Mohon tunggu...
Muhammad Khoirul Wafa
Muhammad Khoirul Wafa Mohon Tunggu... Penulis - Santri, Penulis lepas

Santri dari Ma'had Aly Lirboyo lulus 2020 M. Berusaha menulis untuk mengubah diri menjadi lebih baik. Instagram @Rogerwafaa Twitter @rogerwafaa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ahmad Tohari yang "Tak Sengaja" Jadi Sastrawan

21 Juni 2020   05:59 Diperbarui: 24 Juni 2020   13:56 648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dan penjelasan ini membuat pertanyaan saya tadi menjadi gamblang terjawab.

"Seperti halnya Ronggeng Dukuh Paruk, hampir semua karya saya terilhami oleh pengalaman nyata. Hasil pembacaan lahir atas lingkungan, yang kemudian diperkaya dengan idealisme dan komitmen kemanusiaan. Maka semua karya saya sederhana. Amat membumi. Dan karena komitmen kemanusiaan, semuanya punya keberpihakan." (Halaman 119)

Regionalitas pribadi selalu menuntun ide beliau ke dalam wacana tentang masyarakat bawah. Sebab bagi seorang Ahmad Tohari, lingkungan seperti itu merupakan insipirasi yang tak ada habisnya.

Bagaimana seharusnya setiap penulis memiliki karakteristik seperti itu. Punya ranah masing-masing, dan ciri khas. Saat melihat kelas bawah, pak Ahmad Tohari selalu dapat melihat banyak tulisan bisa lahir dari sana. Maka bagaimana kita, atau saya misalnya, orang pesantren, seharusnya selalu bisa melihat ide ketika merenung tentang suasana disana.

Bagaimana seorang pelaut, selalu bisa melihat ide tatkala dia melihat samudera. Atau bagaimana orang perkotaan, bisa selalu melihat ide, saat dia memandang gedung bertingkat. Dan seterusnya...

Saat seseorang berada di ekosistem miliknya, biasanya akan lebih merasa nyaman. Ide-ide bisa lebih mudah datang. Dan setiap huruf yang lahir dari pena akan lebih bisa dinikmati...

"Sepanjang pengalaman menjadi pengarang, ide atau ilham bisa datang kapan saja dan di mana saja. Dia muncul dalam momentum yang tak bisa diramalkan. Mutunya pun berbeda-beda.

Maka tidak semua ilham berhasil dikembangkan dan dilahirkan sebagai karya sastra. Banyak di antara ilham yang rapuh dan karenanya gugur sebelum lahir sebagai karya. Ilham yang kuat akan tinggal dan mengusik jiwa. Dia minta perhatian, menuntut dikembangkan dan diperkaya dan pada saatnya akan mendesak-desak menuntut dilahirkan."

Setelah muncul ide, kemudian ide tersebut sudah disaring hingga layak dilahirkan, maka selanjutnya adalah menunggu waktu yang tepat.

Saya menerjemahkan sebagai menunggu suasana hati. Mood. Maka saya sepakat dengan pak Ahmad Tohari. "Mungkin mood tidak lebih daripada momentum di mana hasrat yang kuat untuk menulis bertemu dengan kondisi jiwa dan suasana lingkungan yang datang bersama dan menciptakan keadaan yang kondusif bagi seorang pengarang untuk mulai menulis."

Cukup sulit kadang adalah memilih kalimat pertama. Paragraf awal yang memikat. Istilahnya sekarang mungkin istilah sejenis lead. Lead harus menarik. Karena lead akan memancing rasa penasaran pembaca, untuk melahap tulisan hingga paragraf terakhir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun