Mohon tunggu...
Muhammad Adib Mawardi
Muhammad Adib Mawardi Mohon Tunggu... Lainnya - Sinau Urip. Nguripi Sinau.

Profesiku adalah apa yang dapat kukerjakan saat ini. 😊

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Bab XVII: Gemintang dan Rembulan yang Bersimpuh di Hadapan Sang Nabi

21 Desember 2020   16:59 Diperbarui: 22 Desember 2020   08:22 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Al-Qur'an (Unsplash/olah pribadi) 

Usai mendengar kepastian kabar mengenai keselamatan Yusuf dan Bunyamin, maka Nabi Ya'qub beserta keluarganya segera mengatur rencana untuk bepergian ke Ibukota Mesir, dimana ia akan melepas kerinduan yang membuncah terhadap keduanya.

Keinginan mereka untuk mewujudkan rencana tersebut semakin kuat setelah memperhitungkan kesehatan Nabi Ya'qub yang tampak jauh lebih prima dibanding kondisi sebelumnya. Begitu luar biasanya kabar tentang Yusuf itu, sehingga semenjak beliau mendapat kabar itu, segala penyakit yang mengendap di dalam tubuhnya seakan telah tercerabut begitu saja.

Oleh karena itulah, sebelum menempuh jarak safar yang panjang, mereka pun menyiapkan bekal perjalanan sekaligus membawa beberapa karung yang akan mereka isi dengan bahan makanan.

Dan hingga akhirnya, setelah menempuh perjalanan selama beberapa hari, tibalah rombongan mereka itu di tempat yang dituju, yakni di pintu masuk Ibukota Mesir. Sungguh tak dinyana, di tempat itu rupanya kehadiran mereka telah dinanti oleh Nabi Yusuf dan para ajudannya.

Saat itu keluarga Nabi Ya'qub mendapat sambutan yang begitu hangat dari mereka, bak tamu terhormat yang menghadiri acara jamuan dari sang raja.

"Masuklah Panjenengan ke negeri Mesir ini, duhai Bapakku. Insyaallah, Panjenengan semua akan senantiasa aman saat bersemayam di dalamnya." ucap Nabi Yusuf tersenyum bahagia seraya merangkul bapaknya.

Usai mereka semua berangkulan sambil melepas rasa rindu yang teramat sangat, Yusuf pun segera mempersilakan kedua orang tuanya itu untuk naik ke atas singgasana yang megah. Dalam suasana yang penuh haru itu, secara spontan, tiba-tiba mereka semua menunduk hormat kepada Yusuf.

"Wahai Bapakku, inilah takwil mimpiku yang dahulu itu. Dan sesungguhnya Tuhanku telah mewujudkannya. Sesungguhnya Tuhanku telah menganugerahkan kebaikan kepadaku, ketika Dia membebaskan aku dari penjara dan ketika Dia membawa Panjenengan semua dari dusun menuju ke tempatku ini, setelah sebelumnya setan merusak hubunganku dengan saudara-saudaraku. Sungguh, Tuhanku Maha Lembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sungguh, Dia-lah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." ucap Yusuf seraya mendekat pada bapaknya.

Nabi Ya'qub membenarkan ucapan putera kinasih-nya itu dengan senyuman dan tatap mata yang teduh menenteramkan. Beliau seakan teringat kembali dengan dialog mereka beberapa tahun silam saat puteranya itu bercerita bahwa ia telah bermimpi melihat sebelas gemintang, matahari dan rembulan yang semuanya bersimpuh sujud di hadapannya.

Rupanya, mimpi itu telah menjadi nyata kini. Nabi Ya'qub, beserta isteri, dan seluruh puteranya telah mengakui bahwa seorang anaknya yang bernama Yusuf ini telah mendapatkan derajat kemuliaan yang lebih tinggi dibanding mereka semua. Sehingga karena kemuliaan yang ia miliki itulah menjadi patut bagi mereka semua untuk memberi hormat kepadanya, sebagai seseorang yang berderajat mulia di sisi Allah.

"Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebagian kekuasaan dan telah mengajarkan kepadaku sebagian takwil mimpi. Wahai Tuhan Pencipta langit dan bumi, Engkaulah pelindungku di dunia dan di akhirat. Wafatkanlah aku dalam keadaan selamat dan kumpulkanlah aku bersama dengan golongan orang-orang yang shalih." doa Yusuf di dalam hati pada suasana yang penuh khidmat itu.

***

Kawan, berdasarkan kisah Nabi Yusuf dan keluarganya tadi, kiranya kita dapat mengambil beberapa pelajaran berharga yang terkandung di dalamnya.

Pertama, mengenai pentingnya sikap sabar dalam menghadapi berbagai ujian.

Dari kisah nubuwah tentang Nabi Yusuf dan keluarganya yang telah menjalani bentuk-bentuk ujian yang berat dan bertubi-tubi dari Allah SWT ini, kiranya kita menjadi lebih tahu bahwa Allah juga memberikan kebahagiaan kepada mereka berkat laku kesabaran yang mereka amalkan saat menjalani ujian-ujian itu.

Sikap sabar dapat mereka miliki saat menjalani berbagai cobaan itu sebab mereka senantiasa menyadari bahwa Allah akan selalu hadir untuk membersamai mereka dalam menghadapi berbagai ujian itu dengan jarak yang begitu dekat dengan diri mereka, sehingga dalam kondisi bagaimanapun dahsyatnya cobaan itu tidak sekalipun yang akan menggoyahkan keyakinan mereka.

Sebab di dalam dada mereka senantiasa terpatri sebuah keyakinan bahwa Allah begitu dekat dengan mereka bahkan dengan jarak yang lebih dekat dibandingkan denyut nadi yang mereka miliki--ana aqrabu ilaihi min hablil wariid.

Jika mereka menganggap masalah itu terlalu besar untuk mereka tanggung, mereka lekas menyadari bahwa mereka masih memiliki Tuhan yang Maha Besar yang keagungan-Nya bukanlah tandingan yang sepadan atas himpunan masalah yang mereka hadapi.

Begitu kerdilnya himpunan masalah-masalah itu di hadapan-Nya sehingga kepada-Nya-lah sepatutnya seorang hamba akan memasrahkan diri atas segala masalah yang dianggap menghimpit itu.

Kedua, meneladani sikap tawakkal Nabi Ya'qub AS

Nabi Ya'qub senantiasa mempercayai sepenuhnya mengenai takdir Allah yang akan dijalani oleh anaknya (Yusuf), sehingga beliau pun tidak henti-hentinya bertawakkal atau memasrahkan apa saja yang telah ditetapkan oleh Allah itu akan berlangsung sesuai dengan kehendak-Nya.

Selain itu, beliau juga selalu mampu untuk meng-husnuzzhann-i (berbaik sangka) bahwa segala hal yang telah Allah tetapkan atas seluruh hamba-Nya, pastilah itu baik adanya, sehingga dengan bersikap demikian beliau pun dengan begitu tegarnya menerima segala macam ujian yang diberikan oleh Allah SWT.

Ketiga, mewaspadai adanya ujian di balik setiap kenikmatan yang Allah berikan

Melalui kisah tentang Nabi Yusuf ini, kita kiranya menjadi lebih mafhum bahwa semenjak beliau memperoleh tanda yang begitu nyata dari Allah SWT melalui petunjuk mimpi tentang sebelas bintang, matahari, dan rembulan yang bersimpuh hormat di hadapannya, hal ini merupakan bukti bahwa Allah akan mengangkatnya derajatnya sekaligus hendak mengujinya di balik derajat yang ia miliki itu. Dan atas izin dan pertolongan dari Allah, beliau pun dapat menjalani semua ujian itu.

Melalui rangkaian kisah Nabi Yusuf ini, kiranya kita dapat memedomani ilmu tawakkal yang telah diteladankan oleh Nabi Ya'qub beserta keluarganya, sehingga kita takkan mudah goyah pada saat menjalani berbagai macam ujian dari Allah SWT.

Selain itu, kita juga dapat meneladani ilmu kesadaran diri yang dimiliki oleh Nabi Yusuf, sehingga kita tak mudah mengeluh pada saat menjalani segala derita cobaan. Pun sebaliknya, kita juga takkan berbangga diri apalagi sampai sombong, apabila memperoleh segala kelebihan yang dilimpahkan oleh Allah pada diri kita. 

Sebab, semua anugerah itu hakikatnya merupakan bentuk ujian berbentuk kenikmatan yang teranugerahkan pada diri kita, sehingga menjadi keniscayaan bagi kita untuk senantiasa mewaspadainya agar kita tidak tenggelam dalam kekufuran sehingga melalaikan tanggung jawab yang ada di baliknya.

Nabi Yusuf yang telah memperoleh berbagai macam kelebihan dari Allah--ketampanan, keahlian menakwil mimpi, menjadi bangsawan yang mendapat amanah untuk mengelola lumbung pangan negeri--tidaklah kemudian hal itu menjadikannya sebagai ajang untuk berbangga diri. 

Justru sebaliknya, beliau senantiasa menyadari bahwa semua kelebihan itu merupakan bentuk cobaan dari Allah berupa kenikmatan di dunia, yang belum pasti akan menentukan nasib baiknya dan perolehan kenikmatannya di akhirat kelak.

Oleh sebab itulah, di samping segala kelebihan yang telah beliau terima itu, beliau juga tidak henti-hentinya menderasakan doa kepada Allah agar beliau kelak diwafatkan dalam keadaan yang selamat bersama dengan golongan orang-orang yang shalih.

Sebab, beliau senantiasa menyadari bahwa Dia-lah Sang Pemilik kekuasaan sejati yang akan menentukan selamat tidaknya nasib para hamba-Nya di akhirat kelak.

Demikianlah kiranya hikmah yang dapat kita petik dari penghujung kisah Nabi Yusuf kali ini. Penulis sangat menyadari bahwa masih banyak sekali kekurangan penulis dalam menceritakan, menulis dan membawakan cerita ini.

Segala kekurangan dalam pembawaan kisah ini terjadi bukan karena unsur kesengajaan. Akan tetapi karena keterbatasan kemampuan penulis dalam menyajikannya, sehingga sebagai konsekuensi atas hal ini, penulis juga akan membuka pintu saran maupun kritikan dengan selapang-lapangnya bagi pembaca semua, demi perbaikan pada tulisan ini maupun pada karya-karya penulis berikutnya. (*)

Referensi: QS Yusuf 99-101

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun