Mohon tunggu...
kalam ikhsani
kalam ikhsani Mohon Tunggu... Freelancer - kalam ikhsani

hanya pelajar yang baru minat nulis.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Generasi Jarak Jauh: Matinya Literasi Kritis dan Dialogis dalam Era PJJ

10 Januari 2021   09:45 Diperbarui: 10 Januari 2021   09:58 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tahun 2020 merupakan mimpi buruk bagi semua orang yaitu pertama kalinya di abad-21 dan pertama kalinya di Indonesia dimana kita dilanda pandemi Covid-19. Pandemi Covid-19 menyebabkan semua orang bekerja dan beraktivitas di dalam rumah dikarenakan fasilitas – fasilitas umum ditutup untuk menekan angka penyebaran pandemi Covid – 19. Fasilitas umum terutama sekolah ditutup untuk waktu yang tidak ditentukan. 

Ditutupnya sekolah berarti menandakan tersendatnya proses transfer ilmu dimana sekolah merupakan peserta didik menempa ilmu pengetahuan dan daya kritis peserta didik. Selama pandemi peserta didik belajar melalui daring yang dirasa kurang adanya dialog antara guru dan peserta didik berjalan secara pasif dimana kurangnya proses dialogis dimana proses dialogis umumnya terjadi dalam lingkungan kelas dan juga sekolah.

Gambaran pendidikan jarak jauh

Pendidikan jarak jauh dipopulerkan bukan hanya karena saat pandemic melainkan pembelajaran jarak jauh sudah eksis sebelum era pandemic dimana pembelajaran jarak jauh telah diatur dalam payung hukum BANPT dan Permendikbud No. 109/2013 (Pasal 2), menjelaskan tujuan PJJ untuk memberikan layanan pendidikan tinggi kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka, dan memperluas akses serta mempermudah layanan pendidikan tinggi dalam pembelajaran. 

Dengan begitu dapat diartikan bahwa PJJ adalah suatu sistem pendidikan yang memiliki karakteristik terbuka, belajar mandiri, dan belajar tuntas dengan memanfaatkan TIK atau menggunakan teknologi lainnya, dan/atau berbentuk pembelajaran terpadu perguruan tinggi. Berbagai kebijakan dan pengadaan sarana dan prasarana direalisasikan untuk menunjang keberhasilan pembelajaran jarak jauh ini seperti subsidi kuota untuk belajar dari rumah.

Pengadaan sarana dan prasarana selama pandemi dalam pembelajaran jarak jauh ini tak luput dari masalah teknis yang melanda dimana kebijakan tersebut dinilai baik di masa awal pandemi. Namun, muncul keresahan mulai muncul dengan diperpanjangnya waktu pembelajaran daring. Masalah dilatarbelakangi oleh beberapa factor yaitu dari wali atau orang tua yang mendampingi murid selama pandemic dirasa kurang mampu mendampingi anak selama pandemic. 

Masalah lainnya juga ada berupa beberapa materi ajar yang sifatnya praktikal tidak dapat tersampaikan dengan baik. Selain itu pengajar juga belum memiliki pengalaman dan bekal cukup dengan sistem pembelajaran daring sehingga cara dan media mengajar masih cenderung repetitif dan kurang inovatif.

Lalu adapula masalah berupa beberapa siswa dinilai kurang mawas dalam memakai gadget dan tahu porsi kapan dia harus memperdalam ilmu kapan ia harus bersantai. Kadang pula orang tua mendapati anaknya bermain game online ataupun asyik bermain t*kt*k ketika kelas kosong. Seringkali kita adik, keponakan atau sepupu kita berlaku demikian tapi pernahkah mereka memanfaatkan waktu untuk membangun daya literasinya sendiri ?

Pembentukan literasi kritis dimasa pandemi

Apa yang terbayang di benak kita mengenai literasi? Apakah membaca buku,sastra atau karya tulis ataukah ada persepsi lainnya mengenai literasi?. Alwasilah (2012) menjelaskan bahwa Literasi adalah kecakapan hidup (life skills) yang memungkinkan manusia berfungsi maksimal sebagai anggota masyarakat dimana literasi mencakup kemampuan reseptif dan produktif dalam upaya berwacana secara tertulis maupun secara lisan. 

Saya berkaca dimana adik sepupu saya mendapat tugas dimana tugas tersebut mengharuskan peserta didik membaca atau mencari jawabannya dibuku namun ia dengan kemudahan yang diberikan di masa pandemi mencari jawaban via peramban belajar online seperti semua jawaban telah tersedia di internet. Sering kali kita membayangkan suasana kelas sebelum pembelajaran jarak jauh dimana apabila kita kesulitan dalam mencari sumber belajar seringkali kita disekolah masuk ke perpustakaan untuk membaca dan mencari jawaban tersebut.

Peserta didik lainya merasa bahwa pembelajaran sebelum pandemic lebih mudah karena memudahkan mereka dalam diskusi karena di dalam pembelajaran jarak jauh mereka hanya memiliki keluarga itupun jika keluarganya mampu memahami tugas – tugas mereka. guru juga seharusnya berperan dalam membangun diskusi dan literasi dalam kelas dimana ada proses dialogis antara guru dan murid yang menciptakan budaya literasi kritis dalam kelas.

Pembelajaran jarak jauh digambarkan seperti tugas diberikan serta merta kepada anak didik dimana peserta didik mencari bahan ajarnya sendiri – sendiri dan tiada proses dialog secara real time antara guru dan peserta didik selama PJJ. 

Menurut Mclaren (1993:49) Pendidikan adalah suatu bentuk praktek yang melibatkan Implikasi dari pengalaman, bahasa, dan kekuasaan. pendidikan kritis menyediakan kondisi bagi individu untuk menguasai bahasa akan memungkinkan mereka untuk merefleksikan dan membentuk pengalaman mereka sendiri. 

Pengalaman literasi kritis dibentuk dari pengalaman dialogi berupa Bahasa, kata – kata,symbol atau gestur yang biasanya kita lakukan dalam kelas. Kegiatan tersebut seakan sirna karena umumnya kegiatan PJJ dilakukan secara dikotomis antara guru dan murid dimana murid dianggap sebagai “bejana kosong” dan tiada proses dialogis diantara keduanya

Praktik literasi kritis bisa dibangun melalui bentuk dialogisme yang ditawarkan Paulo Freire. Menurut Freire (2008:81-82) Dialogisme dalam pedagogi Freire tidak bersifat sepihak tetapi bersifat timbal balik dan dialogis dan memiliki fungsi negosiasi kekuasaan dalam arti bahwa lawan bicara (guru dan siswa) diubah dalam setiap pertukaran dialog dimana hal tersebut didasari oleh cinta,kerendahan hati dan keyakinan penuh. Hal tersebut yang hanya bisa ditunjukan secara langsung dengan dialog dimana hanya dialog yang mampu menuntut atau memancing pemikiran kritis peserta didik. 

Dengan proses dialog, sebuah pengetahuan dapat berjalan secara dua arah, dan menjadikan kedua belah pihak sebagai subjek yang mengidentifkkasi realita dimana hal tersebut minim terjadi dalam pembelajaran jarak jauh.

Freire menjelaskan dalam proses dialogisme untuk mencapai literasi kritis dalam bab ketiga dalam buku “Pedagogy of the Oppressed” dimana ia menceritakan proses dialogisnya untuk menyadarkan kaum tertindas dimana masyarakat tersebut masih bersifat naif,berfikiran magis dan fanatic. 

Maka itu ia menawarkan beberapa metodenya dalam melaawan proses antidialogik yang berupa budaya membisu dalam pendidikan gaya bank yang dapat mematikan daya kritis. Yaitu dengan menstimulasikan melalui metode aktif antara guru dan murid dimana stimulasi tersebut berawal dari Bahasa dan dialogis. 

Menurut Freire (2008:78) dialog merupakan metode epistemic dalam pendidikan literasi kritis dan dialog digambarkan merupakan suatu aktivitas yang hakiki dari manusia dalam rangka menamai dunia melalui kata-kata yang dilahirkan secara praksis (refleksi-aksi). Bahasa tersebut dibangun pengalaman itu peserta didik itu sendiri dan Bahasa membentuk bagaimana peserta didik melihat dan bertindak secara kritis di dunia menurut Pormoska (1993:61).

            Konklusi dari generasi pembelajaran jarak jauh

Pembelajaran jarak jauh mengharuskan peserta didik belajar dari rumah dan minim sekali kegiatan yang akan menunjang pendidikan yang menunjang pedagogi dan literasi kritis dimasa pandemic dikarenakan kurang atau tidak adanya kegiatan dialogis baik diantara guru dan peserta didik dimana yang ada hanya ada “budaya membisu” yang ditandai dengan off camera atau off mic dalam diskusi kelas saat pembelajaran daring ataupun ditandai dengan minimnya interaksi antara guru – murid ataupun murid – murid.

Solusi yang ditawarkan oleh Freire berupa melakukan pembelajaran secara aktif dimana guru memantau langsung dalam daring tidak serta merta melepas murid dengan hanya memberi tugas lalu ditinggalkan. Serta selangkan waktu mendampingi siswa dalam proyek atau pekerjaan rumah baik secara individu maupun kelompok.

Daftar Pustaka

Alwasilah, AC. 2012. Pokoknya Rekayasa Literasi. Bandung: PT Kiblat Buku Utama.

Freire,Paulo. 2011. Pendidikan Kaum Tertindas. Jakarta : Pustaka LP3ES

Leonard,Peter McLaren.1993. Paulo Freire : A Critical Encounter. New York : Routledge.

Morrow, Raymond Allen. 2002.Reading Freire and Habermas : critical pedagogy and transformative social change. New York: Columbia University.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun