Mohon tunggu...
Keza Felice
Keza Felice Mohon Tunggu... Freelancer - Bloger and Content Writer

Content Writer✓Ghost Writer✓SEO Content✓kezafelice.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Luka] Saat Bulan Purnama

10 November 2018   10:07 Diperbarui: 10 November 2018   10:13 559
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ingin sekali mulut ini memakinya. Memangnya dia siapa bagiku, sampai berani-beraninya bernegosiasi denganku tentang raga ini dan janji sebuah pertemanan?

"Sadarlah, Nak!" Ibu masih terisak. Aku melihat dengan samar wajah ibu yang semakin pucat. Pasti ibu sangat menghawatirkanku.

Aku masih bisa melihat bintang di langit malam, meski jiwaku terkunci dalam ragaku sendiri. Bintang itu terlihat sangat terang. Apalagi bulan yang sempurna sedang bersanding dengannya. Mereka seperti sedang mengajakku untuk terus berjuang mempertahankan apa yang kumiliki.

"Oke! Kita berteman, keluarlah!" Aku menegaskan jawabanku padanya dari dalam raga.

Tubuhku kejang setelah kusampaikan kalimat itu. Rasa panas mulai menjalar ke seluruh tubuh, sedangkan rasa dingin yang kurasakan sebelumnya telah hilang. Tubuhku terkulai lemas, kedua mataku terbuka dengan lebar. Kulihat wajah ayah dan ibu yang begitu cemas menantikan kesadaranku.

"Sakit, bu!" Aku menjerit, merintih, bahkan menangis sesenggukan.

Sakit sekali badanku. Gadis kecil itu pergi begitu saja setelah perjanjian tentang sebuah pertemanan di antara kami terucap. Dengan mudahnya dia permainkan tubuhku ini, membiarkan rasa sakitnya kutanggung sendiri.

Pelukan ibu terasa hangat sekali. Usapan tangan ayah pun tidak kalah menghangatkan jiwaku. Meski di sela-sela pelukan ibu kudengar isak tangis yang begitu pilu. Aku tahu, ibu pasti takut kehilanganku.

Kupikir, malam bulan purnama yang sangat kunantikan akan berlalu dengan kenangan yang menyenangkan. Nyatanya, luka yang tidak nampak oleh mata berhasil mengalihkan duniaku. Rasa sakitnya tidak dapat dibandingkan dengan apapun.

Mulai saat itu, kecintaanku pada malam mulai berkurang. Aku hanya menikmati malam di balik jendela kaca, di dalam rumah. Meski akan ada banyak bintang yang memanggilku. Walau ada bulan purnama yang ingin menemani malamku--aku tidak peduli lagi. Yang kuingin adalah menjaga jiwa dan ragaku agar tetap bersatu. Meski kenangan tentang luka yang tidak terlihat itu selalu menghantuiku--aku hanya ingin bahagia bersama ayah dan ibu!

-Kaiza.101118-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun