Mohon tunggu...
Umarulfaruq Abubakar
Umarulfaruq Abubakar Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa Universitas Islam Indonesia - Yogyakarta

Saya menulis bukan karena saya pandai menulis, melainkan karena ada yang ingin saya sampaikan. Saya ingin memberi kepada bangsa ini dan berbagi dengan anak-anak negeri walau hanya dalam sebentuk tulisan. Hitung-hitung juga sebagai deposito amal untuk nanti setelah mati. Salam kenal buat semua. Kenalkan (sambil mengulurkan tangan): saya Umarulfaruq Abubakar, asal Modelomo-Boalemo-Gorontalo.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Saya Santri, Saya Pancasila

24 Oktober 2017   16:16 Diperbarui: 24 Oktober 2017   16:21 652
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam tempo singkat, seruan ini menyebar ke penjuru Surabaya dan kota-kota lainnya. Puluhan ribu kiai dan santri berperang melawan sekutu yang baru saja memenangkan perang dunia kedua. Lima belas ribu tentara sekutu dengan persenjataan canggih tak mampu menghadapi pasukan perlawanan kiai dan santri. Bahkan, Brigadir Jenderal A.W.S Mallaby tewas di tengah laskar santri.

Semangat iman itulah yang juga mendasari rasa kecintaan yang besar kepada bangsa dan negara ini. Umat Islam telah membuktikan rasa kepemilikan mereka yang sangat besar kepada NKRI.

*Nasionalisme vs Islam*

Namun masih ada saja anggapan di tengah masyarakat bahwa ajaran Islam tidak sejalan dengan nasionalisme.

Masih ada yang meyakini bahwa Islam berada di satu sisi, sementara prinsip nasionalisme ada di sisi lain yang berseberangan.

Sebagian bahkan menganggap bahwa seruan untuk kembali kepada islam dan berpegang teguh kepada ajaran Islam, justru akan memecah-belah persatuan bangsa dan melemahkan antarwarganya.

Hal ini sebagian tampak dari berbagai isu yang dihembuskan di tanah air, seperti isu radikalisme, yang sebagian besar fokus utamanya adalah kepada umat islam. Benar bahwa kita sepakat tidak suka kepada kekerasan dan anti dengan kebencian dan permusuhan. Tetapi menjadikan isu radikalisme menjadi cara untuk memisahkan umat islam dengan nilai-nilai utama dalam agamanya adalah sesuatu yang tidak benar.

Misalnya dalam banyak pemberitaan yang menyatakan bahwa pelaku pemboman dan kejahatan adalah orang-orang muslim militan yang lengkap dengan segala atribut keislamannya. Seakan-akan semakin kuat keislaman seseorang maka itu akan berujung pada perilaku radikal.

Padahal kita tau itu tidak sepenuhnya benar dan hanya permainan sebagian oknum yang memang sengaja, atau tidak paham tentang ajaran islam yang mulia ini.

Atau menganggap bahwa penolakan umat Islam terhadap pemimpin non muslim adalah sikap intoleran dan radikal, padahal itu adalah bagian terpenting dari ajaran agama untuk mengangkat pemimpin muslim, yang dalam Islam pemimpin berfungsi sekaligus sebagai Imam yang memimpin masyarakatnya lebih dekat dengan Allah Swt.

Atau menganggap bahwa seorang muslim yang berpegang teguh kepada ajaran Al Quran, Sunnah, dan nasehat para ulama, dan menolak pemikiran liberal yang menganggap semua agama sama, karena membela keyakinan tauhidnya; atau menolak dengan keras ideologi komunis karena bertentangan dengan aqidah dan jati diri bangsa, sebagai orang yang tertutup dan tidak nasionalis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun