Ada yang bilang kalau jenderal Alexander ini ahli strategi Inggris paling handal. Sedangkan Monty adalah jenderal Inggris yang paling gak kaku. Unconvetional seperti Rommel. Tapi pandai dan mengerti baik sifat serta masalah pertempuran mekanis. Kedua orang ini katanya benar-benar pandai mengobarkan semangat pasukan. Artinya Rommel benar-benar menemukan lawan yang sepadan, justru saat kekuatan tempurnya makin melemah. Bahkan mencapai masa krisis.
Pada saat itulah sangat masuk akal jika Rommel kalah. Selain karena banyak tak tik cerdik Montgomery, seperti menjebak dengan peta palsu, hingga membuat pasukan Rommel tersesat, Rommel dihajar pula dengan serangan udara. Tanpa adanya banyak bantuan Luftwaffe. Singkat kata, Montgomery benar-benar cerdik, dan berani mengubah beberapa konsep perang pendahulunya.
Keadaan makin buruk karena Rommel sempat sakit. Rommel pulang beberapa saat. Ketika kembali lagi, pasukan Afrika Korps tanpa dirinya sudah makin diambang kekalahan.
Dalam ofensif Operation Supercharge (pertempuran El-Alamein kedua) dibawah Inggris, kekuatan tempur tak sepadan. Data yang saya temukan di buku PK Ojong, kekuatan Inggris ada 1000an tank. Sementara Jerman-Italia hanya 230an buah. Itupun sebagian besar tank Italia yang gak begitu hebat teknologinya. Sementara data lain menyebutkan jumlah kekuatan sekutu 220ribu orang dengan 1.100 tank. Melawan 116ribu serdadu blok poros dengan kekuatan 559 tank. Ditambah lagi sekutu memiliki kekuatan artileri yang kuat.
Lagi-lagi saya menyayangkan sikap Hitler. Di saat genting seperti itu seharusnya jenderal dibebaskan bertindak. Tapi Hitler melarang Rommel mundur. Padahal itu saat yang tepat untuk mundur teratur dan menyusun rencana. Sebelum Hitler mengirimkan kawat, Rommel memerintahkan anak buahnya mundur. Tapi saat pasukan mulai mundur kawat Hitler datang. Rommel bilang, "oleh karena saya selalu menuntut sikap demikian dari prajurit saya, dan saya hendak laksanakan juga prinsip itu untuk diri saya sendiri." Seperti dikutip PK. Ojong. Rommel mencabut perintah mundurnya.
Mungkin Rommel memandang itu sebuah karma. Karena selalu menuntut prajuritnya patuh, maka dia juga patuh pada atasannya. Meskipun itu juga berarti bunuh diri.
Situasi begitu tragis, dalam sebuah sumber digambarkan bahwa bawahan Rommel yang terlibat langsung di lapangan, Jenderal Von Thoma sebagai komandan tetap bertahan hingga panser terakhir terbakar. Rommel akhirnya bertindak logis untuk memerintahkan mundur meskipun melawan titah Hitler.
Menghindari pengepungan, Rommel menarik pasukannya tanpa menunggu izin Hitler. Esok harinya, Hitler mengirimkan kawat. "Saya setuju penarikan mundur tentara tuan ke posisi di Fuka." Tapi tentu saja posisi itu sudah lebih dulu direbut tank-tank Montgomery.
Jengkel sekali rasanya dalam hati saya membaca fakta sejarah itu. Tapi bukan berarti saya pro atau kontra dengan blok poros. Saya mencoba netral.
Bulan November 1942, kondisi semakin buruk. Di timur ada Montgomery. Di barat pasukan Eisenhower mulai mendarat. Praktis Rommel terjepit dari dua sisi. Kekalahan sudah di ambang mata.
Palagan Afrika otomatis hampir selesai.