“Kalau sudah besar, menikah saja denganku,” kata Nam. Ia melirikku.
“Apa? Kita tidak bisa menikah Nam. Aku dan kamu laki-laki,” kataku, “ayo, kita pergi mandi ke danau!”
Aku tarik tangan Nam, aku ajak dia berlari, lalu Cok dan Drus mengikuti kami dari belakang.
“Warnanya ada empat!” teriak Cok. Ia berlari di belakang aku dan Nam. Napasnya terengah-engah.
“Tujuh!” Drus berteriak juga. Ia mendahuluiku. Ia memang lincah.
(4)
Sayangnya, hari itu adalah hari terakhir kami bermain bersama Nam. Sebab, tiga hari kemudian Nam katanya menjadi gila. Lalu, sejak dipasang papan larangan itu, kami dengar Nam dibawa ke Pulau Luar dan sejak itu, Nam tidak pernah terlihat dan terdengar lagi namanya. Tidak ada yang berani menanyakan Nam kepada Tetua. Orang-orang sini takut pada Tetua. Konon, kakek Tetua yang membabat hutan ini untuk dijadikan permukiman. Dan, Tetua sendiri adalah orang yang pada masa mudanya senang berguru ilmu-ilmu sakti. Dan menurut cerita, Tetua mengalahkan semua jawara di sekitar kampungku itu. Nam adalah anak bungsu Tetua. Kakak Nam semuanya perempuan. Katanya, Tetua mengharapkan anak laki-laki yang akan mewarisi ilmu-ilmunya sehingga sangat gembira ketika Nam lahir. Orang-orang di sini sangat patuh pada Tetua sehingga apa pun perkataan Tetua akan diikutinya. Makanya, jangan heran ketika papan larangan dipasang, semua orang tidak ada yang memprotesnya. Padahal, larangan itu tidak masuk akal. Bayangkan saja, “tidak boleh melihat pelangi”, bukankah itu aneh? Lebih aneh lagi ketika Tetua menjelaskan bahwa Nam gila sebab melihat pelangi. Ya, aneh, sebab aku, Cok, dan Drus tidak gila, bukan?
Seminggu lalu Tetua meninggal. Lalu, datanglah Pelangi, gadis cantik yang bertemu denganku di danau. Dan, Pelangi tinggal di rumah Tetua. Sayangnya, seperti yang lainnya yang tinggal di rumah Tetua, Pelangi dipenuhi rahasia. Orang-orang hanya bisa menebak-nebak siapa Pelangi. Bahkan, kadang tebakan mereka menjurus pada prasangka-prasangka tidak baik terhadap Tetua, seperti Pelangi itu istri paling muda Tetua.
Cuaca tahun ini tidak jelas. Kadang sangat panas, kadang hujan. Ketika sedang panas, tiba-tiba hujan, lalu panas lagi. Sebab itu, beberapa kali pelangi muncul di langit. Tapi, ya, kami selalu berlari masuk ke dalam rumah jika pelangi muncul. Larangan itu belum dicabut meskipun Tetua sudah meninggal. Itu merepotkan kami.
Hujan baru saja reda.
Tiba-tiba dari luar gubukku, ada yang berteriak.