“Engga apa-apalah dil, masa gue ninggalin elu sendiri. Gua jugakan barusan nemenin elu.”Jawabku kepadanya.
“Ya udah, kalau begitu gua ke lantai 2 dulu urus administrasi. Bergegas adikku pergi dengan penuh kesabaran yang terlihat nampak dari raut wajahnya.
Aku dan suami menjaga Nur. Dan salah satu perawat menghampiri kami bertiga dan mengatakan kepada kami bahwa trombositnya Nur turun sampai empat puluh dua ribu dan harus transfusi trombosit.
“ Nur butuh 10 kantong untuk transfusi trombosit ya!.”
“ Apa ada persediaannya Dok? tanya adikku sedikit camas.
“Ada insya Allah , saya baru akan order.” Jawab dokter tersebut.
Aku bersama suami hanya diam saja mendengar apa yang dokter sampaikan. Setelah itu dokter pergi ke pasien lainnya. Adikku kembali lagi pergi untuk mengurus kantong darah yang akan dipersiapkan untuk Nur. Sedangkan aku dan suami bersama dua orang perawat membawa Nur ke PJT kamar inap Nur. Jarak rumah sakit Wahidin lama ke PJT lumayan agak jauh.
**********
Saat ku rapikan perlengkapan Nur di kamar rawat inap. Ponselku kembali berbunyi. Panggilan dari dari mama Nur, tanpa pikir panjang segera kuangakat. “Apa dil? tanyaku dengan suara pelan, mengingat kamar kelas 3 banyak anak-anak yang sedang dirawat dengan penyakit yang sama namun jenis penyakit yang berbeda-beda.
“Mil, persediaan kantong untuk transfusi trombosit B+ untuk Nur ternyata stoknya kosong di Bank Darah. Harus cari di jalan Daya atau di PMI, jagain Islah ya!ntar gue naik greb aja.” Ucapnya.
“Jangan Dil, nanti suami gua yang antar elu, apalagi sudah mau menjelang magrib masa mau cari donor sendiri. Kebetulan suami gua lagi di tempat parkir elu langsung aja menyusul, nanti gua telpon supaya jangan naik ke kamar rawat inap. Jadi elu ketemuan di tempat parkir aja.”Jawabku sedikit membujuknya.