Deskripsi Puitis: Bahasa puitis menggambarkan emosi dan suasana hati tokoh utama. Misalnya, dalam kalimat "kerinduan ini tak bisa ditahan, pedih menahan rasa rindu." Metafora seperti "nasi sudah menjadi bubur" juga mempertegas makna penyesalan dalam cerita.
Simbolisme: Beberapa elemen dalam cerita ini bersifat simbolis. Contohnya, jatuhnya kelopak bunga kamboja di wajah Kinai dapat dianggap sebagai simbol kesadaran dan kesedihan akan kematian serta penyesalan.
6. Sudut Pandang
Cerita pendek ini menggunakan sudut pandang orang pertama, di mana tokoh utama, Kinai, menceritakan pengalaman dan perasaannya. Sudut pandang ini kuat dalam mengekspresikan emosi mendalam seperti kerinduan, penyesalan, dan cinta.
7. Amanat
Konflik tradisi versus cinta: Cerita pendek ini menjelaskan bahwa adat dan cinta tidak selalu mudah untuk dipadukan. Keputusan yang diambil, terutama yang bertentangan dengan adat, biasanya membawa dampak seperti perpecahan keluarga atau penyesalan di kemudian hari.
Penyesalan yang terlambat: Dalam cerita ini, penyesalan selalu datang terlambat. Kita perlu mempertimbangkan dengan matang apa yang akan kita lakukan dalam hidup, terutama keputusan besar yang akan mempengaruhi hubungan keluarga.
Kasih sayang keluarga yang tersembunyi: Mak Saidah tampak begitu keras, namun sebenarnya sangat peduli pada Kinai. Terkadang kasih sayang keluarga tersembunyi di balik tindakan yang tampak tegas atau keras, yang baru dipahami setelah waktu berlalu.
8. Konflik
Konflik internal: Di dalam diri Kinai, terjadi gejolak antara perasaannya menikahi orang yang dicintainya dan penolakan neneknya terhadap pernikahan tersebut. Konflik ini terus berlangsung setelah pernikahan, dengan penyesalan yang menghantuinya karena tidak mendapat restu dari neneknya.
Konflik eksternal: Dalam cerita ini, konflik eksternal terjadi antara Kinai dan neneknya, Mak Saidah. Penolakan keras neneknya terhadap pernikahan Kinai karena alasan adat menciptakan jurang antara mereka yang tidak bisa diperbaiki bahkan setelah Mak Saidah meninggal.