Marko menelan ludah dan merasakan kakinya bergetar, dengan ekspresi wajah yang tegang ia menoleh ke samping dan dengan suara parau ia berkata. “Siapa tadi yang menyadari bahwa Kakek Legend lewat dan mendengarkan percakapan kita semua di balai desa tadi?!”
Semua warga spontan terdiam membeku. Tak berani melakukan apapun. Seperti es yang mengunci semua lapisan air, mereka semua tidak bisa bergerak dengan degup jantung yang berdetak.
****
Meski peristiwa robohnya menara listrik itu masih terbayang di benak masing-masing, namun aktifitas sehari-hari di Kampung Kertas haruslah berjalan lancar tak peduli apa yang terjadi. Tapi bukan berarti semua musibah bisa terlewati. Esoknya, malah mereka digegerkan dengan sebuah kejadian massal yang gila.
Pagi itu, penduduk Kampung Kertas dihebohkan dengan munculnya surat undangan pernikahan. Lazimnya, heboh yang terjadi ketika mendapatkan undangan pernikahan lebih ke arah keterkejutan atau kebahagiaan. Tapi sebaliknya, undangan pernikahan ini membuat siapapun yang membacanya pucat pasi dan mati kutu. Seakan-akan disambar oleh petir di siang bolong saja.
Undangan pernikahan tersebut dari Kakek Legend… yang hendak MENIKAH!
Tentu saja banyak orang yang jadi ribut dan bertanya-tanya. Bukan hanya tentang sebenarnya Kakek Legend ini siapa dan bagaimana dengan identitasnya. Tapi juga dengan calon pengantin perempuan yang selain tidak dikenali, dipertanyakan pula karena mau-maunya punya suami macam Kakek Legend yang abstrak dalam segala keabstrakanya.
Di surat tersebut, hanya diterangkan tentang satu identitas perempuan yang hendak dinikahi sang Kakek Legend yaitu nama sang calon mempelai, Markonah. Sama sekali tidak ada ada informasi lain yang terkait dengan sang calon pengantin selain hanya namanya yang dicantumkan akan segera dinikahi oleh si Kakek Legend.
“Apa jangan-jangan ini adik perempuan atau kerabat perempuanmu, Markopolo?” Tanya Professor Heri Hebring ‘Mimi Peri’ –singkat saja begini, capek juga kalau harus menulis gelar sepanjang jalan kenangan begitu.
“Enak aja!” Bantah keras Markopolo, “Meskipun nama saya Markopolo. Tapi saya tidak tahu dan tidak pernah kenal perempuan yang namanya Markonah… Tidak pernah kenal.”