Di desa, komunitas dan lingkungan sekitar memainkan peran penting dalam mendukung literasi keluarga. Keberadaan perpustakaan desa yang meskipun kecil menjadi tempat anak-anak dan orang tua bisa meminjam buku secara gratis. Selain itu, kegiatan-kegiatan kelompok seperti belajar bersama atau membaca buku cerita di balai desa turut memperkuat semangat literasi di kalangan keluarga dengan penghasilan seadanya.
Literasi tidak hanya diukur dari seberapa banyak buku yang dimiliki atau seberapa sering anak membaca. Namun, lebih dari itu, literasi adalah upaya kolaboratif antara orang tua, anak, dan komunitas untuk menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan intelektual dan emosional.
Harapan dan Masa Depan
Meskipun keluarga ini hidup dalam keterbatasan, harapan untuk memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anak mereka tetap ada. Mereka percaya bahwa literasi dapat membuka pintu-pintu kesempatan yang lebih luas. Dengan kemampuan membaca dan menulis, anak-anak mereka dapat tumbuh menjadi individu yang lebih berdaya, mampu memanfaatkan peluang yang ada, dan pada akhirnya keluar dari siklus kemiskinan.
Keluarga di desa ini membuktikan bahwa literasi tidak hanya milik mereka yang berada di kota dengan akses teknologi dan fasilitas mewah. Melalui kerja keras, kreativitas, dan dukungan dari komunitas, literasi bisa ditanamkan di mana saja, bahkan dalam kondisi kehidupan yang serba terbatas.
Kesimpulan
Literasi keluarga di desa dengan penghasilan seadanya adalah sebuah perjuangan yang membutuhkan kerja sama, kesabaran, dan kreativitas. Keterbatasan bukanlah penghalang, melainkan sebuah tantangan yang harus dihadapi dengan tekad untuk memberikan masa depan yang lebih baik bagi anak-anak. Literasi, dalam konteks ini, menjadi alat pembebasan yang dapat memutus rantai kemiskinan dan ketidakberdayaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H