Pernah ada suatu masa ketika barang yang memiliki label "Made In China" maka barang tersebut dianggap akan cepat rusak atau tidak awet pemakaiannya. Bahkan, pelabelan "China" juga sering digunakan untuk menggambarkan barang KW, kualitas rendah, atau yang menyerupai bentuk originalnya.
Namun, citra negatif itu kini sudah mulai sirna dengan kemunculan berbagai jenama mobil seperti Wuling, DFSK, Chery, MG (merek kelahiran Inggris yang diakuisisi perusahaan China---SAIC Motor), BYD, Great Wall Motor (Haval, Tank, dan Ora), Jetour, dan BAIC.
Perbaikan citra tersebut tentu bukanlah omong kosong semata. Perusahaan industri otomotif Jepang, Eropa, Korea, hingga Amerika, sering kali dibuat geleng-geleng kepala dengan kualitas, fitur, dan harga jual mobil yang ditawarkan pada konsumen.
Kemenangan China dalam menjual mobil listrik ini adalah upaya kerja keras berbagai pihak sehingga membuat kompetitornya keteteran, terutama dalam teknologi baterai dan produksinya yang efisien (seperti mudahnya pembuatan pabrik mobil listrik). Di balik semua itu, dukungan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan lembaga-lembaga perbankan China, juga tak boleh dianggap sepele.
Kerja sama negara dan perusahaan otomotif inilah yang membuat pemerintah AS pusing karena belum menemukan cara yang jitu bersaing dengan China. Langkah tercepatnya adalah mengenakan bea masuk impor tinggi.
Presiden AS Joe Biden mengumumkan kenaikan tarif sebesar 100 persen bertujuan untuk melindungi produsen AS dari praktik perdagangan tidak adil yang dilakukan China. Bahkan, Gedung Putih menuding, piranti lunak yang terdapat di kendaraan mobil listrik China dapat membahayakan keamanan nasional dan warga AS. Diksi yang digunakan adalah spionase dan sabotase.
Indonesia Menjadi (Target) Pasar yang Signifikan
Di sela-sela kunjungannya di pameran Indonesia International Motor Show (IIMS) 2024 di JIExpo Kemayoran, Presiden Joko Widodo dan pelaku industri meyakini bahwa masa depan otomotif Indonesia adalah kendaraan terelektrifikasi.
"Ya, memang masa depan otomotif Indonesia itu di mobil listrik. Karena kita memiliki bahan baku nikel dan yang lainnya," katanya.
Bahkan untuk meningkatkan investasi, populasi, dan perkembangan industri kendaraan listrik, pemerintah akan memberikan insentif seperti pengurangan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) agar harga kendaraan listrik bisa lebih terjangkau. Tentu dengan harapan Indonesia mampu bersaing dengan  negara-negara lain terkait industri kendaraan listrik.