Dengan wajah merah padam, karena merasa dipermalukan oleh tetangga dekat yang aneh, Zaki beranjak dari pintu rumahnya dengan satu tujuan. Rumah Joko. Ingin balas dendam, sekaligus menuntut penjelasan.
Sambil menyiapkan segala sumpah serapah, dia memendam amarah. Berjalan dengan langkah yang terarah.
Di jalan, Zaki berpapasan dengan Ibnu. Ibnu baru saja dari rumah Joko. Dan Ibnu melihat Zaki yang menenteng kardus hadiah itu. Masih ada pita merah dan masih kelihatan rapi.
"Mau kemana bung?" Tanya Ibnu.
"Joko gemblung. Dia mengirimi aku tahi ayam." Kata-kata singkat itu sudah lebih dari penjelasan. Ibnu sudah mengerti. Tapi buru-buru dia mencegah Zaki.
"Kamu mau apa?"
"Aku mau lemparkan ini ke pintu rumahnya. Biar tetangga aneh satu ini tahu diri."
"Eh, jangan... Kalau kamu gak mau hadiah itu, buat aku saja. Jangan dibegitukan..." Kata Ibnu memberikan solusi.
"Gak bisa. Ini keterlaluan. Gak ada penghinaan yang lebih dari ini."
"Jangan salah paham bung. Itu bukan penghinaan. Cara kamu memaknai itu keliru. Joko begitu baik sama kita. Dia kasih kita tahi ayam. Dibungkus rapi pula."
"Kamu juga sudah jadi sinting. Kamu dikirim tahi ayam juga sama dia, tapi malah berterima kasih?"