Mohon tunggu...
Muhammad Khoirul Wafa
Muhammad Khoirul Wafa Mohon Tunggu... Penulis - Santri, Penulis lepas

Santri dari Ma'had Aly Lirboyo lulus 2020 M. Berusaha menulis untuk mengubah diri menjadi lebih baik. Instagram @Rogerwafaa Twitter @rogerwafaa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ahmad Tohari yang "Tak Sengaja" Jadi Sastrawan

21 Juni 2020   05:59 Diperbarui: 24 Juni 2020   13:56 648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masalah berat pertama yang harus saya hadapi adalah membangun rasa percaya diri untuk bekal masuk ke dunia karang-mengarang.

Dulu, sebagai calon pengarang saya merasa ada tembok kokoh yang melingkari dunia para pengarang mapan sehingga keinginan untuk masuk sering terganjal oleh rasa kurang percaya diri.

Bahkan perasaan ini masih tersisa setelah beberapa karya cerpen saya terbit di media massa. Saya masih ingat betapa kaki saya gemetar dan tengkuk terasa dingin ketika saya berdiri di depan pintu kantor redaksi sebuah penerbitan di Jakarta untuk mengantarkan naskah novel Di Kaki Bukit Cibalak pada tahun 1979. Padahal naskah tersebut sudah mendapat penghargaan dari Dewan Kesenian Jakarta.

Untunglah saat itu saya tidak berbalik dan pulang. Andaikan waktu itu saya menuruti rasa minder, lalu mundur, mungkin saya tidak pernah jadi pengarang.

Hal ini sama saja dengan calon pengarang yang berhenti menulis setelah naskahnya beberapa kali ditolak oleh redaksi. Padahal bila dia terus mencoba dan mencoba besar kemungkinan akhirnya ada naskah yang lolos dan diterbitkan."

Tidak hanya itu, lebih tragis adalah cerita tentang bagaimana dengan menulis seseorang bisa menyambung hidup. Jika pekerjaan satu-satunya hanya menulis, tanpa mengandalkan profesi sampingan lain. Kita pikir dunia sastra itu gemerlap dan glamor? Tidak juga. Lihatlah pengalaman pribadi pak Ahmad Tohari ini...

"Sering kali seorang pemula harus merasakan kemiskinan bertahun-tahun sebab dari karya yang dibuat belum menghasilkan uang. Saya mengalami keadaan ini selama 8 tahun hingga 1980. Dalam situasi ini bahkan untuk membeli kertas pun saya tak punya dana.

Atau sering terjadi, sebuah naskah sudah siap dikirim, namun uang pembeli prangko tidak tersedia Andaikan saya menyerah terhadap situasi yang sulit ini, mungkin dunia karang-mengarang tidak pernah saya jamah."

Tapi itu adalah masa sulit yang sementara. Sebab selanjutnya honor dan uang royalti sangat bisa diandalkan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Bahkan untuk menyekolahkan anak-anak beliau hingga perguruan tinggi.

***

Yang saya suka dari banyak tulisan pak Ahmad Tohari adalah kesederhanaan atas ide-idenya. Tema-tema yang ada di sekitar kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun