Mohon tunggu...
Umarulfaruq Abubakar
Umarulfaruq Abubakar Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa Universitas Islam Indonesia - Yogyakarta

Saya menulis bukan karena saya pandai menulis, melainkan karena ada yang ingin saya sampaikan. Saya ingin memberi kepada bangsa ini dan berbagi dengan anak-anak negeri walau hanya dalam sebentuk tulisan. Hitung-hitung juga sebagai deposito amal untuk nanti setelah mati. Salam kenal buat semua. Kenalkan (sambil mengulurkan tangan): saya Umarulfaruq Abubakar, asal Modelomo-Boalemo-Gorontalo.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Saya Santri, Saya Pancasila

24 Oktober 2017   16:16 Diperbarui: 24 Oktober 2017   16:21 652
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tujuh tahun lebih saya menjadi santri di Pondok Pesantren Alkhairaat Tilamuta Kabupaten Boelemo, Gorontalo, saya merasakan pendidikan tentang nasionalisme dan cinta Negara Kesatuan Republik Indonesia ditanamkan dengan kuat oleh para guru.

Dan saat ini, ketika diamanahkan menjadi pengasuh Pondok Pesantren Tahfizul Quran Ibnu Abbas, Klaten, Jawa Tengah, saya bersama para guru lainnya berusaha untuk menanamkan kecintaan pada Ibu Pertiwi, menumbuhkan semangat nasionalisme, dan menguatkan keyakinan bahwa NKRI harga mati, kepada para santri.

Sebab kami yakin bahwa nasionalisme dan semangat kebangsaan adalah bagian dari ajaran agama Islam.

Sebab Islam adalah intisari dari dari nilai-nilai kemanusiaan yang diformulasikan dalam bentuknya yang paling luhur. Seperti perasaan kasih sayang, perjuangan dan pengorbanan, membela kehormatan dan kemuliaan, persatuan dan kesatuan,  persamaan hak dan keadilan sosial, semua itu adalah nilai-nilai kemanusiaan yang di dalam Islam tidak hanya ditegakkan dan dilestarikan, tetapi bahkan menjadi bagian ibadah kepada Allah _Subhaanahu wa Ta'ala_.

Maka nilai-nilai luhur dan ajaran yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 sesungguhnya diajarkan juga dalam Islam dan menjadi bagian dari ajaran agama ini sehingga tidak bisa dipertentangkan. Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia raya.

*Nasionalisme Santri*

Disebabkan oleh keyakinan itulah kita bisa melihat dalam sejarah kehidupan bangsa, betapa besar perjuangan kaum santri dalam membela NKRI dan menjaga konstitusi.

Sejarah telah menunjukkan bahwa negeri ini dibangun di atas tetesan darah para santri dan ulama.

Sebuah komunitas pemberani, perwira, dan ikhlas. Kelompok yang tak berharap pamrih kecuali ridha ilahi. Sebuah komunitas yang menggariskan hidupnya dalam dua kalimat; Hidup Mulia atau Mati Syahid.

Dalam khazanah perjuangan kita, ada Pangeran Diponegoro, Pangeran Antasari, Tuanku Imam Bonjol, KH. Hasyim Asy'ari, KH. Ahmad Dahlan, KH. Zainal Mustofa, dan para ulama lainnya yang bersama para santrinya langsung turun ke gelanggang perjuangan bersimbah peluh dan darah untuk membela bangsa.

Resolusi Jihad tanggal 22 Oktober 1945 yang digagas oleh KH. Hasyim Asy'ari dan puluhan kiai se-Jawa dan Madura, terbukti telah menggelorakan perjuangan rakyat di Surabaya melawan Inggris.

Dalam tempo singkat, seruan ini menyebar ke penjuru Surabaya dan kota-kota lainnya. Puluhan ribu kiai dan santri berperang melawan sekutu yang baru saja memenangkan perang dunia kedua. Lima belas ribu tentara sekutu dengan persenjataan canggih tak mampu menghadapi pasukan perlawanan kiai dan santri. Bahkan, Brigadir Jenderal A.W.S Mallaby tewas di tengah laskar santri.

Semangat iman itulah yang juga mendasari rasa kecintaan yang besar kepada bangsa dan negara ini. Umat Islam telah membuktikan rasa kepemilikan mereka yang sangat besar kepada NKRI.

*Nasionalisme vs Islam*

Namun masih ada saja anggapan di tengah masyarakat bahwa ajaran Islam tidak sejalan dengan nasionalisme.

Masih ada yang meyakini bahwa Islam berada di satu sisi, sementara prinsip nasionalisme ada di sisi lain yang berseberangan.

Sebagian bahkan menganggap bahwa seruan untuk kembali kepada islam dan berpegang teguh kepada ajaran Islam, justru akan memecah-belah persatuan bangsa dan melemahkan antarwarganya.

Hal ini sebagian tampak dari berbagai isu yang dihembuskan di tanah air, seperti isu radikalisme, yang sebagian besar fokus utamanya adalah kepada umat islam. Benar bahwa kita sepakat tidak suka kepada kekerasan dan anti dengan kebencian dan permusuhan. Tetapi menjadikan isu radikalisme menjadi cara untuk memisahkan umat islam dengan nilai-nilai utama dalam agamanya adalah sesuatu yang tidak benar.

Misalnya dalam banyak pemberitaan yang menyatakan bahwa pelaku pemboman dan kejahatan adalah orang-orang muslim militan yang lengkap dengan segala atribut keislamannya. Seakan-akan semakin kuat keislaman seseorang maka itu akan berujung pada perilaku radikal.

Padahal kita tau itu tidak sepenuhnya benar dan hanya permainan sebagian oknum yang memang sengaja, atau tidak paham tentang ajaran islam yang mulia ini.

Atau menganggap bahwa penolakan umat Islam terhadap pemimpin non muslim adalah sikap intoleran dan radikal, padahal itu adalah bagian terpenting dari ajaran agama untuk mengangkat pemimpin muslim, yang dalam Islam pemimpin berfungsi sekaligus sebagai Imam yang memimpin masyarakatnya lebih dekat dengan Allah Swt.

Atau menganggap bahwa seorang muslim yang berpegang teguh kepada ajaran Al Quran, Sunnah, dan nasehat para ulama, dan menolak pemikiran liberal yang menganggap semua agama sama, karena membela keyakinan tauhidnya; atau menolak dengan keras ideologi komunis karena bertentangan dengan aqidah dan jati diri bangsa, sebagai orang yang tertutup dan tidak nasionalis.

Pemahaman ini tentunya tidak benar, dan terasa hanya mengatanamakan nasionalisme untuk kepentingan tertentu.

Sebagai muslim saya bahagia dan bangga dengan identitas keislaman saya, dan sebagai anak bangsa tidak sedikitpun berkurang rasa nasionalisme saya.

*Saya Santri Saya Pancasilais*

Hidup dan besar dalam komunitas santri membuat saya semakin paham dengan dunia ini. Seorang santri tidak pernah merasa dirinya lebih baik dari orang lain. Jangankan merasa sama, dalam ajaran santri bahkan diajarkan tentang tawadhu dengan sangat kuat; bahwa ketika bertemu siapapun yakinilah bahwa orang itu jauh lebih baik darimu.

Sejarah dan realitas telah membuktikan bahwa santri adalah seorang yang pancasilais dan nasionalis sejati dalam berbagai kriterianya.

Jika kriteria nasionalime itu adalah berjuang dengan harta dan jiwa untuk membebebaskan tanah air dari cengkraman imprealisme, maka santri selalu berada di garda terdepan perjuangan. Dalam buku Api Sejarah, Prof. Ahmad Mansur Suryanegara telah membahasa hal ini dengan panjang lebar.

Jika kriteria nasionalisme adalah cinta kepada tanah air, keberpihakan kepada kepentingan bangsa, maka santri sangat cinta kepada bangsanya dan menolak kolonialisme modern yang ingin menguasai dan mengambil alih kekayaan bangsa.

Jika kriteria nasionalisme adalah menjaga persatuan dan kesatuan, memperkuat ikatan antar warga, dan melangkah bersama untuk mencapai kepentingan bersama, maka santri adalah orang yang paling kuat rasa gotong royong dan kebersamaannya.

Cukuplah kehidupan pesantren dengan kebersamaan yang melekat dan beragam dari Sabang sampai Merauke menjadi sebuah tradisi kehidupan yang tak terpisahkan.

Dan jika kriteria nasionalime adalah peringatan hari kemerdekaan dan hari-hari besar nasional lainnya, maka tidak kurang kemeriahan kegiatan di pesantren dengan peringatan dari sekolah dan lembaga lain.

Misalnya di PPTQ Ibnu Abbas Klaten Jawa Tengah yang memperingati hari santri, tanggal 22 Oktober, tahun ini, dengan mengadakan Long March yang diikuti oleh 400 santri putra dan para guru sejauh 70 km, sambil terus mengibarkan sang saka merah putih selama perjalanan.

Atau peringatan hari santri di Pondok Pesantren Alkhairaat Tilamuta, Boalemo, Gorontalo, yang memperingati hari santri ini dengan festival kesenian, olahraga (badminton, futsal, sepak takraw, tarik tambang, dan lari karung), upacara bendera hari santri, membaca shalawat nariyah 1000 kali dan doa untuk NKRI, dan juga bakti sosial.

Bedanya, semua kegiatan itu dilaksanakan dengan menggunakan sarung untuk santri putra. Termasuk olahraga dan upacara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun