Dalam sebuah organisasi, terasa sangat penting bagi atasan ataupun sesama karyawan untuk paham mengenai sikap yang ditujukan karyawan lain agar kita mampu untuk memahami apa yang dirasakan dan dipikirkan karyawan, sehingga hal ini juga pastikan bisa melahirkan kepuasan kerja yang dirasakan karyawan tersebut. Lalu, apa yang dimaksud dengan sikap?
Jika melihat menurut pendapat para ahli, Damiati, dkk (2017 p.36) berpendapat, sikap merupakan suatu ekpressi perasaan seseorang yang merefleksikan kesukaannya atau ketidaksukaannya terhadap suatu objek. Lalu Kotler (2007 p.65) memiliki pendapat, Sikap adalah evaluasi, perasaan, dan kecendrungan seseorang yang secara konsisten menyukai atau tidak menyukai suatu objek atau gagasan.Â
Sehingga dapat disimpulkan, sikap adalah kecenderungan seseorang untuk merespon secara konsisten terhadap suatu objek, situasi, atau orang dalam cara yang positif atau negatif. Sikap mencakup evaluasi afektif (perasaan atau emosi positif atau negatif), kognitif (keyakinan atau pengetahuan), dan perilaku (tindakan atau kecenderungan untuk bertindak) terhadap objek yang dituju. Sikap dapat berubah seiring waktu pengalaman, dan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti pengalaman pribadi, pendidikan, lingkungan sosial, media, keyakinan dan nilai, kepribadian dan faktor biologis. Berikut penjelasan dari ke 7 faktor tersebut:
1. Pengalaman Pribadi.
Pengalaman masa lalu seseorang dapat mempengaruhi sikap seseorang terhadap objek tertentu. Pengalaman yang menyenangkan atau tidak menyenangkan bisa membentuk sikap positif atau negatif.
2. Pendidikan.
Pendidikan yang diterima seseorang dapat mempengaruhi sikap mereka terhadap banyak hal. Pendidikan yang memberikan pengetahuan yang tepat dan mendalam tentang suatu topik dapat menghasilkan sikap positif.
3. Lingkungan Sosial.
Dimana seseorang hidup dapat mempengaruhi sikap mereka. Misalnya, keluarga, teman, atau kelompok sosial tertentu dapat mempengaruhi sikap seseorang.
4. Media.
Media masa seperti televisi, radio, dan internet dapat mempengaruhi sikap seseorang terhadap suatu topik atau objek tertentu.
5. Keyakinan dan Nilai.
Keyakinan dan nilai yang dimiliki seseorang juga dapat mempengaruhi sikap mereka. Misalnya, keyakinan agama dapat membentuk sikap seseorang terhadap topik tertentu.
6. Kepribadian.
Kepribadian seseorang dapat mempengaruhi sikap mereka. Contoh orang yang lebih terbuka dan mudah beradaptasi mungkin lebih menerima perubahan dan memiliki sikap yang lebih positif terhadap hal-hal baru.
7. Faktor Biologis.
Beberapa faktor biologis, seperti genetik dan faktor hormon, juga dapat mempengaruhi sikap seseorang terhadap suatu objek atau situasi.
Dalam mengukur sikap dapat dilakukan dengan berbagai metode, seperti:
- Skala Sikap, yang melibatkan pengukuran sikap dengan menggunakan skala dari satu hingga lima atau dari satu hingga sepuluh. Responden diminta untuk memberikan nilai pada seberapa setuju atau tidak setuju mereka terhadap pernyataan yang diberikan.
- Pengamatan Perilaku, yang melibatkan pengamatan perilaku seseorang untuk menentukan sikap mereka.
- Wawancara, yang melibatkan wawancara langsung dengan responden. Responden diminta untuk menjawab pertanyaan terkait dengan sikap mereka terhadap suatu objek atau topik tertentu.
- Kuesioner, yang melibatkan penggunaan kuesioner tertulis atau daring yang meminta responden untuk memberikan jawaban terhadap pertanyaan terkait sikap mereka terhadap suatu objekatau topik tertentu.
- Tes Proyektif, yang melibatkan penggunaan tes proyektif, seperti Rorschach atau TAT (Thematic Apperception Test), yang dapat membantu mengungkap sikap seseorang terhadap suatu objek atau topik tertentu melalui respons yang mereka berikan terhadap stimulus yang diberikan.
Selanjutnya, mari kita membahas materi mengenai kepuasan kerja. Apa sih arti dari kepuasan kerja?
Menurut Emron et. al., (2016: 213) menyebutkan bahwa kepuasan kerja merupakan sikap umum seseorang terhadap pekerjaannya. Lain hal seperti yang dikemukakan oleh Robbins (2015: 170) bahwa kepuasan kerja adalah suatu sikap umum terhadap pekerjaan seseorang sebagai perbedaan antara banyaknya ganjaran yang diterima karyawan dengan banyaknya ganjaran yang diyakini seharusnya diterima. Kemudian menurut Afandi (2018: 74) kepuasan kerja adalah sikap yang positif dari tenaga kerja meliputi perasaan dan tingkah laku terhadap pekerjaannya melalui penilaian salah satu pekerjaan sebagai rasa menghargai dalam mencapai salah satu nilai-nilai penting pekerjaan.Â
Dapat ditarik kesimpulan bahwa kepuasan kerja karyawan adalah sekumpulan perasaan tentang aspek menyenangkan dan tidak menyenangkandari pekerjaannya. Seseorang akan merasa puas atau kecewa bergantung pada bagaimana individu melihat kesesuaian antara keinginannya dan hasilnya.
Terdapat beberapa teori mengenai kepuasan kerja, salah satunya menurut Mangkunegara (2005: 120-123), meliputi:
1. Teori Keseimbangan (Equity Theory)
- Input adalah semua nilai yang diterima pegawai yang dapat menunjang pelaksanaan kerja. Misalnya pendidikan, pengalaman, skill, usaha, peralatan pribadi dan jumlah jam kerja
- Outcome adalah semua nilai yang diperoleh dan dirasakan pegawai. Misalnya upah, keuntungan tambahan, status simbol, pengenalan kembali, kesempatan untuk berprestasi atau mengekspresikan diri.
- Comparison person seorang pegawai dalam organisasi yang sama, seorang pegawai dalam organisasi yang berbeda atau dirinya sendiri dalam pekerjaan sebelumnya.
Menurut teori ini, puas atau tidak puasnya pegawai merupakan hasil dari membandingkan antara input-output dirinya dengan perbandingan input-ouput pegawai lain. Jika perbandingan tersebut dirasakan seimbang maka pegawai tersebut merasa puas. Tetapi, apabila terjadi tidak seimbang dapat menyebabkan dua kemungkinan, ketidakseimbangan yang menguntungkan dirinya dan sebaliknya ketidakseimbangan yang menguntungkan pegawai lain.
2. Teori Perbedaan atau Discrepancy Theory (dipelopori oleh Proter)
Proter berpendapat bahwa pengukuran kepuasan dapat dilakukan dengan cara perhitungan selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan pegawai. Apabila yangdidapat pegawai ternyata lebih besar daripada apa yang diharapakanmaka pegawai tersebut menjadi puas. Sebaliknya, apabila yang didapat pegawai lebih rendah daripada yang diharapkan, akan menyebabkan pegawai tidak puas.
3. Teori Pemenuhan Kebutuhan (Need Fulfillment Theory)
Menurut teori ini, kepuasan kerja pegawai bergantung pada terpenuhi atau tidaknya kebutuhan pegawai. Pegawai akan merasa puas apabila ia mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Makin besar kebutuhan pegawai terpenuhi, makin puas pula pegawai tersebut. Begitu pula sebaliknya apabila kebutuhan tidak terpenuhi, pegawai itu akan merasa tidak puas.
4. Teori Pandangan Kelompok (Social Reference Group Theory)
Menurut teori ini, kepuasan kerja pegawai bukanlah bergantung pada pemenuhan kebutuhan saja, tetapi sangat bergantung pada pandangan dan pendapat kelompok oleh para pegawai yang dianggap sebagai kelompok acuhan yang dijadikan tolak ukur untuk menilai dirinya maupun lingkungannya. Jadi, pegawai akan merasa puas apabila hasil kerjanya sesuai dengan minat dan kebutuhan yang diharapkan oleh kelompok acuhan.
5. Teori Dua Faktor Dari Herzberg
Teori Herzberg menggunakan teori Abraham sebagai titik acuhannya. Masing-masing subjek diminta menceritakan kejadian yang dialami oleh mereka baik yang menyenangkan (memberikan kepuasan) maupun yang tidak menyenangkan atau tidak memberikan kepuasan. Kemudian dianalisis dengan analisis isi untuk menentukan faktor- faktor yang menyebabkan kepuasan dan ketidakpuasan, yaitu :
- Faktor pemeliharaan meliputi administrasi dan kebijakan perusahaan, kualitas pengawasan, hubungan dengan pengawasan, hubungan dengan subordinate, upah, keamanan kerja, kondisi kerja, dan status.
- Faktor pemotivasian meliputi dorongan berprestasi, pengenalan, kemajuan, kesempatan berkembang, dan tanggung jawab.
6. Teori pengharapan (Exceptancy Theory) (Dikembangkan oleh Victor H. Vroom. Kemudian diperluas oleh Porter dan Lawler)
Vroom mejelaskan bahwa motivasi merupakan sesuatu produk dari bagaimana seseorang menginginkan sesuatu, dan penaksiran seseorang memungkinkan aksi tertentu yang akan menuntunnya.
Dalam mengukur tingkat kepuasan kerja seseorang perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang menjadi tolak ukurnya. Robbins (2010:149) menyebutkan terdapat 5 faktor yang dapat menjadi tolak ukur kepuasan kerja, antara lain:
- Kepuasan dengan gaji
- Kepuasan dengan promosi
- Kepuasan dengan rekan kerja
- Kepuasan dengan atasan
- Kepuasan dengan pekerjaan itu sendiriÂ
Lalu bagaimana pengukuran dari kepuasan kerja?
Luthans (2006) menyatakan bahwa ada enam dimensi atau aspek dalam kepuasan kerja, yaitu:
- Pekerjaan itu sendiri, sejauh mana tugas kerja dianggap menarik dan memberikan kesempatan untuk maju atau belajar, dalam hal ini ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh pengalaman dan peningkatan kemampuan dan menerima tanggungjawab selama kerja.
- Gaji atau upah, yaitu jumlah yang diterima meliputi besar gajinya, kesesuaian antara gaji dengan pekerjaan.
- Kesempatan promosi, yaitu yang berhubungan dengan masalah kenaikan jabatan, kesempatan untuk maju dan pengembangan karir.
- Pengawasan, yaitu termasuk didalamnya hubungan antara karyawan dengan atasan, pengawasan kerja dan kualitas kerja.
- Rekan kerja, yaitu sejauhmana hubungan sesama karyawan.
- Kondisi kerja, yaitu yang menyangkut dengan suasana kerja yaitu peralatan kerja, ventilasi, tata ruang dan sebagainya.
Setelah melakukan pengukuran dari kepuasan kerja, maka tentunya akan menghasilkan 2 hal, kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja. Maka dari kedua hal tersebut, akan menimbulkan dampak, yaitu:
- Produktivitas atau Kinerja
Lawler dan Porter mengatakan bahwa produktivitas yang tinggi menyebabkan peningkatan dari kepuasan kerja jika tenaga kerja mempersepsikan bahwa imbalan instrinsik dan imbalan ekstrinsik yang diterima kedua-duanya adil dan wajar dan diasosiasikan dengan kinerja yang unggul. Jika pekerjaan tidak mengalami imbalan internal dan eksternal yang terkait dengan kinerja, maka peningkatan kinerja tidak akan berkorelasi dengan peningkatan kepuasan profesional.
- Absen dan Pembalikan
Porter dan Steers menyatakan bahwa absensi dan gangguan kerja adalah jenis reaksi yang berbeda secara kualitatif. Ketidakhadiran lebih bersifat spontan sifatnya dan dengan demikian kurang mencerminkan ketidakpuasan kerja (Asad (2004: 115). Lain halnya dengan berhenti bekerja atau keluar dari pekerjaan, lebih besar kemungkinannya berhubungan dengan ketidak puaan kerja. Menurut Robbins (1996) ketidak puasan kerja pada tenaga kerja atau karyawan dapat diungkapkan ke dalam berbagai macam cara. Misalnya, selain meninggalkan pekerjaan, karyawan dapat mengeluh, membangkang, mencuri barang milik organisasi, menghindari sebagian dari tanggung jawab pekerjaan mereka.
Lalu jika yang dirasakan karyawan adalah ketidakpuasan kerja, bagaimana cara karyawan mengekspresikannya?
Terdapat lima cara untuk mengekspresikan ketidakpuasan karyawan, (Assad, 2004: 205):
- Keluar (Exit)
Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan meninggalkan pekerjaan. Termasuk mencari pekerjaan lain.
- Menyuarakan (Voice)
Ketidakpuasan kerja yang diungkap melalui usaha aktif dan konstruktif untuk memperbaiki kondisi termasuk memberikan saran perbaikan, mendiskusikan masalah denganatasannya.
- Mengabaikan (Neglect)
Kepuasan kerja yang diungkapkan melalui sikap membiarkan keadaan menjadi lebih buruk termasuk misalnya sering absen atau datang terlambat, kinerja berkurang, kesalahan yang dibuat makin banyak.
- Kesetiaan (Loyalty)
Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan menunggu secara pasif sampai kondisinya menjadi lebih baik, termasuk membela perusahaan terhadap kritik dari luar dan percaya bahwa organisasi dan manajemen akan melakukan hal yang tepat untuk memperbaiki kondisi.
- Kesehatan
Meskipun jelas bahwa kepuasan kerja tidak berhubungan langsung dengan kesehatan, Tetapi kepuasan kerja yang menunjang tingkat fisik, mental dan kepuasan sendiri merupakan tanda dari kesehatan. Tingkat dari kepuasan kerja dan kesehatan mungkin saling mengukuhkan sehingga peningkatan dari yang satu dapat meningkatkan yang lain dansebaliknya penurunan yang satu dapat menurunkan yang lain.
Sesi Diskusi
1. Nama: Chandra Ningsih (Kelompok 1)
Pertanyaan: Bagaimana hubungan antara sikap dan kepuasan kerja. Dan tolong berikan contoh sederhana nya di kehidupan sehari hari?
Jawaban: Hubungan antara sikap kerja dengan kepuasan kerja adalah erat. Sikap kerja yang baik dapat mempengaruhi tingkat kepuasan kerja seseorang, sementara tingkat kepuasan kerja yang tinggi dapat mempengaruhi sikap kerja seseorang. Sikap kerja yang baik ditandai oleh komitmen yang tinggi, rasa tanggung jawab yang kuat, serta kemampuan untuk bekerja sama dengan rekan kerja lainnya. Seseorang dengan sikap kerja yang baik akan cenderung merasa lebih puas dengan pekerjaannya dan lingkungan kerjanya, karena mereka merasa bahwa pekerjaan mereka memiliki makna dan arti yang penting bagi mereka.
Contohnya:
- Komponen kognitif (cognitive component) adalah opini atau segmen kepercayaan dari suatu sikap . Contoh: pernyataan bahwa gaji saya rendah.
- Komponen afektif (affective component) adalah segmen perasaan atau emosional dari suatu sikap. Contoh: Perasaan atau emosional dari suatu sikap dan direfleksikan dalam pernyataan "Saya marah karena gajiku kecil".
- Komponen perilaku (behavioral component) adalah sebuah maksud untuk berperilaku tertentu terhadap seseorang atau sesuatu. Contoh: "Saya akan mencari pekerjaan lain dengan gaji lebih baik".
2. Nama: Aulia Septiani (Kelompok 5)
Pertanyaan: Bagaimana cara meningkatkan motivasi seorang karyawan sehingga karyawan tersebut mencapai kepuasan kerja?
Jawaban:
- Berikan tanggung jawab sesuai dengan kemampuan yang dimiliki karyawan.
- Bekali dengan fasilitas pendukung dan penunjang pekerjaan.
- Berikanlah dukungan bila memberikan suatu ide yang baik untuk perusahaan.
- Berikan gaji yang sepadan dengan apa yang dikerjakan karyawan tersebut.
- Pembagian gaji tepat waktu.
3. Nama: Dhika Arief Kusuma (Kelompok 6)
Pertanyaan: Bagaimana jika kita hanya memendam emosi yang sedang kita rasakan?
Jawaban: Biasanya ketika sedang merasakan kecewa, kesal, frustrasi, atau bahkan sakit hati, emosi marah muncul sebagai respons alamiah manusia yg diiringi dengan berbagai ekspresi perilaku. Karena itu, marah merupakan emosi yang wajar dan perlu untuk diekspresikan. Menekan dan memendam emosi tidak sepenuhnya membuat emosi yang sedang dirasakan menghilang. Akibatnya, emosi yang ditekan dan dipendam akan mengancam kesehatan psikis atau mental. Emosi yang ditekan dan dipendam ini kemungkinan besar dapat memicu gangguan kecemasan, stres, dan depresi. Berdasarkan beberapa hasil studi, menekan dan memendam emosi secara terus-menerus bisa memengaruhi kinerja imunitas tubuh. Nah, ketika imunitas tubuh menurun dan tidak dapat bekerja dengan optimal maka orang tersebut akan lebih mudah terjangkit penyakit dan mengalami proses pemulihan yang lebih lama. Selain itu, menekan dan memendam marah yang intens juga dapat meningkatkan resiko terjadinya tekanan darah tinggi dan penyakit kardiovaskuler.
4. Nama: Rizqi Ramadhan Situmorang (Kelompok 4)
Pertanyaan: Bagaimana cara mengendalikan emosi dan suasana hati agar pekerjaan yang dilakukan di suatu organisasi tidak dapat menganggu pekerjaan yang dilakukan, ketika diri sendiri sudah tidak bisa mengendalikan emosi dan suasana hati yang buruk?
Jawaban: Biasanya cara yang dilakukan yaitu tarik nafas yang panjang. Ketika merasakan kemarahan, kecemasan atau frustasi tarik nafas yang panjang selama beberapa waktu ini bisa membantu mengendalikan emosi sehingga akan merasa lebih tenang dan cara yang kedua yaitu jauhi situasi yang menjadi pemicu, ketika kita mualai merasakan kemunculan emosi negatif di dalam suatu situasi, sebaiknya jauhi dan hindarilah situasi tersebut. Jaga pikiran kita agar tetap tenang, dan jangan terpancing emosi yang tidak perlu.
5. Nama: Ditha Putria (Kelompok 5)
Pertanyaan: Bagaimana cara menghadapi salah satu karyawan yang sedang memiliki masalah dirumah dan dibawa ke kantor yang pada akhirnya membuat susana kantor menjadi canggung?
Jawaban: Sebenarnya masalah pribadi bukanlah urusan perusahaan seharusnya karyawan tersebut bersikap profesional namun jika masalah tersebut mempengaruhi kinerja dengan karyawan lainnya perusahaan dapat membantu dengan membicarakan hal tersebut secara santai ke karyawan tersebut dengan tanpa maksud memojokkon.Karena mereka adalah penggerak bisnis perusahaan, sehingga sudah selayaknya Anda peduli terhadap kondisi mereka. Jika mereka mampu menyelesaikan masalah, kinerja mereka pun akan meningkat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H