Mohon tunggu...
Kang Marakara
Kang Marakara Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengangguran Terselubung

Belajar dan mengamalkan.hinalah aku,bila itu membuatmu bahagia.aku tidak hidup dari puja-pujimu

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tetanggaku. Dahulu, Kini, dan [Mungkin] Nanti

20 Februari 2023   06:36 Diperbarui: 20 Februari 2023   06:54 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manusia memang makhluk sosial, dengan artian, dalam setiap geliat kehidupan pasti dan harus membutuhkan orang lain sebagai penopang dan penyeimbang.

Karena sifatnya yang selalu harus berinteraksi dengan keadaan sekitar, kehadiran tetangga adalah masalah klasik dalam setiap cerita tentang perjalanan hidup seorang manusia. Jatuh, bangun, bahagia, sedih, seringkali orang lain yang bisa jadi adalah tetangga ada peranya di sana.

Kebetulan selama berumah tangga, saya adalah tipe keluarga perantau, satu-dua tahun di satu tempat, pindah lagi ketempat lain. Capek memang, tapi begitulah keadaan, tergantung dari penugasan mencari nafkah.

Karena sering berpindah tempat itulah, maka kami sekeluarga sudah pernah memiliki ribuan orang sebagai tetangga. Ada yang sesama muslim, nasrani, hindu, budha, bahkan yang masih atheis. itu dari segi agama dan kepercayaan. Ada yang Jawa, Batak, Papua, Melayu, china, Bengghali, Banjar, Aceh, dan mungkin banyak lagi asal dan suku yang pernah menjadi tetangga kami.

Dan cerita tentang tetangga ini ternyata bisa di bagi kedalam tiga babak, sesuai waktu, keadaan, dan suasana kebatinan kami bertetangga.

1. Tetanggaku, Dahulu.

Dahulu, bahkan dulu sekali, bertetangga itu seperti tiada sekat dan pembatas. Rumah kami kebanyakan tidak berpagar, halaman luas bisa untuk bermain dan berkegiatan siapa saja. Dalam berinteraksi rasanya dulu antar tetangga itu tidak pernah mempersoalkan asal usul dan agama atau kepercayaan. Tetangga ya tetangga, dan itu berarti adalah saudara

karena di landasi rasa persaudaraan sebagai sesama ummat manusia, antara tetangga dulu itu sudah seperti saudara sendiri. Kami yang muslim dan bersuku Jawa bisa hidup berdampingan dengan tetangga non muslim dan dari suku apa saja, tanpa ada gap atau jarak. Saling tolong, saling bantu, saling menghormati agama dan adat istiadat masing-masing.

Toleransi antar tetangga sangat di junjung tinggi, masalah sekecil apapun biasanya di selesaikan dengan rasa kekeluargaan. Guyup, rukun, penuh kebersamaan.

Dan satu hal yang membuat bertetangga di zaman dulu iu terasa nikmat dan sulit terlupakan, kami dengan para tetangga punya kebiasaan unik. Kalau satu keluarga punya lauk atau makanan enak, semua tetangga di bagi. Kalau makan tidak ada sayur di rumah, kami bisa sambil berteriak menanyakan apa tetangga punya sayur atau makanan, dan ajaibnya selalu di beri. bergantian, hari ini minta, mungkin besok gantian memberi. Saling memberi dan menerima tanpa menharap pamrih.

Bahkan untuk tanaman sayuran atau buah buahan, antar tetangga biasanya bebas mengambil tanpa perlu permisi, [yang di zaman sekarang mungkin akan segera di cari dalilnya di kitab suci, atau bisa di pidanakan lewat laporan polisi]. Bukan rakus atau tamak, antar tetangga zaman dulu punya kesantunan yang luar biasa, mengambil secukupnya, dan ketika tanamanya di ambil tetangga lain juga tidak pernah jadi masalah.

Jika waktu boleh di putar ulang, rasanya model bertetangga seperti dulu ingin kembali bisa di nikmati. hidup apa adanya, berpikir positif terhadap siapa saja, menghormati dan menolong sesama tanpa harus di ruwetkan oleh perbedaan status sosial, agama, suku, bahkan pilihan politik

2. Tetanggaku, Kini.

Zaman berubah dengan cepat, kemajuan teknologi membuat gaya hidup manusia berubah total. Apa yang dulu di agungkan sebagai nilai luhur kemanusian, kini perlahan luntur di gerus budaya baru dan cara pandang yang di pengaruhi kebiasaan dan nilai nilai dari luar. Tidak terkecuali dengan cara bertetangga.

Apalagi ketika media sosial menjadi kekuatan utama dalam berinteraksi, antar tetangga seperti terpaut jarak yang jauh, tetangga dekat tapi jauh di hati.

Kebetulan sekarang kami sekeluarga bertempat tinggal di lingkungan yang mayoritas di isi oleh orang-orang lebih muda secara usia, yang tentu saja punya kebiasaan dan cara pandang agak berbeda dengan prinsip keluarga kami.

Rumah tetangga kini kebanyakan telah berpagar tinggi, saling tegur hanya sesekal, itupun seperti sekedar basa-basi, kurang empati terhadap kesulitan orang lain meskipun itu tetangga sendiri, kurang peduli dengan lingkungan sekitar dan lebih asykl dengan media  sosial. Antar tetangga seperti menyimpan curiga, prasangka tidak baik lebih cepat mengemuka. Padahal secara pendidikan dan penguasaan ilmu pengetahuan, manusia zaman sekarang lebih unggul dan maju. Tapi nilai luhur penuh kearifan ternyata teringgal jauh.

3. Tetanggaku, (Mungkin) Nanti.

Memandangkan kehidupan bertetangga di zaman ini, rasanya ngeri membayangkan pola hidup bertetangga dikurun waktu duapuluh atau tigapuluh tahun nanti.

Apakah nanti kami dan tetangga akan kaku dan seperti robot ketika berinteraksi. Siapa lu siapa gue bisa jadi lebih mendominasi, keramahan khas manusia Indonesia hilang tergerus keangkuhan status sosial dan kekayàan kebendaan. Siapa menjamin model hubungan masyarakat tidak akan jatuh ketitik nadir. Saling sapa hanya sekedar seremonial belaka, rasa cinta kasih hanya teori yang tak lagi mampu menjadi hiasan dan kebanggaan setiap tetangga.

Dan ketika masa itu tiba, kami sekeluarga hanya mampu bermohon kepaďa Tuhan penguasa kehidupan, semoga kami tetap dipertemukan dengan tetangga kami seperti zaman dulu. Hidup guyup, rukun, saling bahu-membahu menciptakan kehidupan bermasyarakat yang damai dan bahagia.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun