Hari Kelima (30 Desember)
Hari terakhir di Yogyakarta dimulai dengan pagi yang cerah dan angin sepoi-sepoi. Sebelum memulai perjalanan ke destinasi terakhir, saya menyempatkan diri menikmati sarapan khas Jogja di penginapan. Kali ini, saya mencoba nasi kucing lengkap dengan lauk sambal teri dan sate telur puyuh, ditemani teh manis panas yang membuat pagi terasa begitu hangat. Rasanya, setiap sudut Jogja bahkan dari sajian sarapannya saja, menyimpan cerita unik yang sulit dilupakan.
Destinasi pertama dan utama hari itu adalah Tebing Breksi, sebuah lokasi wisata yang terkenal karena keindahan ukiran tebing batu kapurnya yang artistik. Saya berangkat lebih awal untuk menikmati suasana yang lebih sepi dan segar. Setibanya di sana, udara pagi yang segar dan pemandangan alam sekitar menyambut saya dengan kehangatan. Tebing ini memang terkenal karena panorama yang menakjubkan, terutama ketika langit cerah dan matahari mulai naik perlahan di atas cakrawala.
Di Tebing Breksi, saya berkesempatan menjelajahi area ukiran-ukiran dinding yang megah, yang sebagian besar menampilkan motif tradisional dan cerita rakyat Jawa. Setiap sudut ukiran terasa begitu hidup, seolah-olah ada narasi tersendiri yang tertulis di atas batu. Saya menghabiskan waktu berfoto di berbagai spot yang terkenal, termasuk di atas tangga alami yang memberikan pemandangan kota Jogja dari ketinggian. Pemandangan ini benar-benar membuat saya terpana, dengan pepohonan hijau, sawah-sawah, hingga siluet Gunung Merapi yang gagah di kejauhan.
Di sela-sela perjalanan mengelilingi Tebing Breksi, saya bertemu dengan beberapa pendaki yang baru saja menyelesaikan eksplorasi di daerah sekitarnya. Mereka berbagi cerita tentang pengalaman mereka menaklukkan jalur pendakian dan keindahan alam yang telah mereka saksikan. Percakapan singkat ini begitu berkesan karena saya bisa merasakan semangat mereka dalam menikmati alam. Bahkan, mereka memberikan rekomendasi beberapa tempat di Jogja yang harus saya kunjungi di kesempatan berikutnya, seperti Gunung Api Purba Nglanggeran dan Bukit Panguk Kediwung.
Tidak hanya berhenti di situ, saya juga mencoba berbagai aktivitas menarik di Tebing Breksi. Salah satu pengalaman yang tak terlupakan adalah menaiki jeep wisata yang membawa saya berkeliling area perbukitan kapur di sekitar tebing. Perjalanan dengan jeep ini terasa begitu menyenangkan karena jalurnya yang cukup menantang, dengan jalan berbatu dan tanjakan yang curam. Namun, pemandangan spektakuler di setiap sudutnya membuat semua rasa lelah terbayar lunas.
Setelah puas menjelajahi Tebing Breksi, saya duduk di salah satu gazebo yang disediakan untuk pengunjung. Saya menikmati sejuknya angin sambil menyantap camilan yang saya beli dari warung sekitar, seperti tempe mendoan hangat dan segelas es kelapa muda. Saat duduk santai ini, saya merenungkan perjalanan selama lima hari di Jogja yang terasa begitu istimewa. Kota ini benar-benar menghadirkan pengalaman yang tak hanya memanjakan mata, tetapi juga memperkaya jiwa.
Sebelum meninggalkan Tebing Breksi, saya menyempatkan diri berfoto di salah satu spot favorit, yaitu di depan ukiran besar yang berbentuk naga. Foto ini menjadi penutup sempurna untuk perjalanan saya. Saya juga membeli beberapa suvenir kecil dari para pedagang lokal, seperti gantungan kunci berbentuk tebing dan miniatur ukiran batu. Saya merasa membeli suvenir ini bukan sekadar membawa pulang kenang-kenangan, tetapi juga mendukung ekonomi lokal yang sangat bergantung pada wisatawan.
Menjelang siang, saya kembali ke penginapan untuk berkemas dan bersiap menuju stasiun. Perasaan campur aduk memenuhi hati saya. Di satu sisi, saya merasa puas dengan perjalanan ini yang dipenuhi pengalaman indah. Namun, di sisi lain, saya juga merasa sedikit berat hati meninggalkan kota yang begitu ramah dan penuh kehangatan.
Ketika kereta mulai melaju meninggalkan Stasiun Tugu, saya memandangi kota Jogja untuk terakhir kalinya dari jendela. Saya teringat setiap momen yang telah saya alami di sini: keramahan penduduk lokal, kelezatan kuliner khas, pesona alam, hingga kekayaan budayanya. Jogja memang memiliki cara tersendiri untuk meninggalkan jejak mendalam di hati setiap pengunjungnya.
Meski perjalanan ini berakhir, kenangan dan pelajaran yang saya dapatkan akan selalu terpatri dalam ingatan. Saya berjanji dalam hati untuk kembali lagi ke Jogja di lain waktu, karena kota ini seolah tidak pernah kehabisan pesona untuk dijelajahi. Liburan ini bukan hanya sekadar rekreasi, tetapi juga menjadi pengingat betapa kayanya Indonesia dengan keindahan dan budayanya yang luar biasa. Jogja, sampai jumpa lagi!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H