“Lha? Presiden Bobi? Presiden yang mana tho?”
“Bobi yang itu… Botak Biadab..”
“Oalaaahh..” Semuanya mangut-mangut, meskipun banyak yang tidak paham siapa presiden yang dibilang Bobi tersebut.
“Lalu? Sebenarnya… Siapakah Kakek Legend ini?” Tanya tukang jamu cantik semlohai asolele yang sedang menuangkan beberapa gelas jamu di tengah kerumunan tersebut.
“Saya tidak tahu. Sejak saya datang ke Kampung ini beberapa tahun yang lalu, si Kakek ini sudah ada disana dan menjadi penduduk yang meski mengerikan tapi tetap saja dituakan kampung ini. Apakah dia seorang manusia biasa yang mungkin saja veteran perang dunia? Atau dia adalah mahluk lelembutan yang tidak terlalu lembut dihadapan kampung ini? Atau malah fakta yang paling mengerikanya, apakah jangan-jangan si Kakek Legend ini adalah bentuk khayalan sosial kita terhadap sesuatu hal berbau mistis yang dituangkan pada proyeksi sosial dan mempengaruhi psikologis kita semua sebagai manusia?” Tanya Mbak Mawar si pengusaha rumah makan masakan padang yang ada di depan balai kota tersebut.
Semua orang terdiam, hening dengan pemikiranya masing-masing di ruangan besar yang kian ramai pengunjungnya tersebut. Sore itu matahari sudah nyaris tenggelam dan digantikan dengan cahaya bulan yang benderang. Lampu-lampu bangunan di sekitaran Kampung Kertas itu mulai dinyalakan dan menciptakan siluet remang-remang temaram yang menakjubkan di lingkaram alam yang masih terjaga di kampung tersebut.
Namun, keindahan tersebut tidak bertahan lama dan langsung berubah mencekam seketika lampu demi lampu rumah itu padam satu persatu secara mendadak. Membuat banyak orang di balai desa tersebut heran dan bertanya-tanya satu sama lain sebelum akhirnya ruangan balai desa tersebut berubah menjadi gelap gulita juga. Ruangan berubah menjadi penuh kepanikan dimana orang-orang berbondong-bondong untuk keluar dari ruangan tersebut saking takutnya. Hingga tiba-tiba sebuah cahaya merah menyala mendekat dengan siluet hitam tinggi yang nampak berlari dengan nafsu menuju arah mereka. Para warga Kampung Kertas yang datang disitu pun berteriak dan berhamburan tidak karuan untuk mencari perlindungan diri.. Jangan-jangan.. Jangan-jangan itu adalah…
“Kenapa ini teh semuanya pada ribut dan bersembunyi? Ini teh Emon sama Ipan..” Dua orang datang dengan pakaian Hansip dan membawa lampu petromak serta obor konservatif membuat banyak nyawa bernafas lega lantaran yang ditakut-takutkan bukanlah yang datang. Salah seorang warga sewot dan berteriak.
“Kirain siapa, tau?! Heh, Ipan! Emon! Kenapa ini kampung kita bisa gelap semua keadaanya? Apa PLN sedang melaksanakan pemadaman bergilir lagi? Kok tidak bilang-bilang?”
“Euleuuuhh.. Lagian kalau si borokokok PLN melakukan pemadaman bergilir apalagi di tempat terpencil kayak Kampung ini suka bilang-bilang? Nggak pernah!” Jelas Emon. Ipan lalu bercerita.
“Begini sebenarnya, ibu-ibu, bapak-bapak, encing-encing, encang-encang.. Aye disini mau jelasin aje kalau sebenarnye tadi pas aye patrol keliling aye ngeliat Kakek Legend itu jalan-jalan di Sore Hari pake jubah dan sepatu hitam ke dekat gardu listrik. Pas aye ngikutin kemana ntu orang pegi.. Eh, tiba-tiba gardu listriknya jatoh..”