Mohon tunggu...
Muhammad Adib Mawardi
Muhammad Adib Mawardi Mohon Tunggu... Lainnya - Sinau Urip. Nguripi Sinau.

Profesiku adalah apa yang dapat kukerjakan saat ini. 😊

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Kompasianer Centang Hijau dan Kredibilitas yang Dimilikinya

9 Januari 2021   15:13 Diperbarui: 10 Januari 2021   09:14 883
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi centang hijau (Dok. Kompasiana)

Jika membaca judul tulisan ini, mungkin saja yang akan terlintas dalam benak pembacanya adalah penilaian kurang kredibel bahkan tidak kompeten, untuk tidak disebut impoten. 

Mengapa demikian? Sebab, keberadaan para Kompasianer centang hijau itu ibaratnya memang belum terverifikasi sepenuhnya sepak terjang mereka dalam helatan tulisan di Kompasiana. 

Hal itu berlaku sebagaimana kabar dari Kompasiana itu sendiri, bahwa diantara mereka yang layak menyandang status centang biru adalah mereka yang terbukti telah menghasilkan artikel yang berbobot dengan skala persentase tertentu, yang indikasinya melalui raihan tulisan mereka yang masuk kategori pilihan maupun artikel utama. 

Kemudian, apakah Kompasianer centang hijau harus minder dengan keadaan ini? 

Perkara minder dan tak minder itu jelas kembali pada pilihan masing-masing. Tapi, jika saya boleh memberi saran, sebaiknya tidak perlu minder, karena di balik segala "kekurangan" itu kita masih memiliki kelebihan lainnya. 

Dalam kalimat di atas saya menyebut kata "kita", sebab status saya sendiri pun masih dalam kategori yang bercentang hijau itu. Dengan demikian tidak ada tendensi dari saya sedikit pun untuk memojokkan status saya sendiri apalagi anggota Kompasiana lainnya yang statusnya masih sama dengan saya. Masak jeruk minum jeruk? 

Karena saya takhendak memojokkan Kompasianer centang hijau, maka siapakah kiranya yang akan saya pojokkan? Maka jawabnya adalah tidak ada. Saya takkan memojokkan Kompasianer centang hijau, biru, hingga yang tak bercentang sekalipun. 

Tidak pula saya akan menyalahkan admin yang pekerjaannya sudah luar biasa beratnya itu saat mereka membaca, menyeleksi dan melabeli beragam tulisan yang masuk ke alamat redaksi Kompasiana, apakah tulisan itu akan masuk kategori pilihan, artikel utama, fitur, atau bahkan tanpa label.

Baiklah, apa sebenarnya yang hendak saya soroti dalam tulisan ini? Jawabnya, ya, itu tadi. Yakni mengenai kelebihan dari Kompasianer yang berstatus centang hijau di balik segala kekurangan yang mereka miliki.

Telah jamak kita ketahui, bahwa seluruh tulisan yang masuk di Kompasiana ini akan dibaca dan diseleksi kembali oleh admin, apakah tulisan tersebut layak mendapat label atau tidak. 

Hal ini berlaku untuk semua jenis tulisan yang masuk, kecuali bagi anggota yang statusnya telah terverifikasi biru, sebab secara otomatis tulisan mereka akan langsung masuk kategori pilihan. 

Wah, enak dong, kalau begitu, punya status verifikasi biru? Mau menulis apa saja status karyanya langsung pilihan. 

Benarkah demikian? Belum tentu. Sebab, di balik kemudahan akses menuju label artikel pilihan itu, sebenarnya juga menyimpan tanggung jawab besar yang menyertainya, yakni berkait dengan konten tulisan yang tersaji dari seseorang yang diakui kredibilitasnya sebagai penulis yang terverifikasi.

Pemahaman mudahnya adalah, apakah mereka yang terverifikasi itu sampai hati untuk menyuguhkan tulisan secara sembarangan, misalnya saja dengan mengabaikan bangunan gagasan, tata bahasa maupun kaidah penulisan, sebagaimana yang dulu selalu mereka lakukan ketika berjuang mendapat verifikasi biru. 

Jika ketiga kriteria tersebut tidak mereka indahkan, maka tidak perlu heran jika kemudian muncul pertanyaan bernada skeptis dari para pembaca karya mereka. Misalnya, Kok, cuma segini sih tulisannya? Katanya centang biru? 

Kita sama-sama tahu bahwa upaya untuk meyakinkan orang lain dengan suguhan tulisan yang bermutu memang bukanlah perkara mudah. Dan itu pun sebenarnya tidak selalu dapat digaransi dengan banyaknya tulisan yang telah terbit maupun lamanya waktu untuk menulis. 

Sebab penilaian dari sebuah tulisan itu pada intinya adalah berdasarkan bobot serta kandungan manfaat yang dapat diterima oleh mereka yang membacanya.

Sekali lagi, tulisan ini bukanlah diagihkan sebagai upaya untuk merendahkan status tertentu, akan tetapi hanya sebagai pengingat bersama bahwa status yang disandang oleh siapapun tidaklah menjadi garansi atas keindahan atas karya yang dibuat. 

Terlebih lagi, pada beberapa platform situs kepenulisan, kita tahu sendiri bahwa yang berlaku di dalamnya adalah sebuah sistem yang kita pahami limitasinya dalam mengendus kemampuan tulis seseorang. 

Berkaca dari pengalaman saya menjelajah di platform sebelah, saya pernah mendapati sosok penulis sekaliber AS Laksana yang tulisannya langganan terbit setiap pekan di Jawa Pos pun nyatanya pernah hanya diganjar sebagai penulis tanpa status verifikasi oleh sistem mereka. 

Hal itu terjadi lantaran sistem verifikasi yang berlaku pada platform tersebut hanyalah berdasarkan jumlah tayangan tulisan yang telah disinggahi oleh para pembaca, sehingga ketika ada penulis kawakan yang baru saja mampir menulis di situ dengan satu atau dua tulisan, maka ia pun akan diberlakukan sama oleh sistem, sekalipun karya yang mereka sajikan adalah sebuah tulisan yang bernas sebagaimana bobot tulisan mereka pada umumnya.

Untungnya, admin pun tampaknya cepat menyadari bahwa sosok yang saat itu (mungkin masih sampai sekarang) kerap "beromantika" dengan budayawan senior Goenawan Mohamad itu merupakan seorang penulis pilih tanding, maka ia pun segera menyematkan tanda verifikasi birunya, sekalipun tulisan yang ia bagi belum menyentuh angka ribuan pembaca.

Saya menduga sistem yang berlaku di Kompasiana ini tidak jauh berbeda dengan sistem yang berlaku di platform sebelah tersebut, dimana penghitungan tingkatan para penulis hanya ditentukan oleh konsistensi dan loyalitas mereka dalam menayangkan tulisan di sini. Sehingga jika kemungkinan ada penulis senior sekaligus tenar yang kebetulan mampir di sini, maka tidak perlu heran jika ia hanya memperoleh strata kelas bawah dan verifikasi biasa.

Akan tetapi, sebenarnya ini bukanlah masalah yang terlalu besar bagi penulis dan tidak pula perlu dibesar-besarkan, khususnya bagi mereka yang telah memiliki sejumlah pembaca setia yang sudah paham benar dengan corak tulisannya. Sebab, apapun pakaian yang mereka sandang saat itu tidaklah lebih penting dari entitas karya yang dapat mereka bagi kepada pembacanya.

Sementara itu, kembali lagi ke bahasan nasib Kompasianer yang statusnya masih hijau seperti saya, juga bukanlah alasan yang patut untuk berputus asa dan apalagi bersedih hati. 

Sebab, sebenarnya kita masih memiliki kesempatan lain yang tidak kalah menariknya dengan menyandang status "hijau" ini, yakni peluang untuk menyuguhkan tulisan yang lebih baik karena setiap tulisan kita takkan luput dari pantauan admin, sehingga mau takmau kita harus menyuguhkan sebaik-baiknya tulisan jika artikel kita ingin masuk label pilihan. 

Adapun keuntungan selanjutnya dari status hijau ini adalah minimnya risiko mendapatkan bully dari pembaca maupun penulis yang lain sebab status kita yang masih mereka anggap sebagai penulis kelas kecik.

Lagi pula, siapa yang mau menghabiskan waktu untuk mem-bully penulis kelas kecik, apalagi melalui rangkaian kata yang indah mendayu-dayu yang membuat tangan bertambah kelu sehabis menyelesaikan tugas kepenulisan yang lain.

Dengan adanya dua keunggulan itu, sebagai penulis kelas bawah kita harus tetap berusaha untuk mengembangkan diri agar mampu mengukir tulisan yang kian baik dari waktu ke waktu, di samping tetap mewaspadai bahaya kemunduran bobot tulisan saat meraih beberapa penghargaan nanti. (*)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun