior Goenawan Mohamad itu merupakan seorang penulis pilih tanding, maka ia pun segera menyematkan tanda verifikasi birunya, sekalipun tulisan yang ia bagi belum menyentuh angka ribuan pembaca.
Saya menduga sistem yang berlaku di Kompasiana ini tidak jauh berbeda dengan sistem yang berlaku di platform sebelah tersebut, dimana penghitungan tingkatan para penulis hanya ditentukan oleh konsistensi dan loyalitas mereka dalam menayangkan tulisan di sini. Sehingga jika kemungkinan ada penulis senior sekaligus tenar yang kebetulan mampir di sini, maka tidak perlu heran jika ia hanya memperoleh strata kelas bawah dan verifikasi biasa.
Akan tetapi, sebenarnya ini bukanlah masalah yang terlalu besar bagi penulis dan tidak pula perlu dibesar-besarkan, khususnya bagi mereka yang telah memiliki sejumlah pembaca setia yang sudah paham benar dengan corak tulisannya. Sebab, apapun pakaian yang mereka sandang saat itu tidaklah lebih penting dari entitas karya yang dapat mereka bagi kepada pembacanya.
Sementara itu, kembali lagi ke bahasan nasib Kompasianer yang statusnya masih hijau seperti saya, juga bukanlah alasan yang patut untuk berputus asa dan apalagi bersedih hati.Â
Sebab, sebenarnya kita masih memiliki kesempatan lain yang tidak kalah menariknya dengan menyandang status "hijau" ini, yakni peluang untuk menyuguhkan tulisan yang lebih baik karena setiap tulisan kita takkan luput dari pantauan admin, sehingga mau takmau kita harus menyuguhkan sebaik-baiknya tulisan jika artikel kita ingin masuk label pilihan.Â
Adapun keuntungan selanjutnya dari status hijau ini adalah minimnya risiko mendapatkan bully dari pembaca maupun penulis yang lain sebab status kita yang masih mereka anggap sebagai penulis kelas kecik.
Lagi pula, siapa yang mau menghabiskan waktu untuk mem-bully penulis kelas kecik, apalagi melalui rangkaian kata yang indah mendayu-dayu yang membuat tangan bertambah kelu sehabis menyelesaikan tugas kepenulisan yang lain.
Dengan adanya dua keunggulan itu, sebagai penulis kelas bawah kita harus tetap berusaha untuk mengembangkan diri agar mampu mengukir tulisan yang kian baik dari waktu ke waktu, di samping tetap mewaspadai bahaya kemunduran bobot tulisan saat meraih beberapa penghargaan nanti. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H