Di bawah kepemimpinannya, PKI menjadi partai komunis ketiga terbesar di dunia, setelah Uni Soviet dan Tiongkok.
Ia mengembangkan sejumlah program untuk berbagai kelompok masyarakat, seperti Pemuda Rakyat, Gerwani, Barisan Tani Indonesia (BTI), Lekra, Â dan lain-lain.
Dalam Pemilu 1955 partai itu sudah masuk empat pengumpul suara terbesar di Indonesia. PKI mengklaim beranggota 3,5 juta orang. Inilah partai komunis terbesar di dunia setelah Uni Soviet dan Republik Rakyat Cina.
Dalam kongres partai setahun sebelum pemilu, Aidit berpidato tentang "jalan baru yang harus ditempuh untuk memenangkan revolusi." DN Aidit bercita-cita menjadikan Indonesia negara komunis.
Ketika partai-partai lain tertatih-tatih dalam regenerasi kader, PKI memunculkan anak-anak belia di tampuk pimpinan partai: D.N. Aidit, 31 tahun, M.H. Lukman (34), Sudisman (34), dan Njoto (27).
Tapi semuanya berakhir pada Oktober 1965, ketika Gerakan 30 September gagal. DN Aidit langsung melarikan diri dari Jakarta ke daerah basis PKI di Yogyakarta. Aidit lalu berkeliling ke Semarang dan Solo. Dia masih sempat menemui beberapa pengurus PKI di daerah untuk melakukan koordinasi.
Melalui peran intelijen, akhirnya DN Aidit ditangkap aparat militer pada tanggal 22 November 1965 jam 23:00 WIB. Aidit ditangkap dari tempat persembunyiannya di rumah Kasim alias Harjomartono di Kp. Sambeng, Solo.
Aidit bersembunyi dalam sebuah ruangan yang ditutup lemari. Kepada Komandan Brigif IV, Kolonel Jasir Hadibroto, Aidit minta dipertemukan dengan Soekarno. Aidit mengaku sudah membuat pengakuan tertulis soal G30S. Dokumen itu rencananya akan diberikan pada Soekarno.
Tapi keinginan Aidit tak pernah terpenuhi. Keesokan harinya, Jasir dan pasukannya membawa Aidit ke sebuah sumur tua di belakang markas TNI di Boyolali. Aidit berpidato berapi-api sebelum ditembak. Berondongan AK-47 mengakhiri hidup Ketua Comite Central PKI itu. Kuburan pasti Aidit tak diketahui hingga kini.
Riwayat DN Aidit adalah pemuda asal Belitung yang masuk ke Jakarta pada 1940. Â Ia belajar teori politik Marxis melalui Perhimpunan Demokratik Sosial Hindia Belanda (yang belakangan berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia).
ia mulai berkenalan dengan orang-orang politik Indonesia, seperti Adam Malik, Chairul Saleh, Bung Karno, Bung Hatta, dan Muhammad Yamin. Â Dan ia kemudian menjadi anak didik kesayangan Hatta. Namun belakangan mereka berseberangan jalan dari segi ideologi politiknya.