Ketiga, mewaspadai adanya ujian di balik setiap kenikmatan yang Allah berikan
Melalui kisah tentang Nabi Yusuf ini, kita kiranya menjadi lebih mafhum bahwa semenjak beliau memperoleh tanda yang begitu nyata dari Allah SWT melalui petunjuk mimpi tentang sebelas bintang, matahari, dan rembulan yang bersimpuh hormat di hadapannya, hal ini merupakan bukti bahwa Allah akan mengangkatnya derajatnya sekaligus hendak mengujinya di balik derajat yang ia miliki itu. Dan atas izin dan pertolongan dari Allah, beliau pun dapat menjalani semua ujian itu.
Melalui rangkaian kisah Nabi Yusuf ini, kiranya kita dapat memedomani ilmu tawakkal yang telah diteladankan oleh Nabi Ya'qub beserta keluarganya, sehingga kita takkan mudah goyah pada saat menjalani berbagai macam ujian dari Allah SWT.
Selain itu, kita juga dapat meneladani ilmu kesadaran diri yang dimiliki oleh Nabi Yusuf, sehingga kita tak mudah mengeluh pada saat menjalani segala derita cobaan. Pun sebaliknya, kita juga takkan berbangga diri apalagi sampai sombong, apabila memperoleh segala kelebihan yang dilimpahkan oleh Allah pada diri kita.Â
Sebab, semua anugerah itu hakikatnya merupakan bentuk ujian berbentuk kenikmatan yang teranugerahkan pada diri kita, sehingga menjadi keniscayaan bagi kita untuk senantiasa mewaspadainya agar kita tidak tenggelam dalam kekufuran sehingga melalaikan tanggung jawab yang ada di baliknya.
Nabi Yusuf yang telah memperoleh berbagai macam kelebihan dari Allah--ketampanan, keahlian menakwil mimpi, menjadi bangsawan yang mendapat amanah untuk mengelola lumbung pangan negeri--tidaklah kemudian hal itu menjadikannya sebagai ajang untuk berbangga diri.Â
Justru sebaliknya, beliau senantiasa menyadari bahwa semua kelebihan itu merupakan bentuk cobaan dari Allah berupa kenikmatan di dunia, yang belum pasti akan menentukan nasib baiknya dan perolehan kenikmatannya di akhirat kelak.
Oleh sebab itulah, di samping segala kelebihan yang telah beliau terima itu, beliau juga tidak henti-hentinya menderasakan doa kepada Allah agar beliau kelak diwafatkan dalam keadaan yang selamat bersama dengan golongan orang-orang yang shalih.
Sebab, beliau senantiasa menyadari bahwa Dia-lah Sang Pemilik kekuasaan sejati yang akan menentukan selamat tidaknya nasib para hamba-Nya di akhirat kelak.
Demikianlah kiranya hikmah yang dapat kita petik dari penghujung kisah Nabi Yusuf kali ini. Penulis sangat menyadari bahwa masih banyak sekali kekurangan penulis dalam menceritakan, menulis dan membawakan cerita ini.
Segala kekurangan dalam pembawaan kisah ini terjadi bukan karena unsur kesengajaan. Akan tetapi karena keterbatasan kemampuan penulis dalam menyajikannya, sehingga sebagai konsekuensi atas hal ini, penulis juga akan membuka pintu saran maupun kritikan dengan selapang-lapangnya bagi pembaca semua, demi perbaikan pada tulisan ini maupun pada karya-karya penulis berikutnya. (*)